Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
JATUHNYA perekonomian negara maju—”lokomotif” perekonomian dunia—mulai memukul negara berkembang. Asia akan menerima pukulan lebih parah jika negara-negara maju mempersempit pasar domestik mereka dengan kebijakan proteksionistme.
Persoalan inilah yang dikhawatirkan Haruhiko Kuroda, Presiden Bank Pembangunan Asia. Dia mengimbau kebijakan melindungi industri dalam negeri sebaiknya tidak dilakukan saat ini. ”Berbahaya bila setiap negara ingin menyelamatkan industri domestiknya,” kata pria 64 tahun itu. Soalnya, sampai saat ini, banyak negara Asia yang hidup dari menggantungkan ekspor ke negara maju.
Kendati suasana secara umum muram, pria bersuara lirih ini tak kehilangan harapan. Dampak terberat krisis tetaplah di negara maju. ”Negara berkembang di Asia masih bisa tumbuh ekonominya,” ujar guru besar emeritus di Universitas Hitotsubashi, Tokyo, itu.
Awal Mei mendatang, para anggota Dewan Gubernur Bank Pembangunan Asia berencana menggelar pertemuan tahunan ke-42 di Bali. Pembicaraan akan difokuskan pada krisis ekonomi global dan pemecahannya bagi negara-negara Asia. Salah satunya tentang paket pinjaman berbunga rendah untuk memacu pembangunan infrastruktur.
Di sela kunjungan kepada Presiden Susilo Bambang Yudhoyono untuk menyampaikan rencana pertemuan di Bali itu, Kuroda menerima Arif A. Kuswardono, Padjar Iswara, Harun Mahbub, dan Bunga Manggiasih dari Tempo di ruang bisnis sebuah hotel di kawasan Senayan, Jakarta Selatan, Selasa pekan lalu. Kendati ditemani beberapa anggota stafnya, Kuroda menjawab sendiri semua pertanyaan yang diajukan Tempo.
Bagaimana dampak krisis global terhadap negara-negara di Asia, termasuk Indonesia?
Krisis ekonomi sekarang ini terjadi di mana-mana. Ekonomi kita bergantung pada pemain-pemain besar. Jadi, ketika Amerika Serikat dan Eropa mengalami kesulitan finansial dan perlambatan ekonomi, Asia juga terpengaruh. Tingkat pertumbuhan ekonomi melambat, kinerja pasar saham menurun pada 2008. Tapi, sebelum September tahun lalu, dampaknya tak terlalu terasa di Asia. Sebab, Asia memiliki tingkat pertumbuhan yang luar biasa. Setelah September, ketika Lehman Brothers kolaps, perlambatan lebih tajam, dan credit crunch terjadi di seluruh dunia, termasuk Asia.
Seberapa jauh krisis ini akan berpengaruh?
Negara maju seperti Jepang, Hong Kong, dan Korea Selatan akan mengalami pertumbuhan minus tahun ini. Negara berkembang seperti India, Cina, dan Indonesia masih mendapatkan pertumbuhan positif, meski ada penurunan signifikan. Misalnya, Indonesia tahun lalu tumbuh sekitar enam persen, tapi tahun ini melambat ke 4-5 persen. India tahun lalu sekitar tujuh persen, tahun ini mungkin enam persen. Cina pada 2008 masih tumbuh sembilan persen, tahun ini belum jelas, tapi mungkin akan berkisar tujuh persen. Pada 2007, ekonomi Asia tumbuh sangat tinggi, tahun 2008 mulai agak melambat, dan akan lebih melambat pada 2009.
Apa beda krisis ekonomi sekarang dengan krisis sebelumnya, misalnya krisis Asia 1998?
Krisis sekarang ini tidak seperti sepuluh tahun lalu, ketika ekonomi Asia runtuh. Sekarang yang paling terkena pukulan keras adalah negara yang perekonomiannya maju, seperti Jepang, Korea, Hong Kong, dan Singapura. Negara berkembang malah masih bisa tumbuh, tidak terkontraksi. Dulu negara berkembang juga ikut terkontraksi. Saya yakin tahun depan pertumbuhan akan pulih kembali.
Apa yang ditawarkan Bank Pembangunan Asia untuk membantu mengatasi dampak krisis di Asia?
Kami menawarkan bantuan teknis dan finansial. Sebelumnya, kami berencana memberikan pinjaman US$ 9 miliar untuk negara berkembang di Asia. Kini, kami akan mengucurkan dana tambahan US$ 6 miliar. Jadi, jumlahnya akan cukup besar. Namun sebetulnya modal dasar Bank Pembangunan Asia relatif kecil. Selama 14 tahun tidak ada kenaikan modal dasar yang cukup signifikan. Kami perlu lebih banyak modal untuk meningkatkan jumlah pinjaman ke negara-negara anggota. Kami sedang meminta para pemegang saham menambah setoran modalnya secara substansial, sehingga kami bisa meningkatkan bantuan finansial ke negara berkembang, termasuk Indonesia.
Kapan pinjaman itu bisa dikucurkan?
Kami berharap peningkatan modal dasar ini bisa disetujui para pemegang saham sebelum pertemuan di Bali, Mei mendatang. Tahun ini, Bank Pembangunan Asia berencana memberikan pinjaman US$ 750 juta untuk Indonesia. Pemerintah Indonesia meminta US$ 1 miliar, dan kami sedang mempertimbangkannya.
Negara-negara pemegang saham Bank Pembangunan Asia kan juga terkena krisis? Apakah mereka masih bisa meningkatkan setoran modal?
Ini aspek yang unik dari lembaga ini. Bahkan, jika peningkatan modal dasar 200 persen disetujui, hanya empat persennya yang harus dibayar tunai. Sisanya berbentuk komitmen dari negara anggota. Dengan leveraging yang besar, kami bisa mendapatkan dana dari pasar modal, sehingga bisa menyediakan pinjaman berbunga rendah bagi anggota. Ini cara yang sangat efisien.
Berarti Indonesia sebagai anggota harus ikut menambah setoran modalnya?
Ya, semua negara akan menambah setoran modalnya, tapi bisa dibayar bertahap dalam lima tahun. Saya rasa para anggota mendukung penambahan modal dasar ini. Sebab, jika modal bertambah, bantuan yang bisa diberikan juga lebih banyak. Indonesia merupakan salah satu negara peminjam terpenting di bank ini.
Apa yang harus dilakukan negara-negara di Asia, khususnya Indonesia, untuk meminimalkan dampak krisis?
Ada beberapa cara. Antara lain, pemerintah bisa mendorong proyek infrastruktur. Caranya cukup sederhana. Pemerintah tinggal menyediakan dana untuk membiayai proyek itu. Bank Pembangunan Asia bisa memberikan pinjaman. Kedua, Bank Pembangunan Asia juga menyediakan program pinjaman untuk pemerintah. Program ini untuk membantu pemerintah memperbaiki kebijakannya, institusi, manajemen fiskal, dan tata kelola pemerintahan.
Di Indonesia, stimulus fiskal pemerintah ke dunia usaha hanya 10 persen dari dana untuk pembangunan infrastruktur. Menurut Anda, jumlah itu cukup?
Saya rasa negara ini membutuhkan infrastruktur yang lebih baik. Kami akan mendukung pembiayaannya. Sekarang situasi ekonomi sulit, dan semua negara memberikan stimulus fiskalnya masing-masing. Tiap negara punya ruang kebijakan yang berbeda. Misalnya, Cina bisa memberikan stimulus yang besar untuk merangsang pertumbuhan. Tapi negara lain mungkin tidak seleluasa Cina. Indonesia memberikan satu persen dari produk domestik bruto dalam bentuk potongan pajak dan bantuan untuk orang miskin. Saya rasa itu sesuai dengan ruang kebijakan dan tingkat kesulitan pendanaan. Dalam situasi ekonomi seperti ini, umumnya kita tidak bisa mengharap ekspor dan investasi naik. Contohnya, ekspor Jepang turun, begitu pula Cina dan Amerika. Ekspor Indonesia sepertinya demikian juga. Dalam situasi seperti ini, konsumsi dalam negeri adalah elemen yang paling penting. Untuk tujuan ini, pemerintah harus mendesain strategi stimulus untuk mendorong konsumsi.
Apa pandangan Anda tentang kecenderungan proteksionisme di negara maju, seperti di Amerika?
Tindakan proteksi dalam situasi semacam ini akan sangat berbahaya. Risiko itu bukannya tidak ada. Negara-negara di Eropa dan Asia khawatir terhadap dampak rencana kampanye pembelian produksi dalam negeri Amerika Serikat (Buy America) yang diajukan ke Kongres Amerika. Kongres memang telah mengamendemen. Sejauh ini, saya lihat, belum ada negara yang menerapkan proteksionisme.
Apa yang bisa dilakukan negara maju untuk menolong negara berkembang agar bisa keluar dari krisis?
Ada dua cara. Pertama, tentu saja, kebijakan domestik. Krisis berasal dari negara maju, jadi mereka harus membenahi sektor finansialnya. Keadaan ekonomi mereka sekarang masih belum menentu. Kebijakan domestik ini sangat penting. Jika negara maju, seperti Jepang dan Amerika, sudah mampu membenahi sektor domestik mereka, pasti efeknya akan terasa ke negara berkembang. Ekonomi mereka akan tumbuh lagi, sehingga permintaan ekspor akan pulih. Negara maju juga harus tetap memberikan dukungan keuangan dan bantuan teknik. Saya pikir mereka akan melakukan itu. Dalam pertemuan G-20 pada November lalu, mereka menyatakan khawatir akan dampak negatif krisis terhadap negara berkembang. Bulan depan, menteri-menteri keuangan negara G-20 akan bertemu lagi, dan pemimpinnya berkumpul pada April untuk mendiskusikan krisis global. Saya pikir mereka akan memberikan tambahan bantuan bagi negara berkembang.
Bank Indonesia sudah memangkas suku bunga tiga kali, tapi tidak berhasil mendorong penguatan rupiah. Apa yang harus dilakukan untuk menahan pelemahan rupiah lebih lanjut?
Kalau kita melihat nilai uang di Asia, hampir semuanya mengalami depresiasi. Pengecualiannya hanya pada yen Jepang. Won Korea, peso Filipina, dong Vietnam, semuanya terdepresiasi. Tapi selama tiga tahun nilai dolar Amerika sudah terdepresiasi terhadap mata uang lain. Kalau enam bulan terakhir ini dolar terapresiasi, mungkin sudah siklusnya. Saya pikir rupiah tidak terdepresiasi terlalu dalam dibandingkan dengan mata uang regional lain. Nilai tukar uang tidak hanya terpengaruh kebijakan pemerintah, tapi juga pertumbuhan ekonomi, dan inflasi. Memang sulit menahan pelemahan mata uang. Penurunan pertumbuhan ekonomi Indonesia sebenarnya relatif lebih kecil dibandingkan dengan negara lain.
Apa saja masalah yang akan didiskusikan dalam pertemuan para pemimpin Bank Pembangunan Asia di Bali, Mei nanti?
Kami akan membicarakan dampak krisis global. Biasanya, dalam pertemuan tahunan, kami membicarakan isu jangka pendek, tapi kali ini kami membicarakan krisis yang sebenarnya merupakan isu jangka panjang. Penurunan pertumbuhan berarti peningkatan kemiskinan. Krisis ini juga berdampak pada pemangkasan pekerjaan, distribusi pendapatan yang makin timpang. Ini isu yang serius. Kami akan berusaha mendiskusikan solusinya. Bagaimana menghindari resesi yang lebih panjang, bagaimana memulihkan kondisi pasar modal, sembari mendorong proyek infrastruktur. Untuk memulihkan pasar modal, pemerintah memerlukan banyak dana, tapi ada batasan-batasan yang akan menimbulkan implikasi jangka panjang.
HARUHIKO KURODA
Tempat dan tanggal lahir: Kyushu, Jepang, 25 Oktober 1944
Pekerjaan:
Pendidikan:
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
- Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
- Akses penuh seluruh artikel Tempo+
- Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
- Fitur baca cepat di edisi Mingguan
- Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo