Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Wawancara

<font face=arial size=2 color=#FF0000>Husni Kamil Manik, Ketua Komisi Pemilihan Umum:</font><br />Keputusan Kami Absolut

14 April 2013 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Tepat setahun lagi Pemilihan Umum 2014 digelar. Maka kian padatlah jadwal kerja Husni Kamil Manik. Dua agenda terpenting pesta akbar demokrasi itu, yakni pendaftaran calon legislator dan pemutakhiran data pemilih, serentak digeber pada pekan lalu. Media massa dan publik makin tajam pula menyorot lembaga yang dipimpin Husni itu.

Lebih-lebih sejak Komisi Pemilihan Umum kelar menyusun penahapan pemilu pada Juni tahun lalu. Banyak yang menganggap perencanaan mereka tak matang sehingga beberapa tahapan mundur dari jadwal. Rencana sanksi bagi partai yang tak mampu memenuhi syarat minimum 30 persen bakal calon legislator perempuan juga dinilai kelewatan—dan dipandang memberatkan peserta pemilu.

Belakangan Husni dan komisioner lain harus "menjilat ludah sendiri" ketika mereka akhirnya menerima begitu saja putusan Pengadilan Tinggi Tata Usaha Negara (PTTUN) dan Badan Pengawas Pemilihan Umum (Bawaslu). Isi putusan itu mengabulkan gugatan Partai Bulan Bintang serta Partai Keadilan dan Persatuan Indonesia. Kedua partai ini akhirnya lolos sebagai peserta pemilu, meski pada Januari lalu KPU menyatakan mereka tak lolos verifikasi karena tak memenuhi syarat keanggotaan.

Husni tak pernah membayangkan "masa pemanasan" sembilan bulan terakhir benar-benar merepotkannya. Sepuluh tahun pengalamannya menjadi anggota KPU Provinsi Sumatera Barat tak sebanding dengan tahun awalnya bekerja di pusaran perpolitikan nasional.

Selasa siang dua pekan lalu, Husni menerima wartawan Tempo Agoeng Wijaya dan Dwi Wiyana serta fotografer Wisnu Agung Prasetyo. Berlangsung selama dua setengah jam, wawancara khusus ini digelar di ruang kerjanya, lantai 2 Gedung KPU, Jalan Imam Bonjol, Jakarta Pusat. Tiga bingkai foto Ketua KPU sebelumnya—Rudini, Nazaruddin Sjamsuddin, dan Abdul Hafiz Anshari—tergantung di dinding. "Saya sudah bilang ke staf, nanti jangan pasang foto saya di situ," kata Husni.

Kenapa KPU berniat memberi sanksi kepada partai yang tidak memenuhi syarat minimum 30 persen perempuan dalam daftar bakal calon legislator?

Sebenarnya kami belum memutuskan sanksi tersebut dalam sebuah peraturan. Peraturan KPU tentang pencalonan DPR dan DPRD memang mensyaratkan partai memenuhi penyertaan 30 persen perempuan dalam daftar calonnya di setiap daerah pemilihan. Masalahnya, peraturan itu tak mengatur konsekuensi bagi partai politik yang tak memenuhinya.

Konsekuensi seperti apa yang sedang disiapkan KPU?

Dalam rapat pleno kemarin (Senin dua pekan lalu) komisioner KPU sepakat tidak akan mencoret keikutsertaan partai di suatu daerah jika caleg perempuannya di daerah tersebut kurang dari 30 persen. Itu hanya wacana yang belakangan ini mencuat ke publik dan menarik banyak kritik.

Kenapa tidak dicoret?

Sebab, parpol-parpol tersebut pada dasarnya sudah dinyatakan sebagai peserta pemilu di seluruh Indonesia. Jika syarat caleg perempuan tak dipenuhi, yang kami lakukan adalah mengembalikan daftar calonnya kepada partai untuk diperbaiki.

Bagaimana jika partai tak mengubah daftar calon anggota legislatif mereka?

Konsekuensinya, dalam pemungutan suara, surat suara di tangan pemilih hanya mencantumkan lambang partai, tanpa daftar calon legislator partai dari daerah pemilihan tersebut.

Artinya, hasil suara partai itu di daerah tersebut hanya untuk menentukan lolos-tidaknya mereka dari ambang batas parlemen (parliamentary threshold), bukan jumlah kursi?

Betul. Selain itu, hasil suara akan digunakan untuk menghitung persentase parpol yang bersangkutan di daerah tersebut sebagai persyaratan mengikuti pemilihan kepala daerah. Tapi, ingat, semua ini belum ditetapkan. Nanti kami akan mengaturnya dalam peraturan KPU.

Anda yakin semua partai bisa memenuhi syarat itu?

Jika sudah diatur, semua partai pasti tidak kesulitan mengajukan calon legislator perempuan. Saya optimistis karena yang lolos verifikasi faktual ini partai-partai besar. Artinya, mereka sebenarnya telah mampu memenuhi persyaratan dalam verifikasi, yakni keterpenuhan 30 persen perempuan dalam kepengurusan partai di semua tingkatan. Dari jumlah pengurus yang mereka klaim menunjukkan sumber daya perempuan justru surplus.

Ada soal klise—tapi penting—yang belum muncul dalam daftar terobosan Anda, yakni soal pelaporan dana kampanye….

Dalam pemilu sebelumnya laporan dana kampanye selalu diaudit. Nantinya mekanisme ini sepertinya tak akan banyak berbeda. Undang-undang memang hanya mewajibkan partai menyetor minimal satu rekening. Hal ini memang menjadi persoalan karena pembelanjaan partai ternyata tidak hanya pada satu rekening. Ada juga belanja tak tercatat, sehingga sulit sekali mengontrol arus kasnya.

Nah, Anda sudah tahu kelemahan itu, mengapa tak memperbaikinya?

Desain pertanggungjawaban dana kampanye dalam Undang-Undang Pemilu memang tidak ketat. Sebagian rekan di organisasi nonpemerintah telah banyak memberikan masukan, misalnya agar KPU membatasi dana kampanye. Atau bisa juga berupa pertanggungjawaban secara kolektif, yakni setiap calon legislator mendaftarkan rekening dana kampanyenya. Kami sedang menyerap semua wacana, tapi belum kami tuangkan dalam peraturan.

1 1 1

Mengapa KPU akhirnya menerima putus­an Pengadilan Tinggi Tata Usaha Negara yang mengabulkan gugatan Partai Bulan Bintang?

Kami banyak berdiskusi mengenai hal ini, baik dengan pemerintah maupun Dewan. Namun Undang-Undang Pemilu tidak cukup menjelaskan hak KPU untuk menyikapi persoalan sengketa pemilu. Tidak jelas juga apakah kami punya hak atau tidak untuk mengajukan permohonan kasasi. Tata caranya seperti apa? KPU tidak diberi senjata melakukan banding. Inilah yang sebenarnya menjadi perdebatan.

Apakah persoalan yang sama Anda hadapi ketika Bawaslu mengabulkan gugatan Partai Keadilan dan Persatuan Indonesia?

Kami menolak keputusan itu. Tapi, sekali lagi, undang-undang tidak memberi kami ruang untuk keberatan atas putus­an Bawaslu. Bahkan, ketika kami menolak, mereka melapor ke Dewan Kehormatan Penyelenggara Pemilu (DKPP). Walaupun memang ada pendapat juga, misalnya dari Pak Jimly (mantan Ketua Mahkamah Konstitusi Jimly Asshiddiqie), yang mengatakan demi keadilan kami bisa melakukan upaya luar biasa terhadap kasus-kasus itu.

Lalu mengapa tidak Anda lakukan?

Dalam tiga bulan terakhir, sejak Januari, perhatian kami banyak didominasi penyelesaian sengketa pemilu. Padahal kami harus menghadapi dua tahapan besar, yakni pencalonan dan pemutakhiran daftar pemilih. Kami harus berfokus mengerjakan hal yang lebih besar manfaatnya. Daripada pusing, dan belum tentu juga di kasasi kami bisa menang.

Kok, menyerah? Bukankah Anda dulu yakin betul KPU telah menjalankan semua prosedur?

Bukan begitu. Kami tetap membaca putusan PTTUN tersebut. Dan nyatanya pengadilan menilai kami terlalu normatif dalam verifikasi faktual sehingga tak meloloskan Partai Bulan Bintang. Artinya apa? Ada pengakuan bahwa kami memegang teguh peraturan.

Saat KPU mengumumkan hasil verifikasi faktual partai politik tahun lalu, Bawaslu juga turut serta. Kini mereka banyak mempersoalkan keputusan itu. Menurut Anda, apa motif mereka?

Kami juga menanyakan hal ini kepada mereka. Alasannya, ya, undang-undang yang memerintahkan mereka untuk menjalankan kewenangan adjudifikasi dan pengawasan.

Artinya, Undang-Undang Pemilu harus direvisi agar konflik seperti ini tak terjadi lagi?

Jika kita tak ingin melihat masalah ini, harus menunggu undang-undangnya diubah karena bersifat abu-abu. Kondisi ini tidak kondusif bagi kami yang mengelola pemilu. Lembaga ini seharusnya ditempatkan secara proporsional. Pada bagian-bagian tertentu, terutama dalam penetapan partai politik peserta pemilu dan pencalonan, keputusan KPU seharusnya memiliki kepastian hukum yang absolut. Jika keputusan bisa diubah-ubah, jadinya bijak-sana dan bijak-sini.

1 1 1

Beberapa kali KPU tak taat dengan jadwal dan penahapan yang dibuatnya sendiri. Mengapa?

Beberapa detail rencana tidak bisa dilaksanakan karena berbagai kendala. Misalnya, dua bulan jadwal ditetapkan, Mahkamah Konstitusi mengharuskan semua partai politik diverifikasi. Kemudian DKPP juga memerintahkan hal yang sama. Maka kami harus mengubah lagi agenda.

Bulan ini Anda lagi-lagi memperpanjang masa pendaftaran bakal calon anggota legislatif. Mengapa?

Semula kami mengakomodasi usulan calon Dewan Perwakilan Daerah (DPD) yang mengeluhkan pendeknya masa pendaftaran. Pendaftaran calon anggota DPD pun kami perpanjang dari satu minggu menjadi dua minggu. Tapi peserta pemilu kan parpol dan perseorangan. Tak mungkin kami menetapkan pendaftaran DPD selama dua pekan tapi parpol sepekan. Maka kami perpanjang juga pendaftaran partai.

Tapi ada tudingan keputusan tersebut menguntungkan Partai Demokrat, yang saat itu belum punya ketua umum dan berencana menggelar kongres luar biasa….

Tidak ada pertimbangan tersebut.

Apakah masalah anggaran menjadi hambatan kerja KPU?

Ya. Kami memiliki dana untuk penahapan sebesar Rp 7,3 triliun. Awalnya kami berharap dana itu masuk pos anggaran 999, dana khusus tanggap darurat, seperti pada pemilu-pemilu sebelumnya. Tapi Kementerian Keuangan mengharuskan dana tersebut masuk pos belanja rutin KPU. Padahal pengalaman selama ini menunjukkan ada kalanya kami harus mengubah anggaran itu dengan cepat sehingga tak bisa mengikuti mekanisme perubahan dana rutin.

Bagaimana dampaknya di lapangan?

Baru sebulan kami memulai proses perekrutan Panitia Pemilihan Kecamatan (PPK) dan Panitia Pemungutan Suara (PPS), sudah banyak laporan tentang kekurangan dana. Apalagi pada Februari lalu ada pergantian Sekretaris Jenderal KPU yang berimbas pada urusan pencairan anggaran 2013. Akhirnya rekrutmen PPK dan PPS yang seharusnya pada Maret sudah rampung itu tak terpenuhi. Dengan dana yang tidak jelas, tim di daerah tidak berani merekrut. Intinya, mereka tidak mau bekerja gratis, sehingga kami harus mengundurkan jadwalnya.

Apakah jadwal pemilu pada 9 April 2014 akan tertunda?

Jadwal itu tidak bisa diganggu-gugat.

Dalam pemilu sebelumnya daftar pemilih selalu menjadi biang kericuhan, karena ada pemilih ganda, telah meninggal, atau berusia ratusan tahun.

Sekarang ada kemajuan. Jumlah datanya mencapai 190 juta penduduk. Dan pemerintah menyatakan 175 juta di antaranya merupakan hasil rekaman KTP elektronik yang diyakini lebih baik dibanding data selama ini. Pemerintah juga menjamin ketunggalan 134-139 juta data tersebut. Selebihnya, kami dan pemerintah akan terus bekerja memutakhirkan data sekaligus menjamin keakuratannya. Kami berharap daftar pemilih tetap sudah diperoleh pada Agustus ini.

Tiga pemilu terakhir menunjukkan partisipasi masyarakat merosot tajam….

Persoalan ini sebenarnya tak hanya di Indonesia, tapi juga di dunia. Namun itu bukan menjadi alasan kami tak berupaya meningkatkannya. Dalam pemilu kali ini, kami mematok target 75 persen calon pemilih akan memilih. Dalam pemilu terakhir pada 2009, tingkat partisipasi masyarakat hanya 54 persen, jauh merosot dibanding Pemilu 1999 yang 93 persen.

Apa rencana Anda untuk mengembalikan minat masyarakat terhadap pemilu?

Pekan lalu kami mengundang beberapa kementerian dan lembaga yang kami anggap bisa berkolaborasi untuk menggenjot partisipasi. Mereka akan membantu sosialisasi lewat alat masing-masing. Kementerian Pendidikan, misalnya, punya sekolah dan kampus. Saya juga berbicara dengan Ketua PSSI agar setiap pertandingan ada banner Pemilu 2014. Bisa juga bank-bank milik negara menampilkan agenda pemilu di layar ATM mereka.

Pemilihan kepala daerah sering ricuh. Kenapa?

Itulah sebabnya kami juga sedang menggagas konsep bertajuk election entertainment. Jadi, kami sedang mengupayakan muatan pemilu bisa masuk program-program televisi yang digandrungi. Kami juga sudah bertemu dengan para pemimpin redaksi stasiun televisi. Radio belum kami jajaki. Rencananya, enam bulan sebelum pemilihan kami akan memulainya.
Kami ingin banyak orang memandang pemilu bukanlah intrik dan adu jotos.

Husni Kamil Manik
Tempat dan tanggal lahir: Medan, 18 Juli 1975 l Pendidikan: l Fakultas Pertanian Universitas Andalas, Padang (1994-2000) l Program Pascasarjana Universitas Andalas, Padang l Karier: l Ketua Komisi Pemilihan Umum (April 2012-sekarang) l Anggota KPU Provinsi Sumatera Barat (2003-2013) l Konsultan Kelembagaan Manajemen Irigasi, DHV Netherland (2000-2001) l Peneliti PSI-SDALP, Universitas Andalas (2001-2002) l Wakil Direktur Lembaga Studi Lingkungan dan Sosial, Padang (2000-2003) l Organisasi: l Sekretaris Pimpinan Wilayah Nahdlatul Ulama Sumatera Barat (2010-2012) l Anggota Pengurus Besar HMI (2003)

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
>
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus