Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Wawancara

Bisnis Ilegal Pasti Merapat ke Aparat Keamanan

15 Agustus 2016 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Panglima Tentara Nasional Indonesia Jenderal Gatot Nurmantyo membentuk tim investigasi untuk menelusuri pengakuan terpidana mati perkara narkotik, Freddy Budiman, yang mengatakan ada keterlibatan jenderal TNI bintang dua dalam bisnis haram Freddy. Pengakuan Freddy itu disampaikan kepada Koordinator Komisi untuk Orang Hilang dan Korban Tindak Kekerasan (Kontras) Haris Azhar di Lembaga Pemasyarakatan Batu, Nusakambangan, Jawa Tengah, pada 2014.

Haris menuliskan pengakuan Freddy itu di media sosial beberapa waktu lalu. Buntutnya, Tentara Nasional Indonesia dan Badan Narkotika Nasional melaporkan Haris ke polisi. ”Kami minta polisi memberi informasi yang fokus terhadap bintang dua itu, lalu kita lakukan cek silang bersama-sama. Kalau ada terdakwa, ya, alhamdulillah. Saya ingin bersih-bersih,” kata Gatot.

Gatot mengatakan tim investigasi sedang menelusuri informasi tersebut, termasuk meminta data ke Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK). Ia menyadari lembaganya sedang disorot karena sejumlah anggota TNI terjerat kasus narkotik. ”Bisnis ilegal pasti merapat ke aparat keamanan, termasuk TNI,” ujarnya.

Di tengah kesibukannya, Gatot menerima wartawan Tempo Martha Warta Silaban, Hussein Abri Yusuf, Yo­hanes Paskalis, Sapto Yunus, dan fotografer Dhemas Reviyanto untuk wawancara khusus di kantor Panglima TNI di Jalan Medan Merdeka Barat, Jakarta Pusat, Kamis pekan lalu. Sekitar setengah jam sebelumnya, ia baru mendarat di Bandar Udara Halim Perdanakusuma, Jakarta Timur, setelah memberikan kuliah umum tentang ancaman negara di Universitas Sebelas Maret, Surakarta.

Dalam perbincangan yang berlangsung sekitar satu jam tersebut, Gatot menjelaskan berbagai hal, dari operasi pemberantasan terorisme hingga ancaman terhadap keamanan negara. Ia didampingi Asisten Operasi Panglima TNI Mayjen Agung Risdhianto, Asisten Teritorial Panglima TNI Mayjen Wiyarto, Asisten Perencanaan Umum Panglima TNI Laksamana Muda Siwi Sukma Adji, Kepala Pusat Penerangan TNI Mayjen Tatang Sulaiman, dan Wakil Asisten Intelijen Panglima TNI Brigjen Andjar Wiratma.

Kenapa TNI melaporkan Haris Azhar?

Saya berterima kasih kepada Haris, yang menyampaikan pengakuan Freddy Budiman bahwa ada keterlibatan jenderal TNI bintang dua. Dari informasi itu, saya bentuk tim investigasi yang dipimpin Letjen Setyo Sularso (Inspektur Jenderal TNI). Pelaksana hariannya Komandan Puspom. Kami mulai dari yang sekarang disidangkan, di penjara, dan yang sudah keluar dalam kasus narkotik. Karena kejadiannya tahun 2011, bisa saja bintang dua itu sudah pensiun, bisa masih bintang dua, bintang tiga, bintang empat termasuk saya. Tapi ada hal-hal yang tidak bisa saya masuki, seperti pleidoi dan pengacara Freddy, temuan polisi. Maka saya buat laporan ke kepolisian. Tujuannya, polisi melakukan penyelidikan karena akses polisi lebih hebat. Kami minta polisi memberi informasi yang fokus terhadap bintang dua itu, lalu kita lakukan cek silang bersama-sama. Kalau ada terdakwa, ya, alhamdulillah, saya ingin bersih-bersih.

Sudah ada nama jenderal yang akan diperiksa?

Belum ada. Yang kami proses paling tinggi baru kolonel. Kami cari dari bawah. Kalau daftar siapa yang bintang dua pada 2011 sudah ada, termasuk saya.

Sejauh ini apa hasil pemeriksaannya?

Semuanya kami telusuri. Kami sudah minta data ke PPATK. Saya serius. Narkotik lebih berbahaya daripada teroris. Dan bisnis ilegal pasti merapat ke aparat keamanan, termasuk TNI.

Sampai kapan tim investigasi ini bekerja?

Ya, sampai mendapat kepastian ada-tidaknya bukti yang diomongin itu. Tak tertutup kemungkinan bisa ada. Manusia juga, kok. Apalagi kalau melihat aliran dananya besar.

Anda sudah ketemu Haris Azhar?

Komandan Puspom sudah, saya tak perlu. Tim lapangan sudah ketemu, wawancara. Mudah-mudahan nanti ada kejutan. Kalau ada anggota yang terlibat, kita hukum. Walaupun dia cuma meminjamkan mobil, sudah salah besar. TNI lebih tahu hukum daripada masyarakat. Di tamtama saja diajari hukum dan hak asasi manusia. Maka, kalau TNI melakukan kesalahan, hukumannya lebih berat. Ada hukuman tambahan pemecatan. (Dalam tulisan di media sosial berjudul ”Cerita Busuk dari Seorang Bandit”, Haris Azhar menuliskan Freddy Budiman mengaku mengangkut narkotik menggunakan fasilitas mobil TNI bintang dua. Sang jenderal duduk di sampingnya ketika Freddy menyetir mobil dari Medan sampai Jakarta.)

Dalam kasus ini, TNI, Polri, dan BNN masing-masing membentuk tim. Ada usul supaya disatukan saja timnya?

Saya berpikir positif. Kalau polisi punya nama atau bukti, saya senang. Kan, memang itu yang saya minta. Saya berkoordinasi juga dengan Budi Waseso (Kepala BNN), kalau ada informasi, informasikan juga ke saya. Kalau tak ada bukti kan tak bisa diapa-apakan?

Selama ini tak sedikit anggota TNI yang terjerat narkotik. Apa tindakan TNI?

Sejak saya menjabat Panglima TNI, enter briefing saya adalah kami memerangi narkotik. Saya bilang kepada para panglima kodam dan komandan untuk bersih-bersih. Akhirnya mereka berlomba-lomba melakukan pembersihan. Di Sulawesi Selatan, anggotanya sendiri yang menangkap Dandim. Saya tak malu karena institusi ini milik rakyat. Saya katakan bisnis ilegal pasti merapat ke aparat keamanan. Nah, inilah yang harus saya bentengi. TNI itu lebih baik kecil, efisien, tapi bagus, bersih. TNI tak mengenal rehabilitasi bagi anggota yang terkena narkotik. Bayangkan, anggota TNI yang bagian pegang meriam untuk pesawat, kalau sedang sakau ada pesawat lewat dia tembak. Yang bawa tank juga gitu, jalan-jalan ke istana pakai tank, menembak, berbahaya sekali.

Apakah ada pengawasan khusus di daerah-daerah yang dianggap sebagai kantong peredaran narkotik, seperti Sulawesi Selatan?

Dandim yang tertangkap di Makassar itu bukti ada pengawasan. Saya tidak mungkin declare ada pengawasan khusus. Kalau saya declare, nanti malah siap semuanya. Kami sudah tahu semua pintu masuknya narkotik.

Soal pemberantasan terorisme, bagaimana kelanjutan kerja sama TNI dan Polri setelah Santoso tewas?

Saya katakan alangkah bodohnya bangsa ini kalau masih menganggap terorisme sebagai kriminal, mau extraordinary kek, apa pun itu. Kita belajar pada Suriah, Irak, dan beberapa negara yang hancur. Kok, Indonesia masih mengatakan kriminal. Kalau kriminal, sudah kejadian baru diadakan penyidikan. TNI tidak minta porsi itu. Dalam kasus bom Thamrin, kami telepon Presiden, kalau tidak cepat kita atasi, di mana-mana akan ada bom dan perekonomian kita turun. ”Apa saya bisa diizinkan (bertindak)?” Presiden menjawab, ”Panglima, lakukan apa yang menurut Panglima bisa.” Saya turun. Dalam empat jam sudah normal kembali. Dan korbannya lebih banyak dari teroris.

Komisi Nasional Hak Asasi Manusia menyatakan ingin melakukan pendekatan halus di Poso. Bagaimana itu?

Operasi intelijen di sana adalah mengadakan penegakan hukum. Sudah kami sampaikan, kalau Santoso turun, nanti prosedur hukum tetap berlaku. Misalnya dia dihukum, taruhlah di Nusakambangan, istri dan anaknya dipindahkan ke Cilacap. Anaknya disekolahkan di sana. Setiap minggu, istrinya datang ke Nusakambangan untuk menemui suaminya. Sudah sampai seperti itu. Sekarang tinggal 14 dengan 2 wanita. Mudah-mudahan dalam waktu dekat turun semuanya.

Apakah dalam pemberantasan terorisme ini peran TNI perlu diperbesar?

Cukup. Sudah efektif.

Dalam revisi Undang-Undang Terorisme ada penguatan TNI?

TNI tidak mau minta porsi. Kalau diatur di undang-undang, kami lakukan. Biarlah anggota DPR dan pemerintah membuat undang-undang yang terbaik untuk bangsa dan negara. Tapi, saya ingin menagih, definisi terorisme itu jangan disebut kriminal, tapi kejahatan negara.

TNI sudah mengusulkan itu?

Saya katakan TNI tidak pernah mengusulkan.

Kelompok radikal menggunakan Internet untuk menyebarkan pahamnya. Bagaimana cara mengantisipasinya?

Saya sudah bertemu dengan tokoh agama. Kami membahas bagaimana dakwah yang bisa menjelaskan semuanya, termasuk dakwah menggunakan IT. Karena, bagaimanapun, kita punya 79 juta generasi Y, yang dalam sehari bisa 16 jam pegang gadget, Internet, medsos.

Untuk konsep pertahanan negara, ada analisis media sosial juga?

Pasti, karena media sosial memberikan informasi apa pun dengan cepat. Berita pun lebih banyak di medsos daripada TV. Bangun tidur saja lihat medsos.

Bagaimana perkembangan penanganan penyanderaan warga Indonesia oleh kelompok Abu Sayyaf?

Kami sudah mengadakan pembersihan, bekerja sama dengan Presiden Filipina Rodrigo Duterte. Informasi terakhir, Dragon dan empat orang lainnya sudah tertembak mati. Saya menyiapkan semuanya, termasuk operasi intelijen. Membantu intelijen Filipina mengadakan pembersihan.

Pemerintah membayar tebusan?

Presiden Joko Widodo bilang tak boleh bayar tebusan, karena itu pelecehan terhadap bangsa. Nanti, kalau dibayar, mereka menculik lagi.

Tersangka teroris yang ditangkap di Batam, Gigih Rahmat, mengancam akan melakukan teror pada Agustus. Apa antisipasi TNI?

TNI selalu bekerja memprediksi ancaman. Pengamanan VVIP tak boleh gagal dalam situasi apa pun. Kalau kita bersatu, teroris tak bisa menghancurkan kita. Saya ingatkan, teror di Prancis itu pun saat hari kemerdekaan. Teror selalu mencari tempat yang bisa terekspos.

Mengapa dia bisa mendapatkan rudal?

TNI tak punya rudal portabel yang bisa menembak dengan jarak 20 kilometer.

Mungkinkah dia merakit sendiri?

Teroris kan hebat sekali, ya? Angkatan perang saja tak punya. Rudal sampai 20 kilometer kan harus ada dorongan misil. Tapi kalau roket pakai kendaraan, meriam begitu kita punya.

Soal ancaman kerusuhan di berbagai tempat, seperti di Tanjungbalai, apa langkah TNI untuk mengantisipasinya?

Sekarang ini bentuk perangnya bukan dengan senjata. Perangnya dalam kehidupan berbangsa dan bernegara. Istilahnya perang tanpa bentuk. Tidak bisa diketahui siapa kawan dan lawan, dilakukan oleh orang-orang Indonesia sendiri tapi tanpa disadari dikendalikan oleh negara luar. Kejadian ribut-ribut ini sudah didesain dari awal. Karena itu, kita harus benar-benar bersatu dan solid. Yang terutama, elite harus bersatu karena mereka menjadi contoh. TNI tidak bisa melaksanakan peran seperti ini sendiri. Maka TNI harus hebat, profesional, tangguh, dan bersama-sama dengan rakyat.

Apa tindakan TNI untuk mengamankan wilayah yang rawan, seperti di daerah perbatasan?

Di daerah perbatasan kita sudah mengerahkan enam batalion. Perbatasan kita bukan halaman depan. Dibandingkan dengan negara lain, perbatasan kita ekonominya lebih rendah, kecuali perbatasan di Papua dan Timor Leste. Kalau Papua, kita lebih sejahtera. Kemudian Presiden sudah memberi keputusan bahwa kita harus memperkuat pulau-pulau strategis di perbatasan, Pulau Natuna, Biak, Morotai, Saumlaki, dan Selaru.

Ada pengamanan khusus di Natuna?

Posisi Natuna sangat dekat dengan tempat yang kemungkinan konflik. Maka Presiden mengatakan segera bangun bandara yang besar, dermaga yang besar. Kemudian tempat-tempat pertahanan. Presiden memutuskan dibangun oleh TNI sendiri, tidak boleh diborongkan. Akan lebih efisien dan tepat guna.

Pembangunannya sudah jalan?

Tim sudah bergerak ke sana dan saya pastikan dalam waktu dekat kita sudah mengirim barang-barangnya ke sana. Tim dipimpin Kepala Logistik TNI.

Berapa lama pembangunannya?

Pembangunan dermaga, reklamasi tidak mungkin satu tahun.

TNI juga terkena imbas pemotongan anggaran pemerintah? Berapa pemotongannya?

Semua kena. Sedang dibicarakan dan belum diputuskan. Masih negosiasi di Kementerian Keuangan. Kami sadar, mau tidak mau, itu keputusan yang sangat tepat. Kami sudah memilah-milah mana anggaran yang bisa dipotong.

Apa yang dilakukan tentara saat ini karena Indonesia tidak sedang berperang?

Kita bersyukur negara kita aman. Yang bilang enggak aman kan media, pengamat, yang ingin memanasi saja. Jadi, kalau tidak perang, TNI tugasnya berlatih. TNI punya perlengkapan perang, tapi bisa digunakan untuk mengatasi bencana alam, kebakaran hutan. Babinsanya masuk ke pertanian.

Berapa persen tentara yang siap perang?

Semua, 100 persen. Purnawirawannya juga. Itu contohnya Kivlan Zen ke Filipina, tidak ada yang bayar itu. Purnawirawan itu lebih gila dibanding yang aktif.

Gatot Nurmantyo

Tempat dan tanggal lahir: Tegal, Jawa Tengah, 13 Maret 1960

Pangkat: Jenderal TNI

Pendidikan: Akademi Militer (lulus 1982)

Karier:

  • Panglima Tentara Nasional Indonesia (2015-sekarang)
  • Kepala Staf TNI Angkatan Darat (2014-2015)
  • Panglima Kostrad (2013-2014)
  • Dankodiklat TNI Angkatan Darat (2011-2013)
  • Pangdam V/Brawijaya (2010-2011)
  • Direktur Latihan Kodiklat TNI Angkatan Darat (2008-2009)
  • Kepala Staf Divisi Infanteri 2/Kostrad (2007-2008)
  • Danrem 061/Suryakencana (2006-2007)

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
>
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus