Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Pandangan Ainun Najib tak lepas dari layar iPhone putih di tangan kanannya. Sesekali ia menggeser jempolnya di permukaan layar telepon selulernya itu. Wajahnya yang serius berubah jadi rileks saat Tempo menemuinya di lobi Gleneagles Hospital di kawasan Napier Road, Singapura, pada Sabtu siang dua pekan lalu. Tadinya Ainun sempat ragu memberi wawancara dengan alasan keamanan: situs kawalpemilu.org buatannya sedang menjadi perbincangan hangat di Tanah Air ketika itu.
Apalagi dua hari sebelumnya ia sempat dicari seseorang yang mengaku anggota tim sukses salah satu calon presiden. "Saya mau tiarap dulu, Mas, sebelum 22 Juli," katanya. Pada tanggal itu, Komisi Pemilihan Umum mengeluarkan hasil hitungan suara pemilihan presiden, hingga orang pasti akan lebih berkonsentrasi pada data KPU.
Ainun berubah pikiran setelah dia menelusuri biodata Mahardika Satria Hadi, wartawan Tempo yang menjumpainya di Singapura. "Maaf, saya harus cross-check dulu siapa Anda," kata pria 28 tahun ini.
Penampilan salah satu penggagas situs kawalpemilu.org ini amat kasual, jauh dari kesan kutu buku atau seorang pakar komputer dan teknologi informasi. Dia mengenakan kaus berkerah, celana kain krem, dan sandal jepit kulit. Dengan peci hitam di kepala, tampang Ainun bahkan lebih mirip ustad.
Di lobi Gleneagles Hospital, dia bercerita panjang-lebar tentang situs hitung suara yang dirakitnya bersama dua sejawatnya di luar negeri. Obrolan kemudian dilanjutkan ke kawasan Geylang karena Ainun, yang hari itu ditemani istri dan seorang putranya, harus mencari masjid. "Saya mau salat, sekalian mencari jajanan berbuka puasa," ujar konsultan IT di perusahaan teknologi multinasional ini.
Ainun Najib dibesarkan di tengah keluarga santri di sebuah desa di Gresik, Jawa Timur. Bapaknya, Abdul Rozaq, lulusan pesantren sekaligus kiai kampung yang bekerja sebagai pengawas pendidikan di Kementerian Agama Kabupaten Gresik. Ibunya, Rustinah, adalah guru sekolah dasar. "Orang tua dan keluarga saya orang NU totok," kata pria bertubuh kecil yang memelihara kumis dan jenggot ini.
Kendati tinggal di Negeri Singa sejak zaman kuliah, Ainun tidak serta-merta cuek terhadap situasi Tanah Air. Alumnus jurusan rekayasa komputer di Nanyang Technological University ini merasa terpanggil melakukan sesuatu tatkala melihat perkembangan politik yang memanas setelah pemilihan presiden pada 9 Juli lalu. Ia membuat kawalpemilu.org, situs yang menayangkan real count rekapitulasi surat suara berdasarkan tabulasi data formulir C1 KPU.
Siapa yang pertama memiliki ide membuat kawalpemilu.org?
Inisiatifnya dari saya. Setelah pemilu, saya sebenarnya mau diam, berfokus pada puasa Ramadan, dan menunggu saja hasil KPU. Nah, satu hari setelah pemilu, saya terkena flu berat sehingga tidak masuk kantor. Hikmahnya, saya jadi Facebook-an. Saya lihat ada perkembangan yang mengkhawatirkan, yaitu kedua belah pihak mengklaim kemenangan. Saya khawatir bangsa ini bisa terbelah karena dua-duanya mengaku benar. Yang satu berdasarkan kredibilitas lembaga quick count. Satunya dari lembaga yang sudah terkenal dengan akurasi data real count yang mendekati KPU, karena punya jaringan saksi yang cukup solid dan militan di daerah.
Kenapa memilih nama kawalpemilu?
Awalnya sempat mau pakai kawalpemilu.com, terus diganti karena ini bukan komersial. Nama kawalpemilu memang yang tercetus pertama. Filosofinya kami mau mengawal pemilu ini untuk tetap transparan di mata publik. Jangan sampai ada tangan yang mencoba menggoyang KPU, menggiring opini publik, atau apa pun.
Dari mana inspirasinya?
Salah satu teman saya mem-posting status di Facebook tentang data KPU yang bisa dimanfaatkan. Saya kemudian chat saja dengan dia. Kami berbicara tentang bagaimana memanfaatkan data dari KPU yang bisa diunduh itu. Lalu kami bertiga berdiskusi dan terwujud konsep crowdsourcing.
Bertiga? Siapa saja mereka?
Kami bertiga adalah tim inti. Dua orang lainnya bekerja di Silicon Valley, Amerika Serikat, satu di Australia. Mereka alumnus olimpiade komputer Indonesia, angkatan lebih senior dari saya.
Apa peran mereka?
Mereka yang bikin website. Satu berfokus bikin website internal yang dirahasiakan alamatnya untuk memasukkan data. Database-nya ada di situ. Satu lagi membuat situs untuk publik, www.kawalpemilu.org, yang bisa diakses oleh umum. Dua orang ini lantas mengajak dua teman lain.
Di mana lokasi pengelolaan situs kawalpemilu?
Kami enggak punya markas. Secara fisik, kami enggak melakukan rapat. Lha wong tim inti yang di Singapura itu hanya saya sendiri.
Benar-benar tidak ada markas?
Ha-ha-ha…, ini kan era 2.0. Yang penting sekarang itu ruang maya.
Setelah tim inti terbentuk, apa yang kalian lakukan?
Teman saya mulai membuat situs pada Jumat (11 Juli). Sembari menunggu tim IT membuat sistem, saya membuat Facebook Group yang dirahasiakan supaya tidak bisa dijangkau orang lain. Tidak sembarangan orang bisa bergabung. Saya ajak empat teman lain lagi yang bisa dipercaya untuk mulai berlatih. Saat itu formulir C1 (hasil penghitungan suara di tiap tempat pemungutan suara) untuk Provinsi Gorontalo sudah 100 persen masuk di KPU. Gorontalo adalah provinsi pertama yang C1-nya selesai. Inilah pilot province kami. Kami berlatih dulu secara manual, membuka formulir C1 satu per satu, mengetikkan angka di dalamnya ke Spreadsheet (program komputer seperti Excel). Dalam tiga hari, kami hanya bisa menyelesaikan 100 persen data Gorontalo dan 50 persen data Bengkulu.
Kenapa lambat sekali?
Ya, karena kami melakukannya secara manual. Padahal Gorontalo cuma 2.000 TPS. Baru pada hari Minggu siang sistem untuk memasukkan data tersedia dan kami memasukkan data. Begitu sistem terasa oke, kami ajak teman lain ikut memasukkannya. Begitu Minggu petang, saya bilang sistem ini sudah bisa sepenuhnya dipakai. Saya menunjuk beberapa teman untuk jadi admin grup dan mencari teman (relawan) lain.
Total ada berapa admin?
Ada 20-an orang yang saya tunjuk jadi admin. Admin yang di Australia mencari teman di sana. Begitu pula di negara-negara lain sehingga cepat.
Berapa jumlah relawan yang tergabung?
Total ada 700. Hampir separuhnya di Singapura, sisanya tersebar di seluruh dunia. Enggak tahu kenapa bisa pas 700 orang. Mungkin iseng saja itu teman-teman, setelah 700 permintaan yang lain ditolak, ha-ha-ha….
Apa syarat menjadi relawan?
Jujur, berintegritas, bisa dipercaya. Sekalipun misalnya dia simpatisan capres nomor 1 atau 2, kami menerimanya asalkan dia tidak mengacaukan data.
Tugas mereka apa saja?
Gampang, tinggal memasukkan data. Tidak butuh waktu panjang, satu TPS cuma 5 detik. Cepat sekali. Lebih dari 478 ribu TPS bisa selesai dalam waktu tiga hari saja.
Siapa saja relawan ini?
Latar belakangnya macam-macam. Mayoritas dari kalangan profesional, lulusan luar negeri, dan bekerja di mana-mana, tidak melulu di bidang teknologi informasi. Dari Indonesia juga banyak.
Model perekrutannya bagaimana?
Itu kayak multilevel marketing, bersifat eksponensial. Jadi, teman mengajak teman, mengajak teman. Tahu-tahu pada Rabu (16 Juli) sudah 700 orang. Kami pun menghentikannya. Lagi pula, kerja sudah selesai. Kami khawatir orang yang masuk pada tahap ini niatnya meragukan.
Memangnya ada yang mau menyusup?
Ada teman yang merekomendasikan temannya. Saya bilang, "Maaf, sudah tidak menerima lagi." Ternyata orang ini di mana-mana menulis serangan terhadap kawalpemilu. Lha, bayangin kalau orang ini masuk, mau jadi apa kawalpemilu? Bisa bubar, wassalam....
Seberapa ketat seleksi relawan kawalpemilu?
Seleksi ada di tangan para admin. Kalau saya pribadi, metodenya dengan melihat dia lulusan mana, ha-ha-ha…. Itu heuristik saja, kalau dia lulusan universitas bonafide semestinya berintegritas. Saya juga mengecek profilnya, apakah fanatik atau tidak.
Bagaimana komunikasi mereka?
Semua lewat grup Facebook. Termasuk ketika saya tiarap karena ada orang dari Jakarta mau ke sini. Teman-teman saya menyarankan saya mematikan dulu akun social media saya. Awalnya saya melakukan itu, tapi saya baru sadar, lho enggak bisa saya mematikan media sosial, karena komunikasi kami kan semua lewat Facebook.
Anda mengawasi semuanya?
Saya membebaskan para koordinator provinsi untuk bertanggung jawab. Pertama, bertanggung jawab cari sendiri tim, baik dari grup itu maupun dari luar untuk diajak masuk grup. Kedua, tanggung jawab mereka adalah memasukkan data provinsi yang mereka pegang sampai selesai. Ketiga, mereka bertanggung jawab untuk memverifikasi data yang benar.
Bagaimana verifikasinya?
Dicek secara acak saja. Kalau sekarang sih yang memverifikasi ada ratusan ribu pasang mata. Orang-orang yang antipati dengan kawalpemilu kan seneng banget kalau menemukan data yang salah. Begitu ada laporan data yang salah, langsung kami koreksi. Sudah kami sediakan fitur "laporkan kesalahan" di situ, sehingga siapa pun bisa melaporkan kesalahan. Data dari situ akan disinkronisasi ke server internal untuk diperbarui.
Lalu apa peran Anda?
Saya mengkoordinasi, menggerakkan tim relawan, konseptor, dan inisiator. Sekarang sih sudah nyantai. Saya berperan menjadi juru bicara dan pasang badan. Yang lain kan enggak muncul sama sekali.
Keputusan menjadi juru bicara itu atas inisiatif teman-teman atau Anda sendiri?
Karena saya lebih paham situasi politik di Tanah Air, teman-teman bilang dari awal lebih baik saya yang kasih statement ke media daripada keliru. Setelah situasi seperti ini, kami lebih baik di bawah radar, tidak usah terlalu banyak muncul. Karena saya telanjur muncul, ya, lebih baik jadi juru bicara sekalian.
Apa keistimewaan situs kawalpemilu?
Kawalpemilu punya data agregasi nasional, bisa dilihat detailnya hingga provinsi, kabupaten/kota, kecamatan, desa, dan TPS. Setiap TPS ada bukti C1-nya. Dengan cepat orang bisa memverifikasi benar atau salah. Siapa saja bisa mengklaim, tapi klaim mereka dihadapkan pada sebuah verifier yang solid, sehingga tidak sampai menjadi desas-desus yang meresahkan. Tidak sampai jadi alasan untuk menggerakkan massa sudah disetop dulu oleh verifier yang akurat.
Menurut Anda, apa yang membedakannya dengan hasil rekap suara di situs KPU?
Sudah bagus sekali data yang dibuka KPU untuk umum. Harus kita acungi jempol. Kawalpemilu tidak akan bisa terwujud kalau KPU tidak membuka datanya. Problemnya adalah rekapitulasi KPU tidak terlihat segera. Bahkan ketika ada DA1 (penghitungan kecamatan), DB1 (kabupaten/kota), DC1 (provinsi), kita tidak bisa melacaknya kembali ke C1. Misalnya ada kekeliruan atau salah ketik di data DA1, kita tidak bisa melacak di mana letak kesalahannya kecuali secara manual, menghitung lagi satu per satu. Itu sangat melelahkan. Nah, kelemahan itu yang ditutupi oleh kawalpemilu. Data di kami bisa dilacak. Kami sebenarnya membantu KPU supaya rekapitulasinya lebih transparan.
Banyak yang bilang sistem Anda keren.
Semua dibikin dari nol, oleh orang jenius ini (temannya di Amerika). Teman yang satu lagi bikin server untuk situs publik dan langsung berhadapan dengan hacker.
Bisa bercerita lebih detail soal serangan hacker?
Setelah Rabu (16 Juli) siang mulai gencar serangan hacker. Kami mendapat bantuan dua hacker putih untuk mengawasi serangan dari Indonesia. Total ada lima orang yang menahan serangan mereka. Bisa dibilang tim Pandawa Lima untuk pengamanan.
Kapan terjadi serangan paling parah?
Hari Jumat (18 Juli) sempat ada serangan yang masif, 40 gigabita per menit. Kan, gendeng itu. Deras sekali. Harapan mereka, kami kewalahan, servernya tidak bisa merespons. Tapi ternyata kawalpemilu tetap bisa diakses, lha wong situs itu hosting-nya di Google. Kuat sekali. Jadi, kalau mau bikin kawalpemilu down, mereka harus bikin Google down dulu. Kata teman saya yang ikut mengamankan itu, seluruh bandwidth se-Indonesia digabungkan jadi satu juga masih ditelan sama Google, he-he-he....
Berapa biaya yang dikeluarkan untuk membuat situs ini?
Domainnya sih standar, US$ 11,95 (sekitar Rp 138 ribu). Untuk tagihan server kurang lebih US$ 53,82 (sekitar Rp 623 ribu).
Bagaimana Anda menanggapi kritik terhadap kawalpemilu?
Yang namanya orang, kritik pasti ada. Tapi sejauh ini kami dapati kritik itu enggak ada yang cerdas. Sebab, kalau orang yang cerdas pasti dia tahu, mengkritik data ya dengan data. "Ini dataku, mana datamu?" Itu slogan teman-teman relawan. Walhasil, mereka diam karena tidak punya data. Lha wong datanya masif, 478 ribu TPS.
Bisakah sistem ini diadopsi KPU sehingga situs mereka jadi lebih baik?
Ya, bisa banget. Sekarang tinggal political will-nya saja. Kami berharap lima tahun kelak tak perlu lagi ada situs seperti kawalpemilu.
Ainun Najib Tanggal dan Tempat lahir: 20 Oktober 1985 di Desa Klotok, Kecamatan Balongpanggang, Kabupaten Gresik, Jawa Timur Pendidikan: Madrasah Ibtidaiyah Islamiyah Ganggang, Balongpanggang, Gresik | SMPN 1 Balongpanggang, Gresik | SMAN 5 Surabaya | anyang Technological University, Singapura, jurusan computer engineering dengan beasiswa ASEAN Scholarship Karier: Konsultan IT di perusahaan teknologi multinasional di Singapura Prestasi Mewakili Indonesia ke International Mathematical Olympiad 2002 | Bronze Medal Asia-Pacific Mathematical Olympiad 2003 | Sebagai tim menjuarai ACM Inter Collegiate Programming Competition (ICPC) Regional Asia di Teheran, Iran, 2006 | Mengikuti World Final ACM ICPC di Tokyo, Jepang, 2007 |
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
- Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
- Akses penuh seluruh artikel Tempo+
- Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
- Fitur baca cepat di edisi Mingguan
- Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo