Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Wawancara

Direktur Utama Pertamina Elia Massa Manik: Mafia Takut Melobi Saya

10 April 2017 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

ELIA Massa Manik bertengger di pucuk pemimpin PT Pertamina bermodalkan sentuhan emas ala Midas. Namanya mencorong ketika berhasil membalikkan kondisi keuangan PT Elnusa Tbk, anak usaha Pertamina di sektor jasa minyak dan gas bumi, dari merugi menjadi untung dalam satu setengah tahun pada akhir 2012.

Tangan dinginnya berlanjut di induk PT Perkebunan Nusantara. Per 16 Maret lalu, reputasi itu dipertaruhkan di ruang nakhoda Pertamina. Perusahaan negara dengan aset Rp 600 triliun dan 162 anak usaha tersebut gonjang-ganjing akibat dualisme kepemimpinan, sehingga Menteri Badan Usaha Milik Negara Rini Soemarno mencopot Direktur Utama Dwi Soetjipto dan wakilnya, Ahmad Bambang, Januari lalu. "Sejak di Elnusa, saya merasakan ada kotak-kotak di antara pemimpin. Tugas saya sekarang mengubah kondisi itu," kata Massa Manik, 51 tahun.

Insinyur teknik lingkungan lulusan Institut Teknologi Bandung ini kini menjadi ujung tombak tujuh megaproyek Pertamina untuk menjadikan Indonesia swasembada bahan bakar minyak pada 2023. Ia pun berjanji merampungkan peremajaan kilang tua di Balikpapan, Kalimantan Timur, serta Cilacap, Jawa Tengah, yang sempat rusak beruntun dan mengganggu pasokan BBM pada awal tahun ini. "Pokoknya, sekarang gua mau cepat, dah," ujarnya.

Selepas jam kantor Senin pekan lalu, Massa Manik menerima tim Tempo di ruang kerjanya di Jalan Medan Merdeka Timur, Jakarta Pusat. Tanya-jawab yang ditulis Raymundus Rikang dan Reza Maulana ini merupakan wawancara perdana Massa Manik dalam jabatan barunya. Selama tiga pekan pertama di Pertamina, agendanya superpadat. Baru pada malam itu ia sempat memainkan gitar listrik yang bertengger di samping meja kerjanya.

Bagaimana ceritanya Anda terpilih sebagai Direktur Utama Pertamina?

Saya sebelumnya tidak pernah berminat. Saya dihubungi Pak Pratikno, Menteri Sekretaris Negara, pada Jumat (10 Maret 2017), menanyakan kesiapan menjadi Dirut Pertamina. "Pak Massa ready, enggak? Tapi enggak janji, lho." Beliau cuma mengatakan begitu. Saya punya bos, yaitu Menteri Badan Usaha Milik Negara Rini Soemarno. Waktu itu dia belum cerita. Selasa (14 Maret 2017), barulah Bu Menteri kasih tahu saya per telepon.

Menteri BUMN memberi kepastian soal jabatan?

Beliau memberi tahu, berarti sudah ada pembicaraan dengan Pak Presiden. Kamis (16 Maret 2017), saya dilantik. Ceritanya sesimpel itu.

Ada target khusus dari Presiden Joko Widodo dan Menteri Rini?

Value creation. Saya diminta menumbuhkan nilai-nilai dalam perusahaan. Beliau juga berpesan agar saya segera melakukan konsolidasi internal dan meraih target perusahaan yang belum tercapai.

Berkembang pendapat Anda terpilih karena Anda "orangnya" Luhut Pandjaitan, Menteri Koordinator Kemaritiman. Apa penjelasan Anda?

Enggak benar. Beliau adalah mentor saya. Saya kenal beliau saat bekerja di PT Kiani Kertas (Luhut komisaris utama perusahaan ini). Saya dan Pak Luhut intensif berkomunikasi, tapi tak ada kontak sama sekali soal Pertamina. Beliau tegak lurus ke Presiden.

Anda juga dekat dengan Rini Soemarno?

Saya mengenal beliau saat menjadi Chief Executive Officer Pandega Citra Niaga (perusahaan milik keluarga Soemarno). Tapi komunikasi dengan Bu Rini hanya menjelang pelantikan itu. Bu Rini pun mentor saya. Sebagai pemimpin, dia punya kelebihan soal kecepatan pengambilan keputusan. Soal akurasi, itu persoalan lain. Saya pun dalam beberapa hal enggak akurat-akurat banget.

Ada yang menilai keberhasilan Anda menyelamatkan perusahaan yang hampir bangkrut karena Anda jago mengotak-atik laporan keuangan. Apa pembelaan Anda?

Itu pendapat yang kurang ajar dan enggak fair. Saya orang yang paling tak suka otak-atik buku keuangan. Blakblakan saja. Kalau untung, ya, untung; buntung, ya, buntung. Tak ada urusan. PT Perkebunan Nusantara memang masih rugi tahun lalu, tapi sudah untung sebelum saya pergi ke Pertamina.

Anda pernah menjadi bagian dari Pertamina ketika menjabat Presiden Direktur Elnusa pada 2011-2014. Apa yang berubah saat Anda kembali?

Dulu saya sangat merasakan ada kotak-kotak antar-pemimpinnya dan susah berkomunikasi. Kini saya bertugas mengubah kondisi itu. Bila mentalitasnya tak berubah, Pertamina sulit mencapai perusahaan kelas dunia. Selain itu, saya tidak menemukan adanya dorongan yang kuat untuk mengembangkan energi baru dan terbarukan. Saya baru memilih senior vice president untuk menduduki posisi riset dan pengembangan. Semoga kebijakan ini bisa mendorong pengembangan energi alternatif baru.

Bagaimana Anda menyatukan kembali dua kubu di Pertamina setelah dualisme kepemimpinan terdahulu?

Pemegang saham berpesan agar segera melakukan konsolidasi dengan semua pihak. Membentuk soliditas dan kerja sama, kuncinya adalah keterbukaan komunikasi. Semua itu harus dimulai dari pimpinan, termasuk saya. Sekat-sekat di antara pimpinan harus dirobohkan.

Bagaimana caranya?

Semua direktur harus makan siang bersama saya sekarang. Kami punya waktu ngobrol membahas banyak hal, sampai soal pengaduan karyawan. Kadang para direktur bisa datang semua, sering juga ada yang tak bisa hadir karena tugas.

Sudah terlihat hasilnya?

Terlalu dini menilai proses itu karena saya baru dua minggu di Pertamina. Yang penting sekarang adalah saya memberi contoh tak boleh ada tarikan kepentingan dan mencoba merangkul semua pihak.

Apa yang membuat pimpinan tidak kompak?

Soal gaya kepemimpinan. Direktur utama mengatur jalannya organisasi. Saya tegaskan kepada direksi bahwa saat pengambilan keputusan harus clear. Saya minta direksi saling bertanya dan menguji pendapat di setiap rapat. Jangan sampai setiap pemimpin membawa aturan main sendiri-sendiri. Budaya ini hendak saya tularkan ke 162 anak perusahaan. Yang dulu aku tidak mau tahu. Mauku sekarang seperti ini.

Anda tipe pemimpin seperti apa?

Saya orang yang demokratis tapi sekaligus menjadi pengambil keputusan. Saya ingin membangun gerakan perubahan hati, artinya bekerja dengan tulus, jujur, dan amanah. Ketika menjadi pemimpin, kalau bisa memutuskan lebih cepat, kenapa harus diperlambat? Misalnya, pengangkatan direksi anak perusahaan butuh tiga bulan. Kelamaan, Bos. Pokoknya, sekarang gua mau cepat, dah.

Apa tindakan Anda terhadap anak buah yang tak loyal?

Mereka yang tak loyal silakan minggir. Proses manajemen harus berjalan. Bila ada anak buah yang tak kompak, entah saya entah mereka yang cabut. Kebijakan semacam ini harus disosialisasi dulu agar karyawan memahami standar nilai pemimpin yang baru.

Bagaimana Anda menyelaraskan fungsi Pertamina sebagai perusahaan yang mencari keuntungan sekaligus melayani masyarakat?

Kalau sudah jadi perintah pemegang saham untuk melayani masyarakat, ya, harus patuh. Namun harus disertai dengan komunikasi yang jujur. Misalnya, kebijakan BBM satu harga yang ongkosnya belum ideal karena masih percobaan. Jelaskan saja biayanya sekian, untungnya sekian.

Fungsi ganda Pertamina itu sering menghambat kinerja perusahaan?

Kalau tidak efisien, ya, bilang tidak efisien. Kok, susah amat? Saya tidak takut bilang rugi ketika di PT Perkebunan Nusantara. Keterbukaan adalah dasar dari soliditas yang bisa menguatkan kerja sama antarkaryawan.

Jika demikian, apakah program BBM satu harga yang ongkosnya Rp 1,2 triliun per tahun itu realistis?

Ini bukan urusan realistis atau tidak. Pemerintah sudah memutuskan dan dampaknya baik buat rakyat. Kebijakan ini harus dinilai dari seberapa besar manfaatnya bagi rakyat. Kami baru mulai di 9 daerah, sementara pemerintah menargetkan di 154 daerah.

Bagaimana caranya agar tetap efisien?

Di daerah tertentu ada sumber minyak terdekat, kenapa harus ditransfer terlalu jauh? Apakah mungkin membuat kilang kecil? Kami harus mulai melihat kemungkinan pilihan-pilihan semacam itu demi program BBM satu harga yang seefisien mungkin. Yang penting kami diawasi.

Apakah pengawasan itu yang Anda minta saat berkunjung ke Komisi Pemberantasan Korupsi pada 20 Maret lalu?

Kami ingin KPK bisa mengawal kinerja Pertamina. Apalagi kami sedang menjalankan proyek-proyek besar dengan time frame yang ketat. Inilah bedanya perusahaan pemerintah dengan swasta. Menjalankan perusahaan pemerintah perlu asas kehati-hatian. KPK siap membantu bila kami butuh konsultasi.

Sempat membicarakan audit Pertamina Energy Trading Ltd (Petral) dengan KPK?

Belum. Kemarin saya cuma bicara tentang bagaimana mengawal proyek-proyek besar. Capital expenditure Pertamina besar, sekitar Rp 70 triliun pada tahun ini. Kami juga sedang menghadapi kasus hukum yang tidak ingin kami ulangi.

Mengapa pembubaran Petral tak segera tuntas?

Saya belum melihat masalah ini. Tapi sebenarnya aktivitas mereka sudah bubar. Tinggal masalah administrasi. Apalagi yang mau dikaji?

Bukankah masih ada utang yang belum tertagih?

Rasanya enggak gede-gede banget. Tidak sampai miliaran dolar Amerika Serikat. Banyak sekali persoalan yang perlu dibahas lebih dulu, bukan cuma Petral.

Bagaimana terobosan Anda membasmi mafia migas?

Akan saya bangun koridor. Misalnya memperbaiki sistem pengadaan. Jangan pula menerapkan standar ganda dalam memimpin. Panduannya nilai perusahaan yang disebut 6C (clean, competitive, confident, customer focused, commercial, dan capable). Penerapan budaya perusahaan itu akan menjadi tes di masa depan. Silakan masyarakat dan stakeholder menilai.

Sudah ada mafia yang mencoba melobi Anda?

Mereka pada takut melobi gue.

Beberapa kilang Pertamina sempat rusak pada awal tahun lalu. Bagaimana rencana meremajakan kilang-kilang itu?

Jangan ngomong kilang, kondisi pipa-pipa saja kami belum tahu. Tapi tindakan peremajaan kilang sudah tepat. Total kebutuhan kita 1,6 juta barel per hari. Daya tampung kilang cuma 900 ribu-1 juta barel per hari. Paling lambat pada 2025 proyek kilang bisa selesai sehingga Pertamina bisa punya 2 juta barel per hari. Namun kami harus bisa membaca tren bahwa selama masa itu pasti muncul teknologi baru yang akan menurunkan konsumsi BBM. Sembari menyelesaikan kilang itu, kami membuat rencana baru masuk ke sektor bisnis energi terbarukan. Kalau punya pemikiran itu sekarang, kerjanya hari ini, bukan delapan tahun lagi.

Penyelesaian kilang pada 2025 itu seiring dengan target menyetop impor BBM?

Saya kira pemerintah ingin secepatnya. Kalau bisa mandiri secepatnya, kenapa harus menunggu delapan tahun lagi?

Bagaimana perkembangan kerja sama Pertamina dengan Saudi Aramco setelah kunjungan Raja Salman?

Semua sedang dalam proses kajian. Kalau kajiannya tidak selesai, berarti sudah kelihatan siapa yang tidak serius.

Ada kemungkinan kerja sama itu batal?

Kontrolnya ada di kita. Kalau mereka tidak serius, kita harus mencari alternatif. Namun, sebelum sampai di situ, saya perlu mendengar review dari tim internal karena ada banyak kebijakan yang perlu diperiksa lebih teliti. Saya juga perlu bertemu dengan banyak stakeholder.

Tahun lalu Pertamina sangat agresif mengakuisisi aset di luar negeri. Anda akan melanjutkan?

Saya sedang minta data ke tim bagaimana rekam jejak Pertamina mengerjakan akuisisi. Saya ingin melihat gambaran tingkat kesuksesan akuisisi. Sebab, publik sudah lama mendambakan pernyataan tegas apakah kita sukses dalam pekerjaan ini. Dari sembilan aset itu, tiga di antaranya sudah berproduksi, sementara sisanya masih eksplorasi. Tidak buruk-buruk amat.

Bukankah Anda pernah tak sependapat dengan mantan bos Pertamina soal akuisisi aset luar negeri?

Menentang bagaimana? Kau ini paling jago provokasi, ha-ha-ha.... Yang penting kami melihat kebutuhan, antara eksplorasi onshore dan ekspansi ke luar negeri. Kalau memang menjanjikan, kenapa tidak?

Seberapa signifikan manfaat pengambilalihan aset migas di luar negeri?

Energi bukan cuma minyak dan gas. Namun, kalau masih mengandalkan dua jenis energi itu, Pertamina harus berani ekspansi. Tak ada yang keliru dengan kebijakan itu asalkan menerapkan technical due diligence dan mematuhi regulasi pemerintah. Bagaimana kalau sumur eksplorasinya kosong? Ya, risiko. Tapi kami sudah melewati proses akuisisi yang benar.

Apakah ekspansi ke luar negeri itu bagian dari rencana Pertamina menjadi perusahaan kelas dunia?

Saya mau membuat benchmark dulu. Kami harus mulai membenahi kualitas pendapatannya, apakah Pertamina menghasilkan pendapatan yang bagus atau jangan-jangan di belakang banyak diskon. Kedua, menstabilkan pendapatan yang diperoleh dari ratusan anak perusahaan.

Pertamina menempati peringkat berapa di antara perusahaan migas global?

Memang ukurannya apa? Problemnya, kami tidak pernah membuat tolok ukur yang jelas sehingga sulit mengetahui posisi kami. Di PT Perkebunan Nusantara, saya segera mengukur posisi perusahaan. Di situlah saya tahu perusahaan tertinggal jauh dari kompetitor. Saya butuh waktu tiga bulan untuk menemukan posisi itu.

Pengukuran ini juga bagian dari persiapan rencana holding perusahaan migas?

Pertamina itu sebenarnya sudah holding. Ketika mengurus perkebunan, perusahaan sudah holding dan tinggal saya ubah susunannya. Ada yang mengurus operasional perusahaan, ada yang mengurus holding. Tentu nanti akan saya bikin organisasi untuk mengurus anak perusahaan lebih baik lagi.

Anda juga akan melakukan perampingan direksi seperti di PT Perkebunan Nusantara?

Kalau saya bilang soal perampingan sekarang, nanti menjadi isu dan bikin kondisi kacau. Enggak fair untuk anak buah. Saat di perkebunan itu saya bisa melakukannya setelah tiga bulan. Itu pun melewati beberapa kajian, rasionalisasi, dan proses argumentasi dengan tim.

Anda siap mundur bila dinilai gagal?

Ya, anytime. Tak ada keraguan menyatakan sikap itu. Apa yang harus kau pertahankan bila memang enggak mampu mencapai target? Andai kau pun merasa sukses, tapi bila pemegang sahamnya bilang enggak lanjut, ya, berhenti. Maka yang paling enak itu jadi shareholder, ha-ha-ha....

Elia Massa Manik

Tempat dan tanggal lahir: Kabanjahe, Kabupaten Karo, Sumatera Utara, 1 Mei 1965 |

Pendidikan:
- Institut Teknologi Bandung (lulus 1988)
- The Asian Institute of Management, Filipina (lulus 1992) |

Karier:
- Direktur Utama PT Pertamina (Maret 2017-sekarang)
- Direktur Utama PT Perkebunan Nusantara III (April 2016-Maret 2017)
- Senior Executive Vice President Bank BNI (2015-2016)
- Chief Executive Officer PT Elnusa (2011-2014)
- Chief Executive Officer PT Pandega Citra Niaga (2006-2010)
- Chief Operating Officer PT Kiani Kertas (2002-2004)

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
>
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus