Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Wawancara

<font face=arial size=2 color=#ff9900>Menteri Pertahanan Purnomo Yusgiantoro:</font><br />Label Kami Indonesia Incorporated

14 November 2011 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Keputusan hibah F-16 Block 25 dari pemerintah Amerika Serikat kepada Indonesia—pada September lalu—serta-merta membuat banyak mata tertuju ke Kementerian Pertahanan. Muncul pertanyaan kenapa Indonesia sudi menerima barang bekas, padahal kita mampu membeli pesawat baru yang lebih canggih. Ihwal utama yang memicu wasangka adalah hibah pesawat boleh gratis, tapi ongkos mendandaninya bisa-bisa melebihi harga pesawat gres.

Menteri Pertahanan Purnomo Yusgiantoro bukan tak mendengar kritik pedas dan wasangka tersebut. Toh, dia mengaku tenang-tenang saja karena semua transaksi yang berkaitan dengan upgrade pesawat dilakukan lewat jalur foreign military sales. "Ini sepenuhnya (kerja sama) government to government. Tidak ada hanky-panky, tidak ada pihak ketiga," dia menegaskan kepada Tempo. Purnomo juga menolak label rongsokan yang ditujukan pada pesawat hibah tersebut.

Pertimbangan Purnomo tampaknya berpangkal pada hitung-hitungan jumlah pesawat—yang akan lebih banyak bila melalui pola hibah. Jumlah tersebut, menurut sang Menteri, diperlukan untuk mengawal wilayah Indonesia. "Banyak flash point (wilayah bermasalah) yang harus dikawal, walau saya tak bisa menyebutkan di mana saja titik rawan tersebut," ujarnya.

Toh, para pengkritiknya berpendapat sebaliknya, yakni belanja pesawat baru tetap lebih menguntungkan Indonesia: kita mendapat barang yang menang secara kualitas ataupun potensi enduransi.

Purnomo, 60 tahun, menteri yang awet di kabinet sejak era Presiden Abdurrahman Wahid, menilai Indonesia harus memproduksi alat pertahanan sendiri. "Saya bilang ke tim ekonomi, jangan anggap industri ini jadi beban karena menambah lapangan kerja," ujarnya. Pada 2011, dia memberdayakan kembali PT Dirgantara, yang pernah membuat pesawat angkut dan perintis CN-235. Kini, perusahaan penerbangan itu diminta membuat pesawat operasi militer CN-295.

Bekas Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral ini mengaku bersyukur berpindah tugas: "Thank God, I moved here," ujarnya seraya tertawa. Dia lalu menjelaskan beberapa hal sensitif di kantornya dulu. Sepanjang 90 menit lebih, Purnomo meladeni pertanyaan wartawan Tempo Yophiandi Kurniawan dan Gita Lal. Jawaban-jawabannya serius, tegas, dan jelas—disertai sejumlah catatan off the record.

Berikut ini petikannya.

Krisis panjang mendera PT Dirgantara pada 1997 dan, sepengetahuan kami, krisis itu belum usai. Anda yakin BUMN ini sudah mampu mengelola pesawat?

Begini. Kami melihat ada multi-efek: kita membuka lapangan kerja baru dan memperbanyak konten lokal. Saat CN-235 (pesawat yang diproduksi pada masa Menteri Riset dan Teknologi B.J. Habibie), konten lokal 50 persen. Jadi produksi CN-295 diharapkan lebih dari itu. PT Dirgantara bisa mewujudkannya. Kepentingan pemerintah (sebagai user) bisa dipenuhi dan PT Dirgantara dapat berkembang lagi setelah kolaps pada 1997.

Adakah pembaruan strategi pemasaran pesawat buatan kita? Tidak mungkin kan semua produk diserap di Indonesia?

Kami tengah menumbuhkan industri strategis ini dengan label Indonesia Incorporated. Jadi harus ada pemasaran ke negara lain.

Bisa beri contoh?

Misalnya, ketika saya ke Korea Selatan membeli T-50, saya minta mereka juga membeli CN-295. Kementerian Pertahanan punya harapan besar terhadap CN-295. Kebutuhan pesawat jenis ini di Asia cukup besar, jadi pasarnya ada.

Apa komitmen yang diberikan PT Dirgantara?

Mereka berjanji sembilan pesawat akan diselesaikan pada 2014. Kami dukung penuh, tapi jangan bersandar terus, dong. Mereka kami beri kontrak sekitar Rp 11 triliun.

Kalau memang industri kita mulai bangkit, mengapa mesti terima hibah pesawat bekas dari Amerika?

Yang diberikan kepada kita F-16 Block 25, dan ini bukan pesawat rongsokan. Pesawat ini bisa di-upgrade ke Block 52—jenis yang modern untuk F-16. Amerika sudah naik peringkat ke F-18, jadi kita diberi hibah. Mereka sedang menyiapkan produksi F-22 dan F-35. Dari sisi Indonesia ya, kita sudah siapkan US$ 450 juta (setara dengan sekitar Rp 4 triliun) untuk membeli F-16 Block 52 baru. Tapi kita cuma mendapat enam dan datangnya 5-6 tahun lagi. Jadi harus antre. Sedangkan pesawat hibah tersebut sudah bisa datang pada 2013.

Apa mungkin F-16 Block 25 ditingkatkan menjadi setara dengan F-16 Block 52?

Di setiap pesawat, ada beberapa yang penting. Salah satunya kemampuan terbang (air frame). Upgrade bisa menambah jam terbang hingga 4.000 jam dan 4.000 jam lagi.

Jadi kita bisa menambah 8.000 jam terbang dengan upgrade?

Tapi jangan ngomong 8.000 dulu, deh. Rata-rata penerbang tempur menempuh 150-200 jam terbang per tahun. (Totalnya) taruhlah 15 tahun atau maksimal 20 tahun. Pada 2020, kita akan mendapat KFX/IFX (hasil kerja sama dengan Korea Selatan) selevel dengan F-35.

Kenapa Indonesia memilih Korea Selatan sebagai mitra?

(Pesawat mereka) lebih canggih ketimbang Sukhoi (pesawat tempur terlengkap milik Indonesia sekarang). Jadi F-16 ini semacam jembatan menuju generasi 4,5 (level tercanggih teknologi pesawat tempur). Sukhoi dan F-16 adalah generasi keempat. Korea juga mau melakukan transfer teknologi. Pada 2013, mudah-mudahan bisa mendapat 16-20 pesawat lagi.

Apakah ada pihak ketiga yang terlibat dalam hibah F-16?

Ini semua memakai foreign military sales (FMS), jadi (jalurnya) government to government. Enggak ada hanky-panky! Kita minta semuanya datang pada semester pertama 2013. Ada beberapa flash point (wilayah yang bermasalah) yang kita cover.

Di mana saja flash point itu?

Salah satunya Laut Cina Selatan. Yang lainnya tidak bisa saya beri tahukan.

Bagaimana dengan senjatanya? Kami dengar pesawat F-16 kita tidak punya senjata.

Itu buat mereka yang enggak tahu. Kontrak pembelian pesawat itu kan berbeda dengan pembelian senjata. Jadi bergantung pada permintaan: makin canggih yang diminta makin mahal. Mau rudal pencari panas atau apa pun. Tapi saya tak bisa kasih tahu Anda detailnya.

Kenapa?

Sebab, saya juga mesti berhati-hati kalau diketahui agen (penjual senjata).

Kok pakai agen, kenapa bukan lewat foreign military sales?

Kami maunya begitu, dan sedang dijajaki bisa atau tidak (pembelian) dengan format itu. Yang pasti, tak mungkin kami beli pesawat tanpa senjata. Kami punya dananya.

Amerika Serikat pernah mengembargo penjualan senjata ke Indonesia. Jadi sekarang kita bisa membeli senjata-senjata ini dari mereka?

Saya sudah berbicara dengan mereka. Kan, saya yang ke sana.

Apa yang Anda bicarakan dengan mereka?

I think I will keep it, Pak Panetta (Leon Panetta, Menteri Pertahanan Amerika Serikat). Itu (senjata) akan digunakan dengan baik. Hubungan kita dengan Amerika sudah jauh membaik sejak Robert Gates (Menteri Pertahanan pada masa George W. Bush) ke sini.

Mengapa tak semua saja pembelian alat utama sistem persenjataan melalui jalur FMS untuk menghemat anggaran negara?

FMS itu skema khas Amerika Serikat. Mereka mesti berhati-hati dengan persenjataannya. Pembeli tak boleh sembarangan memakainya. Kita untung karena langsung deal dengan pemerintah Amerika. Masalahnya, kami enggak bisa memaksa negara lain memakai sistem serupa (government to government). Contohnya Korea. Waktu kita membangun KFX/IFX, pemerintah Korea menunjuk Korea Aerospace Industry, kami menunjuk PT Dirgantara serta Kementerian Riset dan Teknologi.

Itu kan BUMN. Bagaimana dengan swasta?

Sekarang tak ada swasta. You name it, siapa? Harus hati-hati menggunakan pihak ketiga. Di sini ada tiga tingkatan, Matra TNI—Laut, Darat, Udara—Mabes, dan Kementerian Pertahanan. Harus jelas yang mana. Kalau kami, jelas. Kami tak mau memakai swasta. Saya tak bisa berbicara atas nama Mabes dan Matra TNI. Mereka punya pemimpin sendiri.

Anda kenal Milany Luwena, yang ramai disebut-sebut sebagai perantara swasta dalam upgrade F-16 untuk Indonesia?

Tidak, saya tidak kenal. Sejak balik dari Pentagon, kami sepakat ini bentuknya FMS. Jadi tak ada pihak ketiga.

Mengapa tak semua belanja alat utama sistem persenjataan ditangani Kementerian Pertahanan?

Begini. Di saya ada lima kuasa pengguna anggaran: Kementerian Pertahanan, Mabes TNI, TNI Angkatan Laut, Angkatan Udara, dan Angkatan Darat. Saya memimpin anggaran Kementerian Pertahanan, tapi enggak bisa mengawasi langsung proses di tiap-tiap pengguna anggaran, kecuali ada potensi penyimpangan.

Kami mendapat info, Kementerian Pertahanan sudah memutuskan bekerja sama dengan Korea Selatan dalam pengadaan kapal selam....

Belum kami putuskan, tapi lebih baik tak saya katakan dulu. Kami menginginkan pihak yang mau mentransfer teknologi. Jangan sampai kita mendapat barangnya, terus selesai begitu saja.

Oke. Lalu apakah ada rencana bekerja sama dengan Cina—si raksasa teknologi militer baru?

Cina mengirim tim untuk menjajaki kemungkinan membangun pabrik rudal. Tapi kami mau lihat dulu syarat-syaratnya, dan kami mau yang bagus, kayak Airbus Military Industry. Mereka mau membantu pemasarannya.

Seberapa serius sebetulnya atensi kita pada Cina?

Ini baru penjajakan. Tahun depanlah kita lihat. Satu yang jelas, kita mesti bisa memproduksi dengan joint marketing.

Dalam pertemuan dengan Leon Panetta di Bali, apakah kericuhan di Freeport sempat dibahas?

Dia bertanya soal Papua, tapi tak menyinggung Freeport sama sekali.

Purnomo Yusgiantoro
Lahir: Semaarang, 16 Juni 1951 Pendidikan: Doktor bidang ekonomi mineral Colorado School of Mines Jabatan: Menteri Pertahanan Kabinet Indonesia Bersatu II (2009-2014) Karier: l Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (1999-2009) l Sekretaris Jenderal dan Presiden Organisasi Negara-negara Pengekspor Minyak (2004)

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
>
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus