Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Poin penting
Wawancara dengan mantan penyidik kasus suap Harun Masiku yang melibatkan Hasto Kristiyanto.
Sejak lima tahun lalu, penyidik sudah mengantongi bukti kuat.
Pimpinan KPK membuat penanganan kasus Harun Masiku dan Hasto Kristiyanto menjadi politis.
BAGI Ronald Sinyal, status tersangka Sekretaris Jenderal Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan Hasto Kristiyanto seharusnya sudah ditetapkan sejak lima tahun lalu. Mantan penyidik Komisi Pemberantasan Korupsi itu menyatakan, akibat pemimpin KPK tidak serius, Hasto menjadi orang bebas. Padahal saat itu, kata Ronald, bukti dugaan keterlibatan Hasto dalam kasus Harun Masiku cukup terang.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Belakangan Ketua KPK Setyo Budiyanto menetapkan Hasto sebagai tersangka suap Harun Masiku dalam konferensi pers di Gedung Merah Putih KPK di Jakarta, Selasa, 24 Desember 2024. Hasto punya andil dalam pemberian suap oleh Harun untuk anggota Komisi Pemilihan Umum periode 2017-2022, Wahyu Setiawan.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Harun menyuap Wahyu untuk meloloskannya menjadi anggota Dewan Perwakilan Rakyat menggantikan Nazarudin Kiemas yang meninggal. Setyo menuturkan, berdasarkan penyidikan KPK, Hasto ikut menyediakan uang suap. KPK menyatakan sebagian uang suap untuk Wahyu berasal dari Hasto.
Menguatkan Setyo, Ronald Sinyal menyatakan hampir 50 persen uang suap yang diberikan Harun kepada Wahyu diduga berasal dari Hasto. Dalam pernyataan terbaru, KPK menetapkan Hasto sebagai tersangka bersama Donny Tri Istiqomah, anggota tim hukum PDIP, orang kepercayaan Hasto.
Dalam kasus Harun Masiku ini, sebelumnya KPK menggeret tiga orang ke pengadilan dan mereka terbukti bersalah sehingga pengadilan menjatuhkan hukuman. Mereka adalah Wahyu Setiawan serta dua kader PDIP, Agustiani Tio Fridelina dan Saeful Bahri. Status Harun masih menjadi buron KPK sejak 29 Januari 2020.
Wahyu divonis enam tahun penjara dalam sidang vonis Pengadilan Tindak Pidana Korupsi Jakarta, 24 Agustus 2020. Mahkamah Agung memperberat hukuman Wahyu menjadi 7 tahun penjara pada 2 Juni 2021. Selanjutnya ia mendapat kredensial bersyarat pada 6 Oktober 2023 karena dianggap memenuhi syarat substantif dan administratif.
Sekjen DPP PDIP Hasto Kristiyanto saat konferensi pers dengan tema Pilkada Serentak 2024 dan Menegakkan Disiplin Kepartaian di Sekolah Partai PDIP, Lenteng Agung, Jakarta Selatan, 4 Desember 2024. Tempo/Ilham Balindra
Sedangkan eks calon legislator PDIP yang juga mantan anggota Badan Pengawas Pemilu, Agustiani Tio Fridelina, divonis hukuman 4 tahun penjara dan denda Rp 150 juta subsider 4 bulan kurungan pada 24 Agustus 2020. Adapun kader PDIP, Saeful Bahri, divonis 1 tahun dan 8 bulan penjara. Saeful juga dihukum membayar denda Rp 150 juta subsider 4 bulan kurungan.
Saeful terbukti menjadi perantara suap Harun untuk Wahyu. Harun memberikan uang Rp 1,25 miliar kepada Saeful untuk diserahkan kepada Wahyu. Namun yang dikasihkan kepada Wahyu "hanya" sebesar Rp 600 juta dalam pecahan dolar Singapura. Suap diberikan agar Wahyu mengatur Harun menjadi anggota DPR melalui mekanisme pergantian antarwaktu, merontokkan Riezky Aprilia, peraih suara terbesar kedua setelah Nazarudin Kiemas. Padahal KPU menetapkan Riezky meraih 44.402 suara, sedangkan Harun 5.878 suara.
Saeful memberikan suap itu melalui Agustiani. Sedangkan sisanya, Rp 650 juta, digunakan Saeful. Dari jumlah itu, sebanyak Rp 330 juta untuk biaya operasional Saeful, Rp 270 juta diberikan kepada Donny, dan Rp 50 juta untuk Agustiani. Berkaitan dengan perkembangan kasus ini, Sunudyantoro dari Tempo mewawancarai Ronald Sinyal melalui fasilitas daring pada Kamis, 26 Desember 2024.
Bagaimana temuan Anda dan tim saat menangani kasus ini lima tahun lalu?
Perkara ini unik. Saat itu ada tiga gelombang tim yang menangani kasusnya. Saya masuk tim gelombang ketiga. Kami membuntuti lima orang target operasi. Kemudian diambillah Pak Wahyu Setiawan di rumahnya, Bu Agustiani di rumahnya, dan Pak Saeful di rumahnya. Kemudian ada dua lagi yang kami kejar ke kompleks Pendidikan Tinggi Ilmu Kepolisian (PTIK), salah satunya adalah Harun Masiku. Ada satu lagi, kami tidak perlu menyebutkan namanya, tapi tahulah, ya.
Kami punya info orang itu Hasto Kristiyanto. Benarkah?
Kami tidak bisa menyebutkannya.
Apakah tempat tinggal di PTIK ini kemudian ada kejadian terpencil pegawai KPK?
Ya, terjadi tragedi tersingkirnya pegawai KPK di PTIK pada saat itu. Tiga tersangka sudah dibawa ke KPK sekitar tanggal 7 Januari 2020. Pada saat itu, kepada kami disampaikan kemungkinan akan ada OTT (operasi tangkap tangan). Malam itu kami stand by. Unik juga, nih, pada saat ada OTT, tiba-tiba ada orang KPK bilang tidak tahu perkaranya pada saat ekspose. Pimpinan menugasi kami, Satuan Tugas 16, untuk mengkonfirmasi kasus ini. Bagi kami aneh, mengapa kami? Padahal yang melakukan penyelidikan itu satgas lain.
Kami mendengar mengenai jumlah tersangka...
Sebetulnya semula yang mau diangkat sebagai tersangka sebanyak lima orang, tapi akhirnya menjadi empat orang. Namun kemudian ada satu orang dari KPK ikut hadir mendengarkan pernyataan kronologi perkara itu. Ia menyampaikan tersangkanya tiga saja. Dari pihak penerima adalah Wahyu Setiawan dan Agustiani, serta pihak pemberi informasi adalah Saeful Bahri. Saat itu kami merasa penetapan tiga tersangka itu lucu.
Lucu bagaimana?
Masak, ada pemberita, Saeful Bahri, yang merupakan seorang kuasa hukum. Tujuannya apa, kok dia menyuap? Seharusnya ada dua orang lagi. Akhirnya Harun Masiku ditetapkan sebagai tersangka pemberi informasi karena ada kepentingan buat maju sebagai anggota DPR periode 2019-2024. Pada kenyataannya yang menang suara pertama adalah Nazarudin Kiemas, tapi meninggal, lari kepada si Riezky Aprilia, peringkat kedua. Harun Masiku pada saat itu posisi kelima, kalau enggak salah, jauh sekali, dipaksa naik.
Anda diberi tanggung jawab menyelesaikan kasus Harun Masiku. Apa yang Anda kerjakan?
Kami melakukan BAP (berita acara pemeriksaan) kepada semua saksi dan tersangka. Seorang tersangka menyatakan uang yang disepakati oleh Wahyu Setiawan sebesar "seribu", yang artinya Rp 1 miliar. Kami tidak menuliskannya Rp 1.000 atau US$ 1.000. Harun Masiku menyanggupi, tapi tidak sepenuhnya. Ada percakapan, sebagian rupiah itu diisi oleh orang yang sekarang jadi tersangka. Ada isi pesan melalui ponsel soal pembagian, berapa persen Harun Masiku dan berapa persen HK.
Karena itu, Anda menyarankan HK menjadi tersangka?
Ada keterangan saksi, ada keterangan tersangka, ada catatan, ada rekaman video atau percakapan telepon. Kami menyampaikan kepada salah satu penyidik di satgas saya, senior, sekitar 2020. Saya sampaikan orang ini seharusnya bisa naik menjadi tersangka. Namun saat itu atasan saya langsung menjawab, "Oh, tidak bisa kalau satu orang itu."
Artinya, kalau mau, lima tahun lalu Hasto Kristiyanto bisa menjadi tersangka?
Dari saya, bisa dijadikan tersangka sejak saat itu. Ini kalau tidak ada unsur politik. Kami tahu rekam jejak pemimpin KPK sebelumnya seperti apa. Apa alasannya, tinggal undang saja, pemimpin saat itu bisa menjelaskannya.
Bagaimana pandangan Anda terhadap Harun Masiku?
Kami mulai bergerak pada Maret 2021, melakukan penggeledahan. Sebenarnya pada Maret 2021 itu sudah ada titik terang keberadaan HM. Bahkan ada beberapa bukti foto kurir yang mengantarkan barang ke keluarganya, ada buktinya. Namun, pada saat saya kembali ke Jakarta, ada TWK (tes privasi kebangsaan). Kemudian kewenangan saya dihentikan. Kami tetap melakukan kegiatan pencarian secara underground.
Mungkinkah Harun Masiku berada di luar negeri?
Ada banyak informasi dia ada di Filipina. Ada juga yang menyebutkan dia di negara Asia Tenggara lain, jadi pemeluk agama ini, sebagai anggota jemaat suatu wihara, dan pelbagai macam. Ada juga yang bilang dia jadi marbot masjid. Informasi-informasi itu menurut saya tidak logis.
Jadi Anda dan tim sudah turun, tapi ada kendala dari pemimpin?
Ya, dan itu sudah jadi rahasia umum. Banyak perkara yang terhambat, perkara bantuan sosial, perkara KTP elektronik, dan perkara-perkara besar. Kasarannya saya ini prajurit. Komandannya bilang jangan dulu.
Kami pernah menulis bahwa posisi Harun Masiku ada di Sulawesi Selatan dan tim KPK akan melakukan penangkapan. Memang begitu?
Sebenarnya bukan penangkapan. Kami menggeledah beberapa lokasi yang kami curigai ada informasi HM pernah ke sana. Kami pernah menggeledah di Cakung. Barang-barang milik HM pada saat kami geledah ada di suatu apartemen di Menteng. Barang-barang ini dioper ke sepupu HM ke daerah Cakung. Kami cek ke rumahnya, barangnya ada di sana. Enggak lama kemudian barang itu dioper ke rumah almarhum orang tuanya di Sulawesi Selatan.
Anda menemukan kejanggalan atas lokasi yang Anda geledah?
Ada suatu lokasi yang kami datangi orang-orangnya sangat menerima. Apalagi keluarga terdekat menyatakan sangat ingin dibantu untuk mencari HM. Ada satu lokasi yang pada saat kami datang, terkesan kaget. Kagetnya seperti sudah dikondisikan, jadi enggak kami cari. Saat itulah kami yakin bahwa memang ini mainan, sudah di-setting. Terutama pihak yang saya datangi, menghubungi kuasa hukum. Kami tahu keluarga itu, maaf, bukan orang berada. Enggak mungkin dia punya kekuasaan hukum sampai setahun.
Anda yakin Harun Masiku ada di tempat itu?
Pada saat itu kami geledah, memang tidak ada HM di sana. Saya balik ke Jakarta, dipecat dari KPK. Kami yakin sekali dia ada di sana. Mengapa? Karena ada kurir yang mengantar. Kami memeriksa pelat nomor mobil itu bukan dari daerah itu. Contohnya, kami lagi di Kalimantan, pelatnya itu dari Papua atau Sumatera. Kami tahu dunia intelijen. Korupsi itu kejahatan luar biasa. ●
- Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
- Akses penuh seluruh artikel Tempo+
- Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
- Fitur baca cepat di edisi Mingguan
- Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo