Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Kasus video porno artis membuka jalan bagi pembatasan di dunia maya. Kementerian Komunikasi dan Informatika berancang-ancang memblokade situs porno, sebelum bulan puasa pekan depan. Menteri Tifatul Sembiring sudah mengirimkan surat edaran kepada penyedia layanan Internet. ”Semua memberi tanggapan positif, ingin membantu,” ujar Tifatul.
Upaya pemerintah mencegah akses situs porno itu bukan tanpa persoalan. Ada yang cemas kebijakan itu akan membatasi situs lain yang sarat dengan ilmu pengetahuan. Pemerintah juga dikhawatirkan akan menghidupkan kembali peraturan menteri tentang konten multimedia yang pernah disorot karena akan membatasi ruang berekspresi di Internet.
Toh, Menteri Tifatul berkukuh bahwa dunia maya harus diatur. Dia berdalih, situs yang sifatnya ilmiah dapat menggunakan jalur khusus sehingga bisa tetap diakses masyarakat. ”Kami berusaha memilah,” dia menambahkan. ”Tujuannya agar kita bisa berinternet secara sehat.”
Selasa pekan lalu, Tifatul menerima Nugroho Dewanto, Padjar Iswara, Yandi M. Rofiyandi, Agoeng Wijaya, dan fotografer Jacky Rahmansyah dari Tempo di kantornya. Panorama dari ruang menteri amat mempesona, menghadap ke Monumen Nasional. Saking terpesona, pernah, dulu, secara tak sadar dia melakukan salat menghadap ke Tugu Monas. Padahal arah kiblat sebaliknya.
Apa latar belakang rencana memblokade situs porno?
Sebetulnya ini implementasi Undang -Undang Telekomunikasi Umum, Undang-Undang Informasi dan Transaksi Elektronik, serta Undang-Undang Pornografi. Di sini disebutkan penyelenggara telekomunikasi tak boleh melanggar susila, kepentingan umum, dan keamanan. Ada juga larangan distribusi konten pornografi. Dalam undang-undang, pemerintah wajib mencegah masyarakat dari dampak dan bahaya pornografi. Untuk itu pemerintah boleh membatasi atau memblok pornografi.
Kebijakan blokade situs porno ini berlaku sebelum Ramadan?
Sebetulnya tak ada hubungannya dengan Ramadan. Ketika itu, awal Juli, saya ditanya kapan pelaksanaan kebijakan ini. Lalu saya jawab, insya Allah sebulan lagi. Kami mulai dari yang masif dulu, para penyedia layanan Internet atau ISP (Internet service provider). Jadi kami minta mereka memfilter situs porno.
Mengapa penyedia layanan Internet?
Ibaratnya di jalan tol, kalau di pintu masuk sudah terlihat mobil membawa bom, rudal, dan jelas teroris, mereka akan diidentifikasi dan tak boleh masuk. Sebab, dikhawatirkan mobil orang baik-baik akan terkena dampaknya. Lalu, bagaimana kalau ada orang yang menerobos atau lewat jalan tikus? Itu yang akan kami atasi berikutnya.
Semua penyedia layanan Internet wajib menjalankan filter itu?
Semuanya. ISP mendapat lisensi dari Kementerian Komunikasi untuk bisnis di jaringan tertutup. Pada poin perjanji an awal, ISP siap menerima sanksi manakala melanggar undang-undang dan peraturan. Kalau dia tak punya lisensi kan tak bisa beroperasi. Saya yakin ISP besar bukan bisnis dari situ. Pornografi bukan bisnis utama mereka. Banyak bisnis lain yang lebih bermanfaat.
Bagaimana pengawasan terhadap blokade situs pornografi itu?
Bisa dilakukan pengecekan secara acak. Kan, izinnya dari kami semua. Ada 300 izin dikeluarkan dan 200 aktif. Semua positif tanggapannya, ingin membantu.
Bukankah sebetulnya yang paling berbahaya adalah penyebaran konten pornografi di warung Internet?
Saya awalnya ingin orang membloka de pornografi dengan kesadaran. Saya melakukan kampanye antipornografi dengan memberikan peranti lunak Nawala gratis, mengajak warung Internet (warnet) melalui asosiasi, meskipun tak semua warung Internet mau karena salah satu daya tarik Internet itu katanya pornografi. Sasaran berikutnya memang sekolah dan warnet.
Apakah sebelumnya tak ada aturan tentang blokade konten pornografi?
Sekarang, kalau kita mencari dengan fasilitas Google dengan kata kunci SMP atau SMU, hasilnya bukan keterangan sekolah, tapi SMP bokep atau SMU bugil dan lain-lain. Itu kan memalukan. Lain kalau mengetik kata kunci high school. Jadi, kalau dikatakan 97 persen remaja sudah melakukan kissing, petting, atau oral sex, itu buktinya di sana. Pornografi itu candu bagi anak muda.
Apa hambatan memblokade konten porno grafi di Internet?
Kami waktu itu menunggu judicial review Undang-undang Pornografi. Baru kira-kira dua bulan lalu Mahkamah Konstitusi tak mengabulkan uji materi pornografi. Setelah itu mulai melakukan langkah. Kementerian sebenarnya sudah melakukan praktek filter situs porno. Semua Internet yang kita pasang berdasarkan proyek APBN menggunakan massive trust, perangkat lunak semacam mirror.
Apakah memblokade situs porno bisa efektif?
Iya, tapi kan terus berkembang, perlu diperbarui per kata. Sama dengan di YouTube, pornografi tidak boleh. Tapi file Luna Maya sehari dua hari lolos. Kita juga akan membuka saluran pengaduan seperti YouTube. Memang tak 100 persen langsung babat habis. Tapi paling tidak ada usaha filter itu. Sebetulnya bukan blokade, tapi filter.
Jika menggunakan blokade, bukankah ada kata yang sebetulnya bermanfaat untuk ilmu pengetahuan bisa terblokade juga?
Pada perkembangannya nanti, kata yang sifatnya ilmiah bisa dibedakan. Itu sedang disusun, misalnya untuk kepentingan anatomi. Di Indonesia, kata seks berkonotasi porno, padahal di luar negeri kata itu bisa berarti jenis kelamin. Di luar negeri, porn menjadi kata kunci. Kita berusaha memilah. Dari pemasangan massive trust tak ada keluhan karena memang semua tujuannya bisa berinternet secara sehat.
Bukankah di Internet juga banyak muatan ilmu pengetahuan....
Saya kira untuk kepentingan ilmiah nanti bisa saja menggunakan jalur khusus. Kita melakukan filter terhadap jalur umum dan pornografi. Dampak pornografi itu sudah kelihatan dari survei Komisi Perlindungan Anak Indonesia, 97 persen SMP dan SMU sudah mengakses dan menonton tayangan porno. Semuanya di bawah umur. Maka target pertama adalah sekolah dan warnet.
Seberapa mengkhawatirkan dampak pornografi di Internet?
Bukan hanya Indonesia yang khawatir dengan pornografi di Internet melainkan juga Malaysia. Terakhir, ada survei Universitas Putra Malaysia di Lembah Klang terhadap 400 remaja. Hasilnya, 300 orang sudah berhubungan intim karena terbiasa menonton melalui Internet sejak sekolah dasar. Alasan lain, pengaruh teman, serta asal tak mengandung. Jepang, Singapura, dan lain-lain juga sama, sehingga ada seminar internasional untuk memproteksi anak dari masalah pornografi.
Apakah kebijakan blokade situs porno akan diikuti dengan berlakunya rancangan peraturan menteri (RPM) tentang konten multimedia?
RPM sebetulnya lebih demokratis. Undang-Undang Nomor 11/2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik jauh lebih keras. RPM tidak ada apa-apanya. Dengan rancangan peraturan ini dibentuk badan yang menilai konten porno atau tidak. Badan itu terdiri atas 50 persen masyarakat, 50 persen pemerintah. Adapun Undang-Undang ITE berurusan langsung dengan penyidik kepolisian.
Ada kekhawatiran dampak RPM merembet ke soal lain, misalnya kebebasan berekspresi di Internet.
RPM sasarannya lima, yakni pornografi, kekerasan, perjudian, blasphemy atau penghinaan suku ras agama, lalu penipuan. Itu baru rancangan. Jadi saya melihat, teman-teman merespons agak berlebihan dengan memasukkan kata pers. Padahal tak ada satu kata pers pun di situ. Dan tidak mungkin peraturan menteri berlawanan dengan peraturan lebih tinggi, yakni Undang-Undang Pers.
Bagaimana dengan keresahan para bloger yang menganggap aturan ini juga mengekang kebebasannya?
Mereka bebas selama tidak melanggar hukum. Jika melanggar, akan berurusan dengan polisi. Di negeri kita belum ada kesadaran hukum yang tinggi. Di Facebook, misalnya, orang mengutarakan pendapat atau komentar sembarangan. Padahal itu kan ruang publik. Di Internet, sekali orang membuat artikel, itu akan bertahan lama, bertahun-tahun bisa di situ.
Bagaimana penerapan aturan menteri tentang konten multimedia itu?
Di situs, perdebatan tentang pornografi atau bukan itu biasanya berdasarkan pengaduan. Dia mengadu kepada tim, yang akan menindaklanjuti 3 x 24 jam. Kalau dikatakan mengandung pornografi, tim minta kepada ISP dihapus. Satu berita atau muatan itu saja, bukan menutup semua. Kalau membandel, tim mengadu ke pengadilan untuk diproses hukum. Jadi, menurut saya sangat demokratis. Kalau mau Undang-Undang 11/2008, silakan.
Apakah aturan menteri itu juga berlaku untuk situs berita?
Itu masih dibicarakan, apakah masuk wilayah Dewan Pers atau Kementerian Komunikasi. Urusan berita memang ada di Dewan Pers. Namun, misalnya ada kekerasan atau penghinaan, harus ada aturannya. Kita bebas, tapi harus ada konstitusi. Tak bisa sebebasnya sehingga orang lain terganggu.
Dalam kasus video artis, mengapa Anda menganalogikan dengan penyaliban Yesus?
Saya tak pernah menyamakan kasus video dengan penyaliban. Dalam pertemuan di kantor ini, hadir Ketua Dewan Pers Bagir Manan, Wakil Kepala Badan Reserse Kriminal Mabes Polri Irjen Polisi Dik Dik Mulyana, serta para pengelola ISP. Pertemuan untuk meminimalisasi penyebaran materi pornografi di Internet. Setelah mereka bicara semua, saya minta kepada Pak Dik Dik supaya kasus yang mirip-mirip ini clear. Intinya, law enforcement terkait kasus Ariel. Waktu itu Ariel belum menjadi tersangka.
Lalu muncul analogi penyaliban Yesus?
Tanpa berpretensi apa-apa, saya sampaikan dalam forum, ada pelajaran sejarah yang menjadi pengetahuan bersama. Soal analogi mirip, umat Islam yakin bukan Nabi Isa yang disalib, melainkan seseorang mirip Nabi Isa. Umat Nasrani yakin Yesus yang disalib. Soal mirip ini berimplikasi panjang dalam sejarah. Dalam hati saya waktu itu, kalau perselisihan soal mirip ini tuntas, Islam dan Kristen akan satu. Apa yang saya ucapkan itu kebenaran sejarah dan netral, tidak berniat menghina.
Dengan analogi itu, ada yang menganggap seakan Anda mengatakan bahwa umat Nasrani mengakui video itu Ariel, sedangkan orang Islam tidak, hanya mengaku mirip Ariel?
Tidak mengarah ke situ. Tekanannya hanya di kata ”mirip”. Supaya yang mirip ini dibikin clear dan tak ada implikasi panjang. Saya tak membuat konklusi aneh-aneh.
Mengapa Anda akhirnya minta maaf?
Waktu itu saya menemani Presiden Yudhoyono di Arab Saudi, ketika sedang melakukan video conference dengan Muhammadiyah. Saya menelepon Menteri Koordinator Politik, Hukum, dan Keamanan, dan beliau menyarankan minta maaf. Saya pun minta maaf, termasuk di blog, Twitter, dan beberapa koran. Kalau dianggap salah barangkali kurang pas, tapi saya tetap minta maaf.
Dalam kasus video artis, tayangan infotainmen juga mendapat sorotan. Anda tidak ingin mengatur infotainmen juga?
Tayangan infotainmen bukan domain Kementerian Komunikasi dan Informatika, tapi Komisi Penyiaran Indonesia (KPI). Sudah ada pertemuan antara Dewan Pers, KPI, dan Komisi I DPR. Saya hanya ditanya apakah setuju kalau infotainmen itu difilter oleh KPI. Saya jawab bahwa itu kewenangan KPI, bukan saya. Tapi, secara pribadi, saya setuju jika pemberitaan yang isinya memprovokasi rumah tangga orang sampai bercerai dihapus dari infotainmen.
Anda sudah menonton video artis itu?
Belum. Tapi saya diperlihatkan potongan gambarnya.
Mengapa Anda tak menonton?
Takut mengganggu salat khusyuk, ha-ha-ha….
Kinerja kementerian Anda dianggap tak memuaskan sehingga mendapat rapor merah dari Unit Kerja Presiden untuk Pengawasan dan Pengendalian Pembangunan (UKP4)....
UKP4 memang tugasnya begitu. Merah artinya belum 50 persen dan kita hanya satu program yang kena, yakni e-Pendidikan di Yogyakarta bantuan dari Jepang. Saya cek, memang Jepang menerapkan standar sendiri. Ini bukan di bawah kendali saya sepenuhnya, karena utang dari Jepang. Tender diulang karena ada salah paham. Itu wajar, karena kalau tak diulang akan melanggar peraturan. Dalam tenderkan sanggah-menyanggah harus dijawab. Sebagai bagian dari kontrol, saya senang diingatkan. Tapi ini bukan seluruh kinerja Kementerian.
Anda setuju evaluasi ini diumumkan ke publik? Bukankah mestinya jadi bahan laporan ke Presiden saja?
Saya setuju user-nya Presiden, bukan publik. Tapi ini evaluasi bulanan-triwulanan biasa. Saya menerima saja. Namanya evaluasi. Bagus ada yang mengingatkan.
Rapor merah ini dikaitkan dengan perombakan kabinet?
Presiden mengatakan melalui Julian Pasha bahwa tak ada reshuffle terkait dengan masalah rapor merah.
Tifatul Sembiring
Tempat dan tanggal lahir: Bukittinggi, 28 September 1961
Pendidikan:
Karier:
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
- Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
- Akses penuh seluruh artikel Tempo+
- Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
- Fitur baca cepat di edisi Mingguan
- Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo