Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Wawancara

"Saya Membenci Kebijakan Pemerintah Bush"

26 Oktober 2003 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Ada persamaan antara Presiden Amerika Serikat George Walker Bush dan pimpinan Pondok Pesantren Daarut Tauhid, Abdullah Gymnastiar. Pekan lalu keduanya sama-sama melancong ke luar negeri. Sementara Presiden Bush datang ke Indonesia, Aa Gym—begitu sapaan Gymnastiar—malah meninggalkan Tanah Air menuju Arab Saudi. Yang satu mengundang Gym berdialog bersama pimpinan umat beragama lainnya, yang lain "membuang muka" dengan menolak menghadiri undangan itu.

Kunjungan Presiden AS di Bali selama empat jam, Rabu pekan lalu, memang tak lantas menjadi hambar tanpa kehadiran Aa Gym. Tapi banyak orang menilai penolakan kiai kondang itu "mencederai" kunjungan Bush. Apalagi undangan pertemuan itu bukan baru kemarin sore disampaikan kepada Aa Gym. Setidaknya, telah tiga bulan sebelumnya staf Kedutaan Besar AS di Jakarta mengontak Aa untuk menyampaikan undangan sang Presiden.

Gymnastiar, 41 tahun, beralasan sudah punya janji dengan jemaahnya untuk pergi umrah ke Tanah Suci. Tapi Gym mengakui bahwa ia menyampaikan protes terhadap serangkaian kebijakan Presiden Amerika terhadap negara berpenduduk muslim seperti Afganistan, Irak, dan Palestina. "Saya prihatin terhadap kebijakan-kebijakan Presiden Amerika itu," katanya.

Gym memang bukan kiai radikal yang biasa mengepalkan tinju jika tak setuju terhadap sesuatu. Ia memang pernah menggelar demo besar di depan Kedutaan AS beberapa waktu lalu. Tapi semua dilakukan dengan lembut hati. Sambil membopong putra kecilnya, ia menyampaikan surat protes kepada staf Kedutaan AS.

Lahir di Bandung, Jawa Barat, 29 Januari 1962, Gym semula bernama Yan Gymnastiar. Yan diambil dari kata Januari dan Gymnastiar dari kata gymnastic (senam), olahraga yang sangat disukai Engkus Kuswara, ayah Aa Gym. Nama depan Abdullah tambahan dari imam Masjidil Haram, Mekah, tatkala Yan menunaikan ibadah haji pertamanya pada 1987. "Saya senang karena nama saya lebih Islami," katanya seperti dikutip dalam buku Qalbugrafi, Aa Gym Apa Adanya

Pekan lalu, dalam tiga kali kesempatan, wartawan TEMPO Dwi Wiyana mewawancarai kiai yang juga pimpinan kelompok bisnis MQ Corporation ini.

Mula-mula wawancara dilakukan di rumahnya yang asri di bilangan Geger Kalong, Bandung, lalu dalam perjalanan menuju Bandar Udara Hussein Sastranegara. Terakhir, Aa Gym menerima TEMPO di mobil jip warna hitam metalik yang membawanya pulang seusai berceramah di Kampus Universitas Achmad Yani, Cimahi. Berikut ini petikan wawancara itu.


Anda adalah satu-satunya tokoh yang menolak bertemu Presiden AS George W. Bush. Mengapa?

Saya sudah ada janji untuk berangkat umrah. Bagi saya yang sedang belajar menjadi muslim yang baik, memenuhi janji adalah sebuah keutamaan. Tapi saya berterima kasih kepada Menteri Luar Negeri RI dan Kedutaan AS di Jakarta, yang sudah memfasilitasi pertemuan itu.

Benarkah Anda menolak karena Anda prihatin atas kebijakan Bush terhadap Palestina, Irak, dan Afganistan?

Saya memang prihatin dengan kebijakan-kebijakan Presiden AS selama ini. Saya tak siap berjumpa dengan Presiden AS karena kepedihan hati saya melihat korban-korban yang banyak dan memilukan di Irak, Afganistan, dan Palestina. Saya juga prihatin karena umat Islam sekarang menjadi kambing hitam dari kejadian-kejadian yang ada.

Dengan atau tanpa protes Anda, kebijakan AS tidak akan berubah. Lalu, apa sikap Anda selanjutnya?

Saya tidak membenci rakyat AS. Sebab, mereka tidak memesan untuk lahir di sana. Saya tidak menyukai keputusan pemerintah AS yang tidak adil. Bagaimana mungkin satu bom yang diledakkan warga Palestina di Israel menjadi isu besar, tapi ratusan bom yang meledak dan membantai orang sipil di Palestina, Irak, dan Afganistan tak dipersoalkan. Apalagi, tindakan itu tanpa alasan yang jelas yang bisa dibuktikan oleh pengadilan internasional. Terlebih lagi tentang Irak, sampai saat ini kan tidak terbukti tudingan adanya senjata pemusnah massal di sana. Ketidakadilan ini sangat membahayakan peradaban.

Anda menolak bertemu, tapi berkirim surat kepada Bush. Bisa disebutkan apa isi surat itu?

Saya menolak bertemu Bush dengan cara yang paling santun, karena itu saya mengiriminya surat. Isi surat itu adalah keprihatinan saya tentang bala bencana kemanusiaan yang muncul karena kebijakan AS. Kita membutuhkan pemimpin dunia yang berhati nurani, yang tak hanya memikirkan keselamatan negerinya tapi juga keselamatan manusia di negara-negara lain.

Anda mengkritik Bush dengan tajam?

Saya hanya berharap AS menjadi besar bukan karena arogansi atau kekuatan persenjataannya, tapi AS menjadi aman karena dicintai oleh negara-negara lain. Cinta itu tak akan diperoleh dengan penghancuran seperti itu. Cinta akan diperoleh justru ketika negara itu adil dan memberikan kontribusi (positif) yang bisa dirasakan bersama-sama.

Menurut Anda, apakah kunjungan Bush itu hanya untuk mengambil hati umat Islam di Indonesia?

Kalau dilihat dari popularitasnya yang kian merosot di negerinya, juga di seluruh dunia, pasti orang akan melakukan sesuatu untuk menaikkan citranya. Boleh jadi kunjungan itu salah satu cara Bush memperbaiki citranya.

Apa pendapat Anda tentang Jamaah Islamiyah, yang dituding AS sebagai organisasi teroris?

Kita tak bisa memaksa orang lain untuk sepemikiran dengan kita. Tudingan ini sebetulnya harus kita pakai untuk mengevaluasi diri kita. Energi kekecewaan kita itu lebih baik dimaksimalkan untuk membuktikan bahwa Islam adalah agama yang rahmatan lil alamin (memberi rahmat bagi alam semesta).

Islam adalah rahmatan lil alamin, tapi ada sebagian umat Islam yang memaknai jihad sebagai perang?

Setiap negara berbeda-beda kondisinya. Umat Islam memang prihatin terhadap keadaan di Palestina. Kalau kemudian timbul kemarahan, itu manusiawi dan dibenarkan akidah. Tapi kemarahan itu jadi masalah jika kita tidak mengukur tempat kita berada. Di Palestina, jihad yang berarti qital (perang) itu memang bisa menjadi solusi.

Di Indonesia?

Di sini, kita mau perang dengan siapa? Di Indonesia musuh kita adalah kejahilan. Jadi, mari kita berjihad untuk membentuk pribadi Islam yang indah, prestatif, dan solutif. Dengan begitu, orang bisa tertarik pada Islam. Jihad itu artinya bersungguh-sungguh di jalan Allah. Memungut sampah, merapikan sandal, menuntun orang-orang tunanetra, membuat lapangan kerja buat tetangga merupakan bagian dari jihad. Jadi, spektrum jihad itu sangat luas.

Solusi Anda terkesan sangat personal. Adakah cara lain yang bisa dilakukan umat Islam agar AS tak lagi sewenang-wenang?

Saya belum bisa berpikir besar dan hebat. Saya hanya berpikir 3M: mulai dari diri sendiri, mulai dari hal yang kecil, dan mulailah hari ini. Kita buktikan bahwa Islam itu indah, rahmatan lil alamin, dan prestatif. Mudah-mudahan nanti bergulir bagai bola salju.

Beralih ke kondisi dalam negeri, yang hingga saat ini belum lepas dari beragam konflik dan pertikaian. Apa komentar Anda?

Masalah yang kita hadapi adalah kita kurang terampil mengendalikan diri. Tak jarang satu masalah disikapi dengan sesuatu yang menimbulkan masalah baru. Orang yang mulia adalah orang yang terampil mengendalikan diri. Kehancuran seseorang biasanya terjadi karena ia tak bisa mengendalikan diri.

Tidakkah Anda melihat masalah di Indonesia disebabkan oleh tiadanya pemimpin yang bisa dipercaya?

Banyak orang berpikir bahwa kita memang mengalami krisis keteladan. Saya sependapat dengan hal tersebut. Tapi, untuk melahirkan figur yang bisa diteladani, bekal yang perlu dimiliki adalah 3M itu. Kalau kita terbiasa melakukan hal baik dari yang kecil-kecil, insya Allah, hal yang besar pun akan bisa kita lakukan dengan cara terbaik.

Sementara kita bersabar menjalankan konsep 3M yang Anda tawarkan, para koruptor malah merajalela di negeri ini?

Kita ini memang miskin betulan, miskin lahir-batin, miskin iman. Para koruptor mentalnya sangat miskin. Meskipun sudah punya, terus saja meraup dan mengambil. Pola hidup kita juga masih materialistis sehingga kita lebih sibuk memamerkan dan membangun topeng daripada isinya. Budaya bertopeng itulah yang membuat korupsi merajalela.

Anda masih optimistis korupsi bisa ditumpas? Begitu banyak lembaga pemberantasan korupsi dibuat, tapi kok tetap mandul.

Saya berbaik sangka kepada orang yang ingin memberantas korupsi. Mungkin mereka sudah melakukan banyak hal, tapi yang diberantas sangat besar. Kita tak bisa mengubah sesuatu semudah membalik telapak tangan. Untuk memberantas korupsi, harus ada orang yang berani memberantas, dan dia tak terlibat sama sekali dengan korupsi. Semua elemen masyarakat harus bersinergi.

Banyak yang berpendapat korupsi tak bisa diberantas karena tak ada komitmen dari pemerintah. Orang lalu berpikir perlu dicari calon presiden yang punya komitmen. Anda siap kalau dicalonkan jadi presiden?

Realistis saja, mengurus pesantren saja saya belum bagus, bagaimana mau mengurus negeri. Negara kita besar dan kompleks masalahnya. Jadi, tak bisa hanya dengan ingin (jadi presiden), tapi harus memiliki kemampuan yang luar biasa. Tahapan pertama yang penting kita lakukan adalah membuat tata nilai yang benar di masyarakat, karena kita mengalami krisis tata nilai. Yang mencuri dianggap betul, yang jahat dibela, atau yang tak tahu malu dipuji. Kalau tata nilainya kacau, nanti orang baik-baik yang berbuat betul juga belum tentu dianggap benar. Kita butuh waktu untuk membuat orang mengenal apa yang disebut terhormat, mulia, dan sukses dengan standar yang betul.

Tapi itu kan jangka panjang. Kenyataannya sekarang, banyak calon presiden yang muncul. Adakah di antara mereka yang mendekati syarat-syarat yang Anda sebutkan?

Saya tak terbiasa juga menilai orang dan menyebut kelompok. Saya lebih menyukai membahas tentang tata nilai yang harus kita pegang.

Butuh waktu berapa lama untuk menyiapkan calon pemimpin seperti yang Anda sebutkan?

Kalau kita mau kerja sungguh-sungguh, mudah-mudahan pada tahun 2010 kita sudah mulai bertenaga untuk mencapai itu.

Pada pemilu 2009, Anda pasti makin matang. Kalau Anda dicalonkan lagi sebagai presiden, Anda bersedia?

Mungkin saya sudah meninggal waktu itu.

Wah, gawat. Padahal persoalan Indonesia terus bertambah. Masalah tenaga kerja Indonesia (TKI) yang dianiaya di luar negeri saja tak pernah mampu dibereskan pemerintah.

Menurut saya, kita tidak usah mengirimkan TKI jika hanya untuk dinistakan seperti itu. Efek psikologisnya berat sekali bagi martabat bangsa. Selain menanggung korban, harga diri bangsa juga jatuh.

Tapi pengangguran terus meningkat sehingga banyak yang memilih menjadi TKI?

Kalau saja kita punya komitmen yang serius dari berbagai elemen untuk menciptakan lapangan kerja, sebetulnya sangat mungkin kita mengurangi pengangguran. Kita mulai dengan tayangan-tayangan serius yang membuat orang termotivasi untuk bekerja dengan baik. Kemudian, orang-orang kaya digugah agar menjalankan program padat karya—daripada hartanya hanya disimpan. Keuntungannya memang sedikit, tapi dengan langkah itu orang bisa kerja. Jadi, semua kita bagi sedikit-sedikitlah. Semua harus menyadari bahwa langkah itu untuk menghidupi saudara kita sendiri.

Ada kesan pemerintah kurang serius mengusut kasus TKI di luar negeri?

Saya jarang menilai tanpa data dan fakta. Yang saya inginkan adalah kita sama-sama mengevaluasi dan memperbaiki diri. Semangatnya jangan hanya menilai secara sepihak. Justru itu yang menjadi bagian dari masalah kita.

Jadi?

Saya kira harus ada tim yang sungguh-sungguh dan sangat luar bisa serius untuk menata masalah TKI ini. Selain menghasilkan devisa, pengiriman TKI juga menyangkut martabat bangsa. Jadi, yang membuat aturan dan mengontrol harus bekerja sangat serius.


Nama: Abdullah Gymnastiar
Lahir: Bandung, 29 Januari 1962
Agama: Islam
Pendidikan:

  • Universitas Padjadjaran, Bandung
  • Fakultas Teknik Universitas Achmad Yani, Cimahi

Karier:
  • Komandan Resimen Mahasiswa di Akademi Teknik Jenderal Achmad Yani (1982)
  • Pendiri Kelompok Mahasiswa Islam Wiraswasta (1987)
  • Pemimpin Pondok Pesantren Daarut Tauhid, Bandung (1990-sekarang)
  • Presiden Direktur PT Manajemen Qalbu (1999-sekarang)

Alamat Kantor:
PT Manajemen Qalbu, Jalan Geger Kalong Girang Baru 5, Bandung, Jawa Barat. Telepon (022) 2003231

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
>
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus