Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Bagaimana perasaan Anda ketika terjadi tragedi di AS? Semula saya hanya tahu sepotong-potong karena saya cuma melihat sebagian gambar di televisi di Jerman, yang berbahasa Jerman. Demikian juga koran-koran di sini, hanya berbahasa Jerman atau Italia. Saya hanya menangkap kata-kata "teror". Nah, ketika saya membuka internet, saya baru tahu bahwa Gedung WTC dan Pentagon diserang. Tentu saja saya sangat terkejut. Saya sama sekali tidak mengerti mengapa gedung-gedung penting itu bisa sampai ditabrak pesawat terbang. Saya juga tidak mengerti mengapa pesawat terbang itu bisa dikuasai para pembajak. Padahal sistem keamanan di bandara di AS memiliki tingkat keamanan yang bukan main ketatnya. Bagaimana reaksi masyarakat dan pemerintah Jerman? Di jalan-jalan, masyarakat tampak biasa-biasa. Tapi para politisi dan pemerintah bereaksi sangat keras. Mereka sama sekali tidak mengira negara superpower seperti AS, yang selalu mengandalkan security penuh dalam segala sistem keamanannya, bisa kebobolan. Kemudian, mereka berpikir, bila di AS (saja) bisa terjadi, bisa pula terjadi di mana-mana. Pemerintah Jerman marah dan menyatakan solidaritasnya untuk mendukung AS. Bagaimana tanggapan Anda sendiri tentang penyerangan itu? Terjadinya hal itu menunjukkan adanya persiapan penyerang yang sangat matang dan lama. Apa pun yang dikatakan oleh intelijen AS pascakejadian itu tetap saja menunjukkan bahwa kemampuan penyerang me-lebihi kesiapan lembaga antiteroris di AS. Jadi, mitos negara superpower tidak tertembus tidak terbukti. Sepengetahuan Anda, bagaimana sih sebenarnya sistem intelijen di AS? Sistem intelijen AS itu top class. Dan mereka bekerja sama dengan intelijen negara-negara lain seperti Inggris, Prancis, Israel, dan Jerman. Pokoknya, AS memiliki jaringan military intelligence ataupun non-military intelligence yang luar biasa besarnya. Hal itu terbukti dengan cepatnya proses penyelidikan pascatragedi di New York dan Washington, DC. Bukti-bukti mulai bermunculan. Tapi, ya, tetap saja mereka bisa kebobolan. Anda kan pernah ke Pentagon. Bagaimana keamanan di dalam Pentagon? Keamanan di Pentagon sih jangan ditanya. Barikade keamanan berlapis-lapis. Tidak mungkin orang sembarangan keluar-masuk. Orang hanya bisa ke sana dengan perjanjian. Lalu, orang itu hanya bisa masuk dari pintu yang ditentukan dan dijemput oleh petugas. Setelah itu, masih ada check point untuk menunggu orang yang akan kita temui. Berarti, untuk bisa mendapat informasi di bagian Pentagon yang mana pesawat itu harus ditabrakkan, harus ada semacam foto satelit tentang bagian-bagian di Pentagon dan informasi dari dalam Pentagon. Nah, informasi itu hanya bisa didapat dari rantai spionase AS sendiri. Sebab, memang untuk kebutuhan mata-mata, informasi foto satelit itu bisa saling ditukar. Lalu, bagaimana sistem radar di Pentagon dan di basis militer AS? AS sebenarnya memiliki sistem radar yang bisa membentengi negara itu dari bagian utara. Jadi, ada sistem radar yang sangat canggih di perbatasan dengan Kanada untuk mendeteksi apa pun yang akan memasuki daerah AS—tidak hanya dari udara, tapi juga bila ada serangan misil balistik dan ancaman dari laut. Bahkan radar AS sudah up-dated untuk persiapan perang bintang. Sekarang ini, di AS, ada yang namanya revolution military affairs (RMA), semua peralatan militer dengan sistem komputer yang teramat sangat canggih. Yang bisa menerapkan RMA secara penuh hanya AS. Tidak semua negara Eropa mampu menerapkannya, kecuali Inggris. Dan di Asia, Jepang sudah mulai menerapkannya. AS menuduh Osama bin Ladin berada di belakang semua ini. Bagaimana bila nantinya keliru? Memang tuduhan itu didasarkan pada beberapa peristiwa di masa lalu, ketika Ladin terlibat dalam aksi teror di kedutaan AS di berbagai negara. Selain itu, Ladin memang telah secara terbuka mengumumkan perang terhadap AS. Memang, pihak AS belum bisa menemukan bukti-bukti yang langsung mengaitkan Osama bin Ladin dengan aksi pengeboman di New York dan Washington, DC. Pun belum ditemukan bukti yang mengaitkan pembajak yang dicurigai terlibat dengan Ladin. Tapi AS memang telah menjadikan Osama bin Ladin sebagai prime suspect sehingga berhak meminta agar ia diekstradisi ke AS dan diadili. Apakah Anda sendiri cukup yakin dengan kebenaran tudingan AS terhadap bin Ladin? O, saya tidak yakin, karena ini sebenarnya bukan (saja) perang terhadap Osama bin Ladin, tapi lebih merupakan perang terhadap terorisme. Sebab, nantinya, bila bin Ladin bisa diadili dan dihukum, belum tentu terorisme internasional berhenti. Dan asal terorisme itu kan tidak hanya dari Timur Tengah, tapi juga bisa dari Amerika Latin dan kawasan dunia lainnya. Menurut Anda, sejak kapan fenomena terorisme muncul? Terorisme itu sebenarnya juga merupakan akibat dari perlakuan diskriminatif negara-negara besar, terutama AS, terhadap negara-negara kecil dan negara-negara tertentu di Timur Tengah. Selama rakyat kecil tetap ditindas, terorisme tetap hidup. Sedangkan fenomena terorisme itu mulai muncul pada dasawarsa 1960-1970 ketika perjuangan rakyat di Timur Tengah mulai muncul. Mereka menganggap Israel tidak pernah salah, dan AS selalu melindungi Israel. Yasser Arafat, misalnya, pernah dicap oleh AS sebagai biang teroris internasional karena PLO (Organisasi Pembebasan Rakyat Palestina) dianggap terdiri dari kelompok teroris. Perubahan signifikan apa yang terjadi pada politik luar negeri AS pascaserangan Selasa 11 September lalu? Di masa Perang Dingin, politik luar negeri AS adalah politik keamanan. Tujuan utamanya menghancurkan lawan-lawannya, yaitu negara-negara komunis dan blok Uni Soviet. Selama masa itu, atmosfer politik internasional selalu diwarnai perseteruan antara AS dan Soviet. Nah, di antara kedua negara adidaya kan ada negara-negara kecil. AS dan Uni Soviet berkompetisi merebut pengaruh atas negara-negara dunia ketiga itu. AS tidak mempersoalkan apakah negara-negara kecil tersebut diperintah oleh diktator atau militer, asalkan mendukung AS dan negara-negara Barat. Setelah Perang Dingin usai dengan pecahnya Uni Soviet, AS sudah relatif tidak memiliki musuh negara-negara yang komunis dan sosialis. Lalu, AS mulai gencar menerapkan politik luar negeri yang mengutamakan dukungan terhadap hak-hak asasi manusia dan demokratisasi. AS merasa berhak mengintervensi suatu negara bila itu diyakini demi menegakkan hak asasi manusia dan demokrasi. Kecenderungan AS melakukan intervensi itu tetap berlangsung, tapi sekarang lebih untuk membasmi terorisme internasional. AS bahkan mendeklarasikan perang militer dan politik kepada negara-negara yang dianggap menjadi sarang teroris. Disebutkan bahwa the 21st century war is the war against terrorism. Langkah itulah yang dilakukan AS terhadap Afghanistan. Dewan Keamanan Perserikatan Bangsa-Bangsa pun sudah menyatakan bahwa terorisme internasional mengancam perdamaian internasional. Sehingga, PBB juga melegalkan aksi militer multinasional untuk membasmi terorisme. Bagaimana dampak "perang abad ke-21" AS ini terhadap kawasan Asia-Pasifik? Kawasan Asia-Pasifik tidak terlalu menjadi sasaran AS. Mungkin satu-satunya yang ada di Asia adalah Japan Red Army. Yang diincar AS, selain Afghanistan, adalah Irak, Libia, dan Suriah. Sebenarnya pihak intelijen AS juga mencatat beberapa kelompok di Indonesia sebagai kelompok teroris, misalnya Pasukan Jihad. Tapi kelompok-kelompok di Indonesia itu dianggap tidak mengancam AS, hanya mengancam pemerintah Indonesia. Mungkin, dampaknya ke Asia lebih ke sektor ekonomi. Perekonomian AS kan memang sedang melemah, lalu dihantam dengan teror itu. Tragedi tersebut ikut menghantam perekonomian AS, yang berdampak terutama ke perusahaan-perusahaan penerbangan. Boeing, misalnya, sudah merumahkan 20 ribu hingga 30 ribu karyawannya. Untuk menyelamatkan perekonomian AS, pemerintah AS dan berbagai perusahan besar sudah bersepakat memprioritaskan upaya memperbaiki perekonomiannya. Mereka tampaknya juga akan mem-bail-out perusahaan-perusahaan penerbangan AS yang di ambang sekarat. Nah, bila sudah demikian, saya khawatir kebutuhan Indonesia mendapatkan keringanan utang luar negeri atau pinjaman baru akan semakin sulit. Bila AS benar-benar menyerang Afghanistan, akan seberapa buruk dampaknya dan akan seberapa besar korbannya? Inggris menyatakan mendukung apa pun yang dilakukan AS. Sedangkan negara-negara sahabat AS lainnya di Eropa, seperti Prancis dan Jerman, sudah menegaskan bahwa mereka bersedia membantu AS, termasuk secara militer. Tapi, sebelum melakukan tindakan militer, harus ada bukti-bukti yang kuat. Negara-negara di Eropa itu sekarang tidak bersedia melakukan aksi militer yang tidak justified. Mereka tidak mau lagi memberi cek kosong kepada AS. Jadi, sebelum menyerang Afghanistan, negara-negara itu harus betul-betul yakin bahwa di sana memang ada Osama bin Ladin yang dilindungi pemerintahan Taliban. Bila tidak, mereka juga tidak bersedia membantu. Yang posisinya berbahaya adalah Pakistan karena Presiden Musharaf sudah memberikan apa saja—baik air space maupun (pangkalan di) daratan—yang diminta AS. Tapi tindakan Musharaf itu banyak ditentang berbagai kalangan di Pakistan. Misalnya, para ulama di sana menyatakan bahwa bila wilayah udara dan darat Pakistan dipakai AS, para ulama akan melakukan perang jihad terhadap Musharaf. Musharaf sendiri dihadapkan pada pilihan yang sulit. Bila tidak mengizinkan AS memakai wilayah Pakistan untuk menyerang Afghanistan, negara itu akan menjadi paria karena tidak akan mendapat bantuan internasional (lagi). Tapi, bila membantu AS, akan terjadi kekacauan luar biasa di Pakistan. Tampaknya Musharaf memilih tidak menjadi paria. Apakah kunjungan Presiden Megawati ke AS dianggap dunia internasional menguntungkan kedua belak pihak? Indonesia kan negara muslim terbesar di dunia dan di AS sedang tumbuh sentimen negatif terhadap orang Islam. Saya melihat televisi dan membaca media massa di Jerman, tidak ada ulasan apa pun tentang kunjungan itu. Hanya, saya membaca koran Wall Street Journal, di sana ada sedikit ulasan tentang kunjungan Megawati. Disebutkan bahwa Megawati tidak menyetujui segala bentuk kekerasan. Saya kira kunjungan itu hanya bermakna simbolis, karena tidak banyak yang bisa diharapkan AS dari Indonesia kecuali kesan bahwa AS tidak memusuhi Islam. Pun, Indonesia sebenarnya tidak mungkin bisa berharap banyak pada AS.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
- Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
- Akses penuh seluruh artikel Tempo+
- Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
- Fitur baca cepat di edisi Mingguan
- Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo