Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
BEKAS Wakil Perdana Menteri Malaysia Datuk Seri Anwar Ibrahim, 59 tahun, kembali mengunjungi Indonesia pekan lalu. Kehadiran Anwar tetap menuai respons hangat dari kolega dan pengagumnya di sini. Ia bertemu intelektual Adi Sasono, pengusaha Abdul Latief, Chairul Tanjung, sampai Wakil Presiden Jusuf Kalla. Di Universitas Al-Azhar, Kebayoran Baru, kedatangannya dielu-elukan mahasiswa.
Wajahnya kini terlihat segar. Selorohnya juga kerap keluar saat ditemui di Hotel The Sultan, Senin pekan lalu. Menyadari agak terlambat dari janji yang sudah ditetapkan, Anwar minta maaf seraya melucu. “Maaf harus sikat rambut dulu. Maklum, orang lelaki pun ada male menopause juga,” katanya kepada wartawan Tempo Bina Bektiati, Akmal Nasery Basral, Ahmad Taufik, Faisal Assegaf, dan fotografer Hendra Suhara.
Mengapa Anda menyatakan akan ikut pemilu 2008?
Bukan saya mencalonkan diri (sebagai perdana menteri). Saya hanya menuntut hak sebagai warga negara yang dinafikan setelah keluar penjara.
Apa maksud Anda dinafikan?
Selepas dari penjara, saya terpaksa memberi kuliah di Oxford dan kini di Georgetown University. Ini saya lakukan karena saya tidak diberi ruang, tidak dapat kerja, dan tidak boleh masuk kampus di Malaysia, padahal saya senang mengajar.
Selain itu, apa motivasi Anda?
Di era pemerintahan Pak Abdullah (Badawi) ini sistem tidak berubah. Apalagi kini terjadi ketegangan ras dan agama. Sisi ekonomi membimbangkan. Indeks korupsi, kebebasan media, dan investasi langsung luar negeri juga merosot. Ini yang akan saya beri ruang cukup (seandainya terpilih sebagai PM).
Apa agenda yang akan Anda usung?
Dari segi ekonomi, kami harus kompetitif dan menerima globalisasi. Saat ini kami kalah dari Cina, India, Singapura, Korea Selatan, dan Taiwan dalam hal teknologi dan upah yang lebih baik. Padahal kami memiliki banyak orang pintar. Ambillah yang pintar untuk memimpin universiti di Malaysia. Jangan ambil ketua-ketua cabang partai politik lalu mengharapkan mereka menghasilkan yang terbaik. Itu tak mungkin.
Bagaimana dengan bidang politik?
Mesti dihentikan pelanggaran terhadap hak asasi manusia. Akta Keamanan Dalam Negeri (ISA) harus dicabut. Media massa mesti bebas, badan kehakiman dibetulkan, dan badan antikorupsi harus independen. Tidak benar korupsi itu mustahil diberantas. Tahun 1960-an Hong Kong identik dengan korupsi, tapi kini mereka menjadi salah satu yang terbersih di Asia.
Anda tidak trauma balik ke politik?
Memang ini sempat menjadi pemikiran saya. Tetapi secara serius tidak pernah terlintas akan mundur. Sepanjang saya yakin kebenaran akan menang, saya akan mainkan itu dengan sebaik-baiknya.
Anda terlihat sangat siap....
Itu proses politik. Apa yang akan saya lakukan adalah bergerak aktif bersama teman-teman dengan agenda khusus dan etika-etika politik yang jelas. Bukan partai alternatif, tapi agenda alternatif dan agenda reformasi. Saya keras dan tegas soal itu. Apakah bisa menarik perhatian golongan elite, profesional, dan rakyat, kita akan lihat nanti. Terlalu awal kalau saya beri jawaban sekarang.
Masih rahasia?
Tidak rahasia. Ada saat di mana Anda terpaksa diam. Di masa lalu, saya sudah coba cara yang lebih lembut, kadang-kadang kompromi yang berlebihan. Sekarang saya memilih menetapkan agenda yang jelas.
Seandainya menang, apa yang akan Anda lakukan terhadap Indonesia?
Indonesia adalah kekuatan subregional yang penting. Kita patut bekerja sama lebih erat dalam soal politik ekonomi dan keamanan. Masalah-masalah seperti terorisme harus diselesaikan dengan cepat dan tegas.
Anda yakin menang?
Kita berikhtiar dan berdoa, Insya Allah. Apalagi dengan bantuan kawan-kawan di Indonesia.
Anda akan kembali ke UMNO?
Ketika kawan-kawan mengajak saya kembali ke UMNO, saya nggak suka, karena partai itu terlalu korup dan sangat feodal. Tak pernah ada pembahasan bagaimana menghilangkan korupsi. Tetapi ada yang suka Pak Mahathir bising (sering berkomentar keras terhadap Abdullah Badawi) karena tak semua orang berani bicara.
Dan kini Badawi menghalangi ruang gerak Mahathir. Komentar Anda?
Saya tidak setuju cara Abdullah Badawi menyekat dan menghalangi Mahathir. Mahathir punya hak sebagai warga negara. Tetapi ketika Mahathir bilang bahwa sekarang Malaysia menjadi negara polisi, media tidak bebas, dia diperlakukan kejam dan tak mempunyai ruang pembelaan, hanya membuat orang tertawa. Bukankah Mahathir dulu melakukan hal yang sama?
Bagaimana Anda memposisikan diri di antara pertentangan keduanya itu?
Sekali waktu Mahathir bertemu Abdullah. Diam-diam dia membawa tape dan merekam pembicaraan. Lalu Mahathir menggelar jumpa pers dan memutar tape berisi pernyataan Abdullah, “Janganlah kita gaduh. Kalau kita gaduh, orang tak suka dengan Anda, juga kepada saya. Yang untung Anwar.” Setelah itu teman-teman menelepon saya dan bilang saya harus berterima kasih kepada Mahathir, ha-ha-ha.
Anda bersedia bergabung lagi dengan Mahathir?
Tidak, bagi saya ini soal prinsip.
Tapi ada berita Anda mengajak Mahathir bergabung melawan Badawi?
Itu dipelintir oleh The New Straits Times. Wartawan NST bertanya pada saya apakah bersedia menerima Mahathir sebagai penasihat oposisi. Saya jawab, “Sudahkah ada penawaran?” Dia jawab, “Kalau seandainya ada?” Saya jawab, “Sudahkah ada jawaban?” Wartawan itu tanya lagi, “Tetapi kalau semua oposisi mau mengusulkan (Mahathir), pendapat Pak Anwar?” Saya katakan, “Terserah pada oposisi, tapi saya tak terlampau senang.” Mahathir harus jelaskan, yang merusak Malaysia adalah dia. Dari soal pemilu, media yang bebas, badan kehakiman yang korup, bahkan tuduhannya pada George Soros saat krisis moneter. Padahal anak-anaknyalah yang merusak. Tidak, saya tidak bersedia bergabung dengan dia.
Anda masih dendam pada Mahathir?
Saya ini bukan malaikat. Al Gore pernah bertanya kepada saya, apakah bisa memaafkan Mahathir. Saya katakan, kalau dia salah kepada saya, saya maafkan. Tetapi kalau dia curi uang rakyat, harus dikembalikan. Itu soal lain. Saya bukan wakil rakyat yang membuat keputusan untuk memberi maaf. Tapi Mahathir selalu merasa di pihak yang benar. Dasar ekonominya benar. Dia tidak pernah memberi apa-apa kepada anak dan keluarganya, tidak pernah ikut campur urusan mahkamah, media massa di era pemerintahannya cukup bebas, polisi tidak pernah menekan rakyat, dan sebagainya. Saya kira Mahathir mengalami major psychological problem.
Anda tadi menyebut ada ketegangan ras dan agama di Malaysia. Benarkah ketegangan ini karena ras Melayu lebih banyak diberi keistimewaan?
Ya, itu akibat penerapan Dasar Ekonomi Baru. Tahun lalu saya mengusulkan supaya Dasar Ekonomi Baru diganti dengan Agenda Ekonomi Malaysia. Tetapi kemudian saya dituduh anti-Melayu, pro-Cina, dan pengkhianat. Sebenarnya yang menolak adalah tauke-tauke kaya yang diuntungkan Dasar Ekonomi Baru. Kebijakan itu dikatakan akan menguntungkan rakyat Melayu, padahal prakteknya mereka merampok atas nama policy itu. Mereka perampok yang memperkaya diri, keluarga, dan kroni mereka. Pelaksanaan Dasar Ekonomi Baru ini menelan dana puluhan miliar dolar.
Apakah tidak ada sisi positif dari kebijakan itu?
Positifnya ada mobilitas sosial, pendidikan, dan pengurangan angka kemiskinan. Tapi apakah pengurangan kemiskinan mesti dilakukan melalui tindakan tegas maupun kebijakan rasial? Saya katakan tidak. Kebijakannya harus transparan. Saya setuju dasar untuk membantu kaum miskin terpinggirkan yang mayoritas orang Melayu dan Islam. Tetapi kebijakan itu dipersepsikan orang Cina dan India merupakan diskriminasi terhadap mereka.
Tetapi bukankah orang Cina dan India lebih maju secara ekonomi?
Ya, faktanya ekonomi orang Cina jauh lebih baik ketimbang orang Melayu. Tetapi persepsinya mereka yang merasa dipinggirkan.
Mengapa distorsi itu bisa muncul?
Orang Cina itu maju bukan karena dasar ekonomi, mereka adalah orang industri. Mereka mampu mewujudkan program dan proyek ekonomi sendiri dan tidak bergantung. Tetapi yang kaya-kaya seperti cukong itu menjadi alat para menteri dan kroni. Akhirnya inilah yang digunakan sebagai dasar untuk memihak kelompok kecil. Saya masih orang Melayu dan tidak mau mengorbankan kepentingan Melayu. Tapi sebagai seorang Melayu dan muslim, saya tidak mau melakukan kebijakan tidak adil kepada orang lain.
Bagaimana peran pemerintah dalam ketegangan sekarang?
Pemerintah saat ini lemah karena korup dan tidak berani melakukan perubahan. Sekarang Malaysia kalah bersaing. Investasi langsung luar negeri kalah dari Indonesia, Filipina, dan Vietnam. Ini tak masuk akal karena kami tak pernah kalah sejak 1957. Kami kalah karena di akhir pemerintahan Mahathir, institusi pemerintahan dirusak. Polisi, badan kehakiman, badan pendakwaan, dan badan korupsi dibatasi. Lalu datang Abdullah. Namun pemerintahannya lemah dan tidak berupaya membetulkan ini semua.
Apakah ini disebabkan lemahnya kepemimpinan Badawi?
Bukan hanya soal leadership, tapi ia lemah secara keseluruhan. Ini bisa dilihat dari jawabannya atas tudingan Mahathir bahwa Abdullah seorang pembohong dan korup. Anaknya mendapat proyek besar dan menantunya memegang banyak kontrol. Setelah beberapa minggu Abdullah menjawab bahwa itu fitnah saja. Yang ada adalah offshore. Tetapi ternyata dia silap. Seminggu kemudian dia kasih penjelasan di televisi. Katanya, “Tak sepatutnya Dr Mahathir berkata begitu. Saya menghormati dia sebagai bekas pemimpin, dia banyak jasa. Memang betul saya bagi proyek kepada anak saya, tapi itu sedikit. Tidak sebanyak Mahathir.” Bagi saya, jawaban itu berbahaya. Dari segi undang-undang, itu kejahatan.
Bagaimana Anda melihat banyaknya orang yang disebut teroris di Indonesia berasal dari Malaysia?
Pak Jusuf Kalla pernah bergurau kepada saya, janganlah you export teroris ke negara kami, ha-ha-ha. Kerja sama antiteroris harus lebih ditingkatkan. Pengalaman dengan Noor Din dan Azahari menunjukkan Malaysia tidak lepas dari problem itu. Mereka harus memantau terus. Jangan buang-buang waktu memantau saya, ha-ha-ha.
DATUK SERI ANWAR IBRAHIM Lahir: Penang, 10 Agustus 1947 Pendidikan: University of Malaya, Jurusan Sastra Malaysia. Pengalaman Organisasi:
Karier Politik:
Karier Profesional: Profesor tamu di Oxford dan Georgetown University, Amerika Serikat |
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
- Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
- Akses penuh seluruh artikel Tempo+
- Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
- Fitur baca cepat di edisi Mingguan
- Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo