Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Wawancara

<font size=2 color=#FF9900>Agus Martowardojo:</font><br />Kok Jadi Begini Sulit

20 Juni 2011 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

SERANGAN bertubi-tubi ditujukan ke satu titik: Menteri Keuangan Agus Martowardojo. Para anggota DPR itu berkali-kali menegaskan keputusan pemerintah membeli saham Newmont harus melalui izin mereka. Agus sebenarnya telah melobi para wakil rakyat ini. Menteri nonpartai itu berkunjung ke Sekretariat Gabungan partai koalisi, di Jalan Diponegoro, Jakarta Pusat. Tapi upaya itu rupanya tak bersambut.

Kini pemerintah tetap memutuskan membeli saham. Menurut Agus, proses politik seharusnya tak menghambat divestasi tujuh persen saham Newmont, dan keputusan investasi melalui Pusat Investasi Pemerintah bisa berjalan tanpa izin DPR. Apalagi prospek Newmont terbilang moncer. Tapi ada kendala lain, yakni izin pengalihan saham dari Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral yang tak kunjung keluar. ”Beli tinta dulu,” kata Agus menjawab pertanyaan wartawan sambil bercanda di gedung DPR, Senin pekan lalu.

Pemerintah membeli tujuh persen saham Newmont Nusa Tenggara sesuai dengan kontrak karya pertambangan 1986. Nusa Tenggara Partnership wajib menjual 51 persen saham secara bertahap kepada Indonesia. Saat ini, 20 persen saham dikuasai PT Pukuafu Indah milik Jusuf Merukh. Sedangkan 24 persen saham dikuasai PT Multi Daerah Bersaing. Perusahaan ini merupakan patungan Provinsi Nusa Tenggara Barat, Kabupaten Sumbawa Barat, dan Kabupaten Sumbawa dengan PT Multicapital—anak perusahaan PT Bumi Resources Tbk dari Grup Bakrie.

Pemerintah lalu memutuskan membeli sisa saham divestasi yang tinggal tujuh persen. Agus menambahkan, pemerintah mematok syarat ketat sehingga tak akan rugi dan tak akan terkena soal hukum. Jumat dua pekan lalu, Agus menerima Nugroho Dewanto, Yandi M. Rofiyandi, dan fotografer Dwianto Wibowo di kantornya. Ia memaparkan latar belakang keputusan pemerintah membeli saham Newmont panjang-lebar. Polemik pembelian saham Newmont plus rutinitas telah menguras waktunya. ”Saya tak sempat olahraga sehingga berat badan naik,” katanya.

Benarkah perebutan saham Newmont ini merupakan perseteruan Menteri Keuangan dengan keluarga Bakrie?

Tidak. Saya pribadi relatif dekat dengan semua pengusaha. Dalam kesempatan ini kami ingin menjaga kepentingan negara. Saya yakin pemerintah daerah dan perusahaan swasta menghormati dan tahu bahwa ini kewenangan pemerintah.

Kabarnya, Anda ketemu dengan Nirwan Bakrie?

Pemerintah masuk diwakili Menteri Keuangan. Seperti ketika hendak masuk rumah, harus memberi tahu semua yang ada di dalam rumah. Kami bertemu dengan pemilik Newmont, Gubernur Nusa Tenggara Barat, Pak Jusuf Merukh, dan keluarga Bakrie. Semuanya dilakukan sebelum keputusan kami masuk. Jadi kami yakin, semua yang ada di dalam perusahaan tahu. Meskipun yang masuk itu pemerintah, kami ingin menunjukkan sebagai pemerintah yang santun, punya iktikad baik, dan ingin mendapat dukungan.

Kalau diibaratkan, pemerintah seperti pemilik real estate tapi harus permisi kepada pemilik rumah....

Ha-ha-ha.... Pemilik dan regulatornya. Penting disampaikan mengenai Pusat Investasi Pemerintah yang identik dengan sovereign wealth fund, sehingga memungkinkan kami masuk. Bendahara negara mempunyai kewenangan mengelola investasi negara itu. Tak mungkin dikesankan negatif karena bukan BUMN yang statusnya publik dan sebagian ada saham swasta. Pusat Investasi Pemerintah menggunakan dana sendiri, tidak meminjam dan menggunakan nama pemerintah pusat.

Bagaimana mekanisme persetujuan anggaran Pusat Investasi Pemerintah di DPR?

Ketika Pusat Investasi mau mendapat anggaran, harus ada persetujuan Badan Anggaran DPR. Tahun pertama dijalankan berdasarkan rambu. Setelah dana bergulir, penggunaan dana ditetapkan pemerintah melalui bendahara negara, tak perlu ke DPR. Statusnya badan layanan umum sehingga setiap akhir tahun melapor dan melakukan konsolidasi dengan Kementerian Keuangan. Pusat Investasi sudah membiayai rumah sakit di Sulawesi Tenggara, lapangan terbang di Kuala Namu, ikut membebaskan tanah jalan tol. Dana tak boleh didiamkan dan tak memperoleh penghasilan. Dana dipakai untuk investasi yang diatur dengan rambu yang benar dan disertai pengawasan. Semua sudah bergerak di bawah Menteri Keuangan.

Bukankah dulu Pusat Investasi lebih ke infrastruktur? Mengapa sekarang terjun ke tambang?

Saat pertama 2007, disampaikan eksplisit pengalokasian dana Pusat Investasi untuk infrastruktur dan perumahan. Tapi itu tahap pertama. Setelah bergulir, sifatnya sudah investasi umum dan tak perlu persetujuan. Kewenangan bendahara negara adalah mengelola investasi seperti dalam bentuk surat berharga, saham, dan investasi langsung.

Apakah Pusat Investasi punya cukup energi untuk masuk ke industri strategis?

Pusat Investasi kan sovereign ­wealth fund. Idealnya pemerintah punya perusahaan investasi dalam bentuk BUMN. Perusahaan ini bisa menghimpun dana dari pihak ketiga, dana strategis, penataan industri, dan percepatan pembangunan Indonesia. Mungkin nanti bentuknya seperti perusahaan investasi yang ada di Singapura dan Malaysia. Kita perlu mengundang swasta nasional dan asing untuk investasi, termasuk infrastruktur, sehingga perlu proses akuntabel dan transparan. Sudah ketinggalan zaman memberikan kepada kelompok. Bukannya dibangun, malah hanya dijadikan perdagangan izin.

Dalam pembelian tujuh persen saham Newmont, mengapa pemerintah menetapkan sejumlah syarat ketat?

Pada 2008-2009, Menteri Keuangan pernah menggunakan dana Pusat Investasi untuk membeli kembali saham BUMN yang rontok di pasar modal. Pemerintah meminta izin kepada DPR karena ada potensi rugi. Sekarang kita yakin untung dan ada klausul yang dipasang, sehingga pemerintah tak rugi. Kita tak mau pemerintah berisiko rugi. Misalnya, perusahaan harus mengembalikan dana pemerintah kalau harga saham perdana ketika IPO membuat saham pemerintah turun. Kalau ada tuntutan, kita minta dibayar. Semua pengamanan sudah dilakukan. Kita sedang berproses untuk bernegara lebih baik. Pemerintah menjalankan kewenangan dan tujuan untuk kebaikan.

Apakah pengamanan itu termasuk mencegah potensi tuntutan hukum, karena kabarnya masih ada tuntutan?

Iya, kami memperhitungkan itu. Kami yakin bahwa pemerintah dalam posisi tawar tinggi. Kami tahu, sejumlah perusahaan membeli saham harus meminjam uang dengan bunga tinggi. Pemerintah pusat masuk tidak dengan utang dan tanpa kerja sama dengan pihak ketiga.

Bagaimana solusi akhirnya?

Secara pengelolaan sistem tata negara, menurut saya sudah selesai. Tinggal bayar. Tapi ada proses politik yang dilalui. Semoga DPR mendukung. Saya tadinya merasa tak perlu ke BPK dan Mahkamah Konstitusi. Seharusnya bisa bicara sampai tuntas. Tujuannya jelas, semua masuk ke negara. Tapi ada proses panjang yang harus dilalui. Saya berharap pemerintah terus solid dan warga menghormati ketetapan pemerintah.

Mengapa Kementerian Energi tak segera menerbitkan izin atas pengalihan saham ini?

Surat izin dijanjikan keluar pada hari sama ketika perjanjian jual-beli selesai pada 6 Mei. Menteri Energi sudah menyatakan efektif 18 Mei tapi surat tak lengkap. Surat lengkap sampai sekarang belum keluar dan saya imbau cepat. Investor tentu ingin ada kepastian. Kalau kita tak hati-hati, lewat satu tanggal, kesempatan meraih investasi besar hilang.

Apakah Anda serius, kalau rencana pemerintah membeli tujuh persen saham ini dihalangi terus, akan tetap mundur?

Kami dalam bekerja kan ada idealisme. Saat bekerja, kami ingin melakukan yang terbaik untuk negara. Kami yakin transaksi ini baik dan efektif bagi negara. Bukan berarti nasionalisme sempit. Kalau dihalangi, kami tak akan bisa membuat negara ini mewujudkan amanat konstitusi untuk kesejahteraan rakyat. Kalau digagalkan tentu akan membuat mimpi kita tak terwujud. Untuk membuktikan kami serius dan bertanggung jawab, kami akan mundur.

Dalam proses pembelian Newmont, mengapa Anda sampai melakukan lobi politik, termasuk Sekretariat Gabungan partai koalisi?

Kami memutuskan memiliki tujuh persen saham Newmont karena potensi penerimaan negara. Industri ekstraktif Indonesia belum tertata. Kami yakin dudukan hukumnya benar. Kami instruksikan Pusat Investasi Pemerintah melakukan pembelian, sales and purchase agreement, lalu lapor ke DPR. Rupanya DPR berkeinginan pemerintah minta izin dulu. Sedangkan pemerintah yakin mempunyai kewenangan. Kami melakukan pertemuan intensif, tapi masing-masing dengan keyakinannya. Saya kira perlu ada lobi dan forum untuk menjelaskan. Kami berkesempatan ketemu Sekretariat Gabungan di Jalan Diponegoro, Jakarta.

Arah keputusan belum bulat, artinya belum ada titik temu?

Hasilnya memang belum bulat dan perlu pendalaman. Saya sebagai bendahara umum negara sudah menjelaskan semua tujuan dan pertimbangan hukum. Tapi perlu ada forum untuk meyakinkan DPR. Tentu ini menjadi proses politik.

Apakah benar Sekretariat Gabungan kurang mendukung karena menganggap pemerintah baru datang setelah keadaan terjepit?

Karena kebetulan jadwalnya padat. Kalau harus menjelaskan kepada semua pihak dan menjadi beban kami, mungkin tak bisa sempurna. Tapi kami selalu berkomunikasi. Saya tak mau dianggap tanpa komunikasi, karena ini persoalan sederhana yang seharusnya lancar.

DPR membawa masalah ini ke Badan Pemeriksa Keuangan, bagaimana Anda menanggapinya?

DPR akan mengirim masalah ini ke BPK untuk pemeriksaan tujuan khusus. Saya mewakili pemerintah ingin mengajak DPR mencari solusi dan mencapai kesepakatan sebagai mitra kerja. Tapi DPR yakin, persoalan ini harus ke BPK. Kami tak menganggapnya sebagai masalah dan ikut. Kalau jadi ke BPK, tolong yang 24 persen juga disampaikan. Seandainya tak dilakukan, pemerintah bisa meminta langsung ke BPK. Kami perlu menyampaikan bahwa perjanjian jual-beli yang mengikat pemerintah dan Newmont sudah dilakukan, tapi belum bayar. Jadi bukan menjadi dasar BPK melakukan pemeriksaan karena belum dibayar.

Hasil audit BPK terhadap APBD, bukankah seharusnya kelihatan ada disclaimer ketika tak ada kejelasan dividen?

Hasil audit bisa kita baca dan di situ semua fakta dapat terangkat. Apakah pendirian perusahaan daerah sesuai dan memiliki peraturan daerah? Apakah pemerintah daerah menerima dividen? Apakah uangnya diterima, ditahan dulu, dan kapan dibayarkan? Ini kan isu yang akan diperiksa dan dikonfirmasi auditor. Saya rasa bisa dilakukan untuk asas keterbukaan. Apalagi masyarakat, khususnya Nusa Tenggara Barat, ingin mengetahui masalah ini.

Undang-Undang Mineral dan Batu Bara memungkinkan bupati menerbitkan izin tambang, apakah para pengusaha ini menjalankan standar internasional?

Saat ini ada 8.400 izin wilayah kerja pertambangan karena aturan memungkinkan bupati menerbitkan izin. Saya yakin banyak yang melakukan ekspor ilegal, tak bayar royalti dan pajak. Pemerintah harus menertibkan dan mulai dari industri besar, yakni ekstraktif. Kami menghormati dan menjaga kontrak yang ada dan jangan diubah sepihak. Tapi kontrak yang tak seimbang tak bisa dipertahankan. Ini sangat melukai kebenaran dan keseimbangan.

Anda pernah mengusulkan membawa masalah ini ke Mahkamah Konstitusi?

Kami menyarankan ke Mahkamah Konstitusi bukan dalam arti ada sengketa. Pemerintah ingin melakukan pembelian, DPR tak setuju. Jadi ini perbedaan yang bisa ditanyakan kepada Mahkamah Konstitusi. Kami bermaksud konsultasi saja ke Mahkamah untuk minta pendapat hukum sebagai dasar menindaklanjuti.

Banyak yang mengatakan keinginan pemerintah daerah menguasai tujuh persen adalah aspirasi rakyat meskipun 75 persennya saham swasta. Anda melihat aspirasi rakyat?

Kami tahu pemerintah daerah bekerja sama dengan swasta. Pengusaha swasta ingin memperoleh bisnis itu sah saja. Tapi, demi hukum, pemerintah mendapat kesempatan pertama dan mengambilnya, harus dihormati. Kami ingin setiap instansi taat asas bahwa negara akan masuk. Kalau swasta masuk dalam bidang usaha tak pernah ada masalah, selalu didukung pemerintah, mengapa sekarang negara mau masuk kok menjadi begini sulit?

Agus Martowardojo
Tempat dan tanggal lahir: Amsterdam, Belanda, 24 Januari 1956 Pendidikan: Sarjana Ekonomi Universitas Indonesia | Banking & Management Courses, State University of New York Karier: Direktur Utama Bank Bumiputera, 1995-1998 | Direktur Utama Bank Ekspor Impor Indonesia, 1998 | Managing Director Bank Mandiri, 1999-2001 | Direktur Utama Bank Permata, 2002-2005 | Direktur Utama Bank Mandiri, 2005-2010 l Menteri Keuangan, 20 Mei 2010-sekarang

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
>
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum