Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
KEPUTUSAN Menteri Keuangan Agus Martowardojo mengangkat Agung Kuswandono sebagai Direktur Jenderal Bea dan Cukai mengejutkan banyak pihak. Agung menggantikan Thomas Sugijata, menyisihkan 31 pegawai eselon II di Direktorat Jenderal Bea dan Cukai. Pria 44 tahun asal Banyuwangi, Jawa Timur, ini mencatatkan rekor sebagai pemimpin termuda dalam sejarah Bea dan Cukai.
Namun bukan tanpa alasan bila Agus memilih Agung. "Saya mengamati Saudara relatif muda, tapi bisa menangani Kantor Bea dan Cukai Soekarno-Hatta, sebuah kantor strategis," kata Agus dalam acara pelantikan. Setelah itu, kata Agus, Agung berhasil memimpin Kantor Bea dan Cukai Tanjung Priok. "Saudara bisa menangani Tanjung Priok dengan prestasi yang baik. Kepercayaan ini harus dijaga," katanya.
Ketika bertugas di Soekarno-Hatta, Agung memerintahkan penyegelan 12 helikopter bekas milik PT Air Transport Services karena perusahaan milik Grup Bukaka ini belum menyertakan sertifikat kelayakan serta izin Bea dan Cukai. Jusuf Kalla, pemilik Bukaka, yang saat itu menjadi wakil presiden, sempat marah. Tapi, lantaran jaminan kepabeanan Rp 9 miliar tak kunjung cair, heli yang akan digunakan Badan Koordinasi Nasional Penanggulangan Bencana dan Penanganan Pengungsi itu tetap dibeslah. Lantaran ketegasan dan keberaniannya itu pula, pada akhir 2007 majalah ini mendapuknya sebagai satu dari Tujuh Pendekar Penegak Hukum.
Dua bulan sebelum dilantik, nama Agung sampai di meja Presiden Susilo Bambang Yudhoyono. Rekeningnya lalu diperiksa Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan. Hasilnya mulus. Pada 15 April, Presiden meneken surat keputusan pengangkatan pegawai Bea dan Cukai lulusan terbaik 1991 itu. Dalam acara pelantikan, Menteri Agus berpesan tegas agar Agung menjaga dan mengoptimalkan penerimaan negara. "Jangan yang seharusnya importir bayar Rp 1.000 tapi hanya bayar Rp 100, yang Rp 400 dibagi-bagi ke oknum Bea dan Cukai, dan yang Rp 500 masuk kantong importir," ujarnya.
Dua pekan lalu, Agung menerima Nugroho Dewanto, Anne L. Handayani, dan Ninin Damayanti dari Tempo di ruang kerjanya di kantor Direktorat Bea dan Cukai, Jalan Ahmad Yani, Jakarta Timur. Dengan lugas dan blakblakan, dia menjawab pertanyaan seputar pengangkatan dan rencananya memimpin instansi strategis ini.
Melihat rekam jejak Anda, mulai pemimpin di Bandara Soekarno-Hatta hingga memimpin di Pelabuhan Tanjung Priok, apakah pengangkatan sebagai dirjen ini menandakan sistem meritokrasi di Bea dan Cukai sudah berjalan?
Sebagai orang yang dipilih, saya tidak punya kompetensi untuk menjawab itu. Kalau saya, secara pribadi, menganggap ini adalah perintah dari Yang Mahakuasa. Ketetapan dari Allah yang harus saya jalankan. Kalau ingin bertanya ini meritokrasi atau bukan, yang berwenang menjawab, ya, atasan saya.
Bukankah pengaderan berjenjang adalah yang ideal?
Idealnya seperti itu. Saya pun akan melakukan hal yang sama. Begitu saya diangkat menjadi dirjen, saya harus berpikir siapa nanti yang akan menggantikan saya. Dan dia harus saya kader dari sekarang. Saya cari adik-adik saya. Saya cari teman-teman saya yang akan menjadi pengganti saya.
Soal pengaderan, apakah rekam jejak seperti yang Anda miliki akan menjadi patokan?
Kami sebagai pegawai Direktorat Jenderal Bea dan Cukai notabene adalah eksekutor. Jadi aturannya jelas. Kami menindak atau bekerja berdasarkan aturan itu. Tidak boleh ada diskresi atau kebijakan yang sifatnya melanggar aturan karena ada tekanan atau titipan. Nanti akan kelihatan mana yang berani dan tidak. Tapi harus saya tekankan bahwa dalam kamus Bea dan Cukai sebetulnya tidak boleh ada kata-kata tidak berani atau sungkan.
Apa tuntutan Anda kepada anak buah?
Dulu, sewaktu saya kursus di Australia, guru saya bilang integrity first. Saya bisa mempekerjakan orang yang bodoh tapi jujur. Dia akan saya didik menjadi pintar, tapi kejujuran menjadi syarat utama. Lebih berat kalau orang itu pintar tapi curang, karena kepintarannya akan dipakai untuk melakukan kecurangan. Sudah saya instruksikan kepada teman-teman, satu, jauhi KKN (korupsi, kolusi, nepotisme); kedua, jauhi KKN; ketiga, jauhi KKN; keempat, profesional; kelima, beretika.
Kalau ada senior yang bandel, Anda berani menindak?
Insya Allah. Saya harapkan, insya Allah, tidak ada yang bandel, karena saya hanya menjalankan tugas saya sebagai direktur jenderal.
Ceritakan pengalaman Anda sewaktu melakukan penindakan. Adakah yang menelepon untuk melobi?
Yang nuansanya begitu banyak sekali. Cara saya menghadapinya sederhana. Saya bilang saja prosedurnya seperti ini. Jadi, kalau prosedurnya Bapak penuhi, tentu akan kami berikan pelayanan seperti ini. Kalau prosedurnya tidak dipenuhi, ya, tidak bisa. Saya tidak perlu ngotot-ngototan. Saya sebetulnya hanya menjalankan peraturan yang sudah ditetapkan.
Bagaimana mengelola pelabuhan bebas yang masih saja dianggap rawan penyelundupan?
Kami cermati adanya potensi perembesan. Bila komoditas konsumsi yang bebas bea masuk merembes di luar free trade zone (FTZ), ini akan mengganggu industri dalam negeri. FTZ ini secara geografis luas sekali dan berhubungan dengan jalur perdagangan masyarakat. Ini tantangan yang berat. Menurut saya, yang harus menangani FTZ bukan hanya Bea dan Cukai. Kami disuruh gandengan keliling pulau, ya, berat. Harus ada evaluasi lagi.
Anda dikenal lugas dan berani. Bagaimana menghadapi penolakan di dalam, termasuk dari senior yang kurang suka atas kecepatan karier, dan tekanan dari eksternal?
Cukup Allah sebagai penolong saya. Itu yang selalu saya pegang dari dulu. Kedua, penyelundup pasti tidak senang. Itu sudah menjadi tekad. Kalau dia menamakan dirinya penyelundup, itu pasti akan jadi musuh saya. Kalau kalangan internal tidak senang, saya akan mendekati mereka untuk menyampaikan bahwa mereka tidak perlu tak senang kepada saya. Untuk apa tidak senang? Saya tidak pernah merasa berambisi. Saya akan terus melakukan konsolidasi dengan para pejabat yang lain dan senior saya.
Ketika di Tanjung Priok, Anda melakukan penyegaran personel. Itu akan dilakukan juga di sini?
Di Priok itu konteksnya adalah kantor modern. Pak Anwar Suprijadi mencanangkan Priok harus menjadi kantor modern. Tidak hanya kantornya, tapi juga perilakunya. Saya menerjemahkan kantor modern itu, pertama-tama, perilakunya harus berubah. Bebas KKN itu harus menjadi prioritas utama. Kalau kita bebas KKN, kita akan bisa melayani tanpa ikatan dan kedekatan. Kedua, kita akan bisa mengawasi dengan optimal. Sedekat apa pun, kalau dia memang salah, ya, harus ditindak. Kalau baik, ya, harus diberi pelayanan baik.
Soal kesejahteraan pegawai, masih adakah imbalan kalau berhasil menangkap barang selundupan?
Itu ada dalam undang-undang. Namanya ganjaran atau premi. Itu merupakan dorongan atau motivasi untuk bekerja jadi lebih baik. Tapi bukan itu sasaran utamanya. Bukan berarti, kalau tidak mendapat premi, kita merasa sedih. Sebab, kita sudah dapat remunerasi. Ini harus cukup.
Di Batam, ada beberapa kasus, Bea dan Cukai ditengarai tidak dibantu oleh instansi lain dengan alasan mereka belum memperoleh remunerasi yang sama....
Sebetulnya tidak boleh melihat dari sisi itu. Kami memperoleh remunerasi karena berhubungan dengan revenue collection. Kalau revenue collection bisa mencapai titik optimum, hasilnya juga untuk teman-teman yang lain. Prosesnya sekarang Kementerian Keuangan, Badan Pemeriksa Keuangan, dan Mahkamah Agung. Tahun ini giliran Tentara Nasional Indonesia dan Kepolisian RI. Memang harus berjenjang, karena Indonesia tidak bisa membayar sekaligus. Salah satu tulang punggungnya adalah Direktorat Jenderal Bea dan Cukai. Ya, mari kita bersinergi.
Petugas instansi lain kerap mengatakan, kalau mau menangkap orang, harus ada etikanya. Harus "berkoordinasi"....
Kami tentu akan berkoordinasi, tapi tentu tidak yang bersifat negatif. Koordinasi itu harus positif.
Ditjen Pajak dan Ditjen Bea-Cukai disebut harus memiliki jaringan luas dalam arti positif agar level of playing field-nya setara dengan "pihak sana". Anda bagaimana?
Saya enggak ngerti. Saya selalu dengan positive thinking bahwa kita semua masih merah putih. Jadi, kalau disebut perlu link seperti itu, saya terus terang tidak punya. Tapi saya tentu mencari hubungan kerja yang baik dengan siapa saja. Saya selalu khusnudzon. Saya akan berhubungan baik dengan siapa saja dan menjalankan pekerjaan sesuai dengan aturan yang ada.
Inspeksi mendadak anggota Dewan Perwakilan Rakyat terhadap dua kontainer berisi BlackBerry berujung pada tekanan kepada Menteri Keuangan agar memangkas Komisi Pengawasan Perpajakan. Apa pendapat Anda?
Saya berpendapat, siapa pun yang memberi tahu ada kesalahan, saya akan sangat senang. Untuk urusan negara, semua pihak harus punya kepentingan yang sama. Kalau saya, siapa pun yang memberi masukan yang baik untuk kebaikan organisasi akan saya terima dengan senang hati. Tidak harus Komisi Pengawas. Meski memberi tahu tanpa nama. Tapi tetap saya mintakan konfirmasi dulu.
Kabarnya, menjelang pengangkatan Anda sebagai dirjen, ada politikus yang meminta bertemu tapi Anda tolak?
Begini, saya selalu harus menjaga profesionalisme. Sebelum saya diangkat menjadi dirjen, saya adalah direktur fasilitas. Jadi siapa pun yang datang mau membahas soal kedirjenan, saya tidak bisa menjawab. Posisi saya masih direktur fasilitas dan saya punya atasan yang namanya dirjen.
Politikus itu datang untuk menyampaikan informasi bahwa Anda akan menjadi dirjen?
Bukan datang sebetulnya, tapi menghubungi. Dia bilang, mari ngobrol. Saya tanya, ngobrol tentang apa? Dia bilang, "Katanya nama Anda sudah masuk". Saya sampaikan, saat ini saya direktur fasilitas. Saya punya direktur jenderal sebagai pemimpin. Saya harus loyal kepada beliau. Saya enggak boleh melakukan manuver seolah-olah saya berambisi mengejar posisi itu. Justru strategi saya adalah tidak melakukan apa-apa.
Anda juga tak mau berutang budi kepada politikus itu?
Itu pasti. Saya tidak mau berutang budi hanya untuk sebuah jabatan meskipun dirjen. Saya berpikir, Dirjen Bea-Cukai itu banyak beratnya daripada enaknya, kok.
Ada juga pejabat Bea dan Cukai yang, meski banyak pekerjaan, masih bisa merekam lagu atau membina sepak bola. Sebetulnya bagaimana aturannya?
Yang penting dia profesional. Dia bisa bekerja dengan baik di bidangnya. Selama dia masih perform, dia punya hak melakukan kegiatan di luar jam kerja. Sebetulnya yang paling penting profesionalisme dijaga. Kalau sekiranya kegiatan itu berpengaruh pada pekerjaan, sebaiknya dihindari.
Apakah akan dijadikan aturan baku, misalnya di Komisi Pemberantasan Korupsi, yang melarang petugasnya bermain golf?
Saya akan mencoba menyelami kondisi psikologis di sini. Secara etika itu sudah saya sampaikan. Jauhi KKN saya sebut tiga kali. Kalau masih ada yang tidak paham dengan itu, berarti memang harus ada yang di-brainstorming lagi.
Banyak yang bilang Anda adalah anak emas Anwar Suprijadi?
He-he-he. Pertama, saya adalah anak bapak dan ibu saya. Kedua, kalau dianggap Pak Anwar yang menemukan saya, itu karena dulu beliau pemimpin saya. Dan itu adalah sejarah yang tidak saya ingkari. Dan saya tidak peduli disebut anak emas, anak loyang, atau anak kencana. Beliau adalah pemimpin saya. Dan saya loyal kepada beliau, sama loyalnya dengan pemimpin sesudahnya dan sebelumnya.
Betulkah kenaikan golongan Anda sangat cepat?
Jabatan itu kepercayaan. Jadi, kalau Anda tanya, karena beliau saya naik, ya, tanyakan kepada beliau. Saya berusaha mengoptimalkan kapasitas dan kemampuan saya dalam menjalankan tugas. Pemimpin yang menilai. Dan ingat, penilaian pemimpin itu tidak hanya karena gebrakan. Ada banyak faktor. Dan yang menilai juga banyak pihak.
Golongan Anda sekarang sudah IVd?
Katanya belum. Masih menunggu satu tahun lagi. Tahun depan sudah IVd. Makanya normal-normal saja. Enggak ada yang enggak normal.
Bagaimana cara Anda menghadapi para penyelundup kakap? Anda dipilih karena masih muda, energetik, banyak gagasan, berani menggebrak, itu kan memberikan janji. Kalau tidak bisa menangani, Anda akan dicap sama saja dengan pendahulu....
Jawaban saya sederhana. Doakan saja saya bisa. Doakan saya bisa bekerja sebaik-baiknya.
Ir Agung Kuswandono, MA
Tempat dan tanggal lahir: Banyuwangi, Jawa Timur, 29 Maret 1967
Pendidikan:
Karier:
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
- Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
- Akses penuh seluruh artikel Tempo+
- Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
- Fitur baca cepat di edisi Mingguan
- Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo