Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Wawancara

<font size=2 color=#CC0000>Sri Mulyani Indrawati:</font><br />Kelompok Menengah-Bawah Akan Badly Hurt

19 Mei 2008 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

SETELAH beberapa kali menjamin tak akan menaikkan harga bahan bakar minyak sampai 2009, Presiden Susilo Bambang Yudhoyono terpaksa menjilat ludahnya sendiri. Tiga pekan lalu, ia menyatakan akan menaikkan harga minyak dalam kisaran 20-30 persen.

Namun pengumuman belum juga dilakukan, sementara aksi antikenaikan harga minyak sudah meledak di seluruh penjuru Tanah Air. Gesekan bahkan mulai terjadi antara pengunjuk rasa dan polisi. Ihwalnya, para demonstran dianggap mengganggu ketertiban dengan mencoba memblokade stasiun pengisian bahan bakar umum.

Bahan bakar minyak memang komoditas yang menjadi hajat hidup orang banyak di Indonesia. Di sisi lain, saat ini pemerintah menghadapi situasi pelik lantaran harga minyak dunia terus membubung menembus US$ 125 per barel. Bila harga minyak tidak dinaikkan, subsidi minyak dan listrik diperkirakan akan membengkak hingga Rp 265 triliun. Itu berarti memakan seperempat anggaran negara.

Salah satu menteri yang ekstrasibuk gara-gara tingkah liar si emas hitam ini adalah Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati. Mengenakan batik terusan berwarna ungu, Bu Menteri menjelaskan panjang-lebar alasan pemerintah menaikkan harga minyak kepada Tempo di kantornya, di Lapangan Banteng, Jakarta Pusat, Jumat siang pekan lalu.

Apa pengaruh terhadap anggaran jika pemerintah menaikkan harga bahan bakar minyak 30 persen?

Kenaikan harga bahan bakar bukan hanya masalah anggaran pendapatan dan belanja negara, tapi harus dilihat dimensi yang lebih besar lagi. Kami tidak cuma melihatnya dari aspek membengkaknya subsidi bahan bakar dari Rp 126 triliun menjadi Rp 190 triliun, tapi mari kita lihat keseluruhannya.

Apa sebabnya pemerintah akhirnya memutuskan menaikkan harga bahan bakar minyak, padahal sebelumnya ngotot tidak akan menaikkannya sampai 2009?

Pertama, pemerintah melihat keseluruhan postur anggaran. Dengan kenaikan harga minyak yang diperkirakan Organisasi Negara-negara Pengekspor Minyak (OPEC) bisa sampai US$ 200 per barel, apakah pemerintah mau membiayai subsidi terus? Dengan kenaikan harga minyak, subsidi untuk bahan bakar saja membengkak sampai Rp 190 triliun. Dengan tidak menaikkan harga bahan bakar, terjadi disparitas harga yang tinggi sekali dengan negara-negara tetangga, yang deviasinya sudah di atas 100 persen. Harga premium di Singapura Rp 14 ribu, di Thailand Rp 11 ribu, dan di Vietnam Rp 8.000, sedangkan di Indonesia cuma Rp 4.500 per liter.

Apa dampak dari situasi itu?

Lantaran harga bahan bakar dianggap murah oleh masyarakat, mereka mengkonsumsi seperti biasa. Konsumsi jadi meningkat. Kami perkirakan konsumsi sampai akhir tahun naik lebih tinggi 5 juta kiloliter dari pagu yang dianggarkan, sebesar 35,5 juta kiloliter, yang membuat subsidi jadi membengkak. Adapun disparitas harga menyebabkan terjadinya penyelundupan minyak ke luar negeri. Kami menduga konsumsi premium dan solar pada Maret dan April agak tinggi karena terjadi penyelundupan.

Adakah faktor lain yang membuat pemerintah akhirnya menaikkan harga minyak?

Pelaku ekonomi melihat postur anggaran negara menjadi tidak sehat, defisit membengkak karena belanja subsidi melonjak, dan akibatnya kepercayaan akan menurun. Ini muncul dalam bentuk nilai tukar yang mulai melemah (Rabu pekan lalu nilai tukar Rp 9.300 per dolar, melemah dibanding penutupan sehari sebelumnya, Rp 9.237). Kejadian ini persis seperti 2005. Kurs merosot menjadi Rp 9.500, Rp 9.575, bahkan pernah Rp 9.600.

Pemerintah ingin mendapatkan kembali kepercayaan pasar?

Pemerintah tidak ingin siklus ketidakpercayaan itu mulai masuk ke indikator lainnya. Tidak hanya mempengaruhi anggaran, tapi juga memperburuk nilai surat utang negara, suku bunga, dan indeks saham, yang dalam empat bulan terakhir kapitalisasinya sudah turun sekitar Rp 300 triliun. Ini masalah persepsi. Pasar menganggap situasi tidak sustainable atau, kalaupun masih sustainable, pemerintah akan dilihat ngos-ngosan.

Benarkah subsidi minyak lebih banyak dinikmati masyarakat golongan menengah-atas?

Yang luar biasa penting adalah aspek sosial keadilan. Siapa sebenarnya yang menikmati subsidi Rp 190 triliun ini? Anda punya berapa mobil di rumah? Mobil itu setidaknya membutuhkan bensin 10 liter setiap hari. Kalau dikalikan 25 hari kerja, berarti ada 250 liter kali harga premium. Subsidi yang dinikmati lebih dari Rp 1 juta tiap bulan. Padahal orang-orang kaya bisa memiliki tiga atau lima mobil dengan cc (kapasitas mesin) yang lebih besar. Jadi, 70 persen subsidi bahan bakar itu dinikmati kelas menengah ke atas. Belum kalau bicara soal subsidi listrik, yang diperkirakan naik jadi Rp 75 triliun. Siapa yang menikmati subsidi listrik? Masyarakat yang di rumahnya memiliki penyejuk udara dan kulkas lebih dari satu.

Bukankah masyarakat kelas bawah juga sudah menikmati berbagai bantuan dari pemerintah?

Coba kita bandingkan dengan anggaran pemerintah untuk kemiskinan. Program pemerintah berupa asuransi kesehatan untuk masyarakat miskin, jaminan kesehatan, atau beras untuk rakyat miskin, dan lain-lain, total hanya bernilai Rp 60 triliun. Itu amat kecil dibanding total subsidi listrik dan bahan bakar, yang Rp 265 triliun. Apakah negara ini cukup bermoral untuk mendesain suatu anggaran yang sebagian besar dinikmati kelompok masyarakat yang seharusnya menanggung lebih banyak? Orang-orang kaya itu bayar pajak tidak? Banyak contoh orang kaya yang tidak mau membayar pajak. Bayar pajaknya hanya kalau ketahuan, sementara mereka menikmati anggaran habis-habisan.

Tapi kenaikan harga minyak akan membebani seluruh masyarakat….

Pemerintah memahami betul kenaikan ini akan mempengaruhi semua sendi masyarakat. Dalam membuat kebijakan, pemerintah tidak bisa mengeliminasi semua yang akan terpengaruh dari kenaikan itu. Yang bisa dilakukan pemerintah adalah mengurangi dampak yang paling pahit, lagi-lagi kelompok yang paling bawah. Dengan mengambil subsidi yang tadinya dinikmati orang kaya, pemerintah bisa menambah bantuan langsung tunai Rp 14 triliun, anggaran beras untuk rakyat miskin ada tambahan Rp 4 triliun, dan lain-lain.

Kelompok masyarakat ”nyaris miskin” yang gajinya di bawah Rp 2 juta pasti akan terbebani biaya transportasi. Tidak ada subsidi untuk tarif transportasi umum?

Untuk sementara, tarif transportasi umum tidak akan dinaikkan. Tarif kereta api Jabotabek kelas ekonomi dan busway tidak naik dulu. Tapi terus terang pemerintah tidak bisa mensubsidi transportasi umum yang dimiliki swasta. Memang yang paling berat menghadapi kenaikan harga minyak adalah kelompok ”nyaris miskin” dan menengah-bawah. Kelompok masyarakat miskin diproteksi dengan berbagai program. Kelompok menengah-atas barangkali tidak akan terpengaruh. Kelompok menengah-bawah inilah yang akan badly hurt.

Apa yang dilakukan untuk membantu kelompok ini?

Kelompok menengah-bawah mulai pegawai negeri golongan II-A yang paling bawah sudah dinaikkan gajinya. Dulu Rp 750 ribu sekarang menjadi Rp 1,6 juta. Ada kenaikan berkala 15 persen sampai hampir 20 persen dan gaji ke-13. Uang lauk-pauk Tentara Nasional Indonesia/Kepolisian RI juga dinaikkan. Pemerintah juga akan meningkatkan penyaluran kredit untuk rakyat. Jadi pemerintah berusaha menangani hampir semua kelompok masyarakat. Tentu dengan cara berbeda-beda. Kompensasi diberikan dengan berbagai latar belakang desain.

Tapi tetap akan ada kelompok yang tidak terbantu?

Tidak ada design policy yang 100 persen sempurna. Semua ikhtiar sudah pemerintah lakukan.

Seberapa besar kenaikan harga minyak akan mempengaruhi pertumbuhan ekonomi?

Sewaktu pemerintah menaikkan harga bahan bakar pada Maret 2005 sebesar 30 persen, pertumbuhan produk domestik bruto pada kuartal ketiga malah baik. Memang sewaktu pemerintah menaikkan harga 114 persen pada kuartal keempat, pada semester pertama 2006 terjadi kontraksi. Konsumsi domestik langsung anjlok, inflasi mencapai 17 persen, tapi pertumbuhan masih di atas 5 persen. Pada semester berikutnya sudah recover dan, setelah itu, pertumbuhan terus-menerus di atas 6 persen sampai kuartal pertama tahun ini.

Kenaikan harga minyak kali ini tidak akan memperlambat pertumbuhan ekonomi?

Kalau berbicara soal kenaikan 30 persen, memorinya harus yang kenaikan 30 persen. Jangan yang 114 persen. Jangan lupa pula, selama dua tahun setelah kenaikan pada Oktober 2005, sebetulnya dunia usaha sudah tidak menikmati subsidi lagi. Bahan bakarnya sudah harga pasar. Jadi beda dengan 2005. Mereka memang shocked betul karena waktu itu solar untuk industri dihilangkan dari daftar subsidi.

Bank Indonesia sudah menaikkan suku bunga. Pasti akan terjadi pengetatan likuiditas di masyarakat. Apakah itu tidak akan mempengaruhi pertumbuhan ekonomi?

Bank sentral di seluruh dunia menghadapi dilema yang sama. Mereka tahu sekarang dunia menghadapi inflasi tinggi. Honeymoon inflasi rendah sudah berakhir. Bank sentral di seluruh dunia sedang diuji kemampuannya. Mereka dalam posisi dilematis. Kalau mereka sama sekali tidak merespons, katakanlah suku bunga tetap rendah, sooner or later akan muncul dampaknya terhadap perekonomian. Jadi mereka akan merespons yang pas. Tapi itu domainnya Pak Boediono.

Mengapa pemerintah masih memakai data tahun 2005 untuk bantuan langsung tunai?

Badan Pusat Statistik sudah meng-update 1.000 kecamatan lagi. Nanti updating sambil jalan saja.

Apakah ada perubahan daftar penerima bantuan?

Terus terang saya tidak in charge dalam hal itu. Saya tidak punya data rinci. Tapi secara logika pasti ada perubahan. Selama dua tahun terakhir, ada boom harga minyak sawit, batu bara, atau cokelat yang tinggi. Siapa yang menikmati? Semua pulau di luar Jawa. Kemiskinan di Sumatera, Kalimantan, dan Sulawesi saya perkirakan turun. Kalau mereka mengatakan orang miskin naik, itu karena ingin mendapat bantuan saja. Menurut Wakil Presiden Jusuf Kalla, orang Jawa saja yang menderita sekarang.

Bagaimana pergulatan di kabinet untuk memutuskan kenaikan harga minyak?

Tidak ada pergulatan. Tidak ada drama.

Ada menteri yang tidak setuju?

Selama empat tahun di kabinet, rasanya tidak ada menteri yang secara terbuka mengatakan tidak setuju. Paling ada yang mempertanyakan apakah sudah melihat aspek ini-itu. Dinamikanya pasti ada. Saya rasa cukup wajar. Saya tidak mengatakan, ”Oh, semuanya gampang seperti kita sedang duduk minum teh.” Komunikasi para menteri, Wakil Presiden, dan Presiden dengan partai politik dan Dewan Perwakilan Rakyat pasti memberikan warna.

Tapi belakangan semua partai politik menolak kenaikan harga minyak?

Menggunakan kalimat Pak Wakil Presiden, menjelang pemilu, partai politik mana yang mau mengatakan, ”Wah, bagus banget menaikkan harga minyak.” Menjelang pemilihan umum, mereka mengkritik lebih dulu dan akhirnya bisa memahami mengapa pemerintah melakukan ini. Pemerintah bisa memahami mereka ingin mendapatkan kredit dari konstituen.

Kapan pemerintah akan mengumumkan kenaikan harga minyak?

Pada 22 Mei 2008, pemerintah akan mulai menyalurkan bantuan langsung tunai dulu. Kalau hal ini berjalan cukup baik dan aman, kenaikan harga minyak akan diumumkan satu-dua hari sesudah itu.

Sri Mulyani Indrawati

Tempat dan tanggal lahir: Tanjung Karang, Lampung, 26 Agustus 1962

Pendidikan:

  • Sarjana Fakultas Ekonomi Universitas Indonesia, 1986
  • Master of Science of Policy Economics, University of Illinois, Urbana-Champaign, Amerika Serikat, 1990
  • PhD of Economics, University of Illinois, Urbana-Champaign, 1992

Karier:

  • Staf pengajar Fakultas Ekonomi Universitas Indonesia 1988-2004
  • Anggota Dewan Ekonomi Nasional, 1999-2001
  • Konsultan USAID di Atlanta, Georgia, Amerika, 2001-2002
  • Direktur Eksekutif Dana Moneter Internasional, 2002-2004
  • Menteri Negara Perencanaan Pembangunan Nasional/Ketua Bappenas, 2004-2005
  • Menteri Keuangan, 2005-sekarang

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus