Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Bahasa

Berkat

15 Agustus 2016 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Bandung Mawardi*

Orang-orang biasa mengingat adegan dalam peristiwa 17 Agustus 1945: Sukarno membaca teks proklamasi. Adegan itu dianggap paling bersejarah di Indonesia. Sukarno berpakaian rapi dan berpeci, berdiri di depan alat pelantang suara. Di buku tebal berjudul Dibawah Bendera Revolusi (1965), pembaca disuguhi adegan lanjutan: Sukarno mengangkat kedua tangan sedang berdoa. Gambar itu jarang diingatkan untuk mengenang 17 Agustus 1945. Apa isi doa Sukarno? Kita menduga isi doa sesuai dengan kalimat terakhir dalam pidato setelah pembacaan teks proklamasi. Sukarno berkata, ”Insja Allah, Tuhan memberkati kemerdekaan kita!”

Kita diajak mengerti berkat sebagai ungkapan pilihan dalam peristiwa bersejarah. Ungkapan itu berasal dari bahasa Arab, masuk kamus bahasa Jawa, Melayu, dan Indonesia. Raden Sasrasoeganda dalam Baoesastra Melajoe-Djawa (1916) mengartikan berkat sebagai ”sawab betjik” atau ”pangestoe”. Kita simak juga Kitab Arti Logat Melajoe (1940) susunan D. Iken dan E. Harahap. Berkat berarti ”selamat, sentosa, sempena”, Di Kamoes Indonesia (1942) garapan E. St. Harahap, berkat diartikan ”toeah, kekoeasaan, chasiat”. Sukarno mungkin telah memahami pelbagai arti berkat di kamus-kamus sebelum menggunakannya dalam tulisan dan pidato.

Ungkapan berkat biasa digunakan Sukarno dalam pidato-pidato peringatan Hari Kemerdekaan. Pada 17 Agustus 1946, Sukarno berkata, ”Saja terharu sekali bahwa kita pada hari ini dapat merajakan hari ulang tahun Republik kita jang pertama. Saja ingat kepada Tuhan jang Mahakuasa, mengutjapkan sjukur alhamdulillah, sebab usia Republik kita jang satu tahun itu, tak lain tak bukan ialah berkat dan rachmat Tuhan jang Mahakuasa.” Sukarno selalu berdoa dalam 20 pidato mengingat peristiwa 17 Agustus 1945. Barangkali Sukarno ingin memahamkan ke orang-orang bahwa Tuhan itu penentu kemerdekaan. Indonesia selamat dan mulia direstui oleh Tuhan. Proklamasi berisi ”pemindahan kekoeasaan” berkaitan dengan berkat Tuhan. Sukarno tak sempat menulis berkat dalam proklamasi, tapi pidato-pidatonya mengandung ungkapan berkat. Kita pun bisa membaca penggunaan ungkapan berkat di Pembukaan Undang-Undang Dasar 1945.

Pada 17 Agustus 1947, Sukarno kembali berpidato. Di bagian awal, Sukarno berkata, ”Buat ketiga kalinja kita sekarang, berkat karunia Allah subhanahu wa ta'ala, mengalami 17 Agustus jang beriwajat.” Kalimat mengandung berkat terasa tenang. Sukarno memang tak wajib selalu berteriak atau bersuara lantang dalam mengucap kalimat-kalimat. Doa-doa dalam pidato lazim disuarakan berperasaan lembut. Sukarno ingin mengajak para pendengar ke renungan-renungan sejenak. Renungan mengingat dan memuji Tuhan saat berbahagia atas kemerdekaan Indonesia.

Apakah pidato-pidato Sukarno pernah menjadi contoh kalimat dalam penggarapan kamus-kamus di Indonesia? W.J.S. Poerwadarminta dalam Kamus Umum Bahasa Indonesia (1952) mengartikan berkat sebagai ”pengaruh baik”, ”beruntung”, ”bahagia”, ”oleh karena”, dan ”akibat dari”. Kamus itu tak memuat kalimat buatan Sukarno. Pengguna ungkapan berkat memang bukan cuma Sukarno. Contoh kalimat dari Poerwadarminta: ”Berkat ra­djin dan usahanja, dapatah ia mentjapai kekajaan sebanjak itu.” Kita mungkin agak kecewa jika membandingkan pengertian berkat dalam pidato-pidato Sukarno dengan contoh di Kamus Umum Bahasa Indonesia. Berkat menjelaskan uang berlimpah, menjauh dari peristiwa 17 Agustus 1945. Perbedaan arti dan penerapan dalam kalimat tak perlu membuat kita sedih dan melakukan demonstrasi di jalanan.

Pidato-pidato Sukarno selalu mengartikan berkat mengarah ke Tuhan. Sukarno tak jemu mengajak orang-orang berdoa dan memastikan bahwa kemerdekaan dicapai dengan berkat Tuhan. Berkat terasa religius dan politis ketimbang bisnis. Nuansa religius jadi kekuatan pidato-pidato Sukarno. Kita mengingat pidato Sukarno pada 17 Agustus 1960. Sukarno berkata, ”Pada hari 17 Agustus kita menundukkan kepala memohon berkat rachmat Tuhan bagi pahlawan-pahlawan kita jang telah gugur.” Pada hari bersejarah dan hari-hari peringatan kemerdekaan, Sukarno terus mengingatkan orang-orang mengenai berkat Tuhan dalam penentuan nasib Indonesia. Begitu. l

*) Pengelola Jagat Abjad Solo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
>
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus