Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
DUA tahun lebih menduduki posisi orang kedua di negeri ini, Wakil Presiden Jusuf Kalla tidak bisa tenang. Ia bergerak, menyampaikan kegusarannya atas kinerja ekonomi yang lambat. Sasaran tegurannya banyak: dari menteri, pejabat departemen, bankir, pengusaha, hingga petinggi Bank Indonesia.
Tak cuma itu. Kalla, 65 tahun, rajin menghadiri dan memimpin rapat-rapat di departemen, perusahaan negara (BUMN), termasuk di Bank Indonesia yang independen sekalipun.
Kalla kontroversial, acap menjadi sasaran kritik. Ia wakil presiden, juga Ketua Umum Partai Golkar, sebuah kombinasi yang di mata sebagian orang membahayakan. Namun, dari posisinya di Partai Golkar, ia bisa tahu: ketika usia pemerintahan Presiden Susilo Bambang Yudhoyono periode ini tinggal dua setengah tahun lagi, masih banyak janji yang pernah terlontar dalam kampanye Pemilu 2004 yang belum terpenuhi, antara lain menurunkan angka kemiskinan dan pengangguran.
Ia bergerak, berpacu dengan waktu, namun gaya dan cara yang ditempuhnya kadang mengusik kenyamanan. Para pejabat departemen dan BUMN sering mengeluhkan kecaman sang Wakil Pre-siden. Bahkan Menteri Koordinator Perekonomian Boediono digosipkan mengancam mundur karena berseberangan dengannya.
Kalla membantah kabar Boediono hendak mundur. "Tidak benar itu," ujarnya. Ia justru senang melihat perkembangan yang ada. "Lihat saja, proyek-proyek mulai jalan. Bank-bank berebut mendanai jalan tol."
Kamis sore pekan lalu, setelah menceramahi para bupati di acara Musyawarah Perencanaan Pembangunan Nasional di Hotel Bidakara, Jakarta, ia menerima tim redaksi Tempo. Di Istana Wakil Presiden, ia melayani pertanyaan-pertanyaan Wahyu Muryadi, Metta Dharmasaputra, Wens Manggut, Heri Susanto, dan Budi Setyarso. Berikut petikannya:
Bagaimana kinerja ekonomi saat ini, apakah sudah memuaskan?
Memuaskan atau tidak, tergantung kriterianya. Kalau kriterianya dari tahun ke tahun, tahun ini jelas lebih baik dari tahun sebelumnya. Ekonomi tumbuh lebih tinggi. Masalah yang dulu memberatkan, sekarang sudah beres. Suku bunga turun, indeks harga saham gabungan meningkat, investasi naik dan bank memberi kredit besar-besaran.
Bank mau menyalurkan kredit besar-besaran karena sadar atau ditekan?
Kalau tidak bergerak, kan semua rugi. Bank Indonesia rugi karena harus membayar bunga Sertifikat Bank Indonesia (SBI). Bank rugi karena mendapatkan bunga SBI (9 persen) lebih rendah dibanding bunga kredit (12-14 persen). Rakyat rugi karena tidak ada lapangan kerja. Jadi, semua harus untung. Bukan karena saya memberi tekanan keras, tetapi ini untuk kepentingan bersama.
Bukankah kalau tidak ditekan, bank cenderung diam?
Dari sisi bank, mereka sebenarnya juga bertanya, apa yang kami biayai. Untuk menjawabnya, proyek listrik kita buka. Proyek jalan tol, pelabuhan dan bandara juga dibuka. Jadi, sektor riil juga harus dipermudah.
Di sektor infrastruktur, apakah masih banyak kendala?
Oh ya, memang ada kendala, tetapi kita cari solusinya. Contohnya listrik. Sejak merdeka, kapasitas listrik kita hanya 24 ribu megawatt. Sekarang, dalam waktu tiga tahun akan dibangun 10 ribu megawatt. Dalam proyek jalan tol, sekarang bank berebutan dan minta mana lagi yang akan dibiayai. Jadi, cukup saya dua kali marah. Bank sudah beberapa kali meneken kredit jalan tol.
Bagaimana di tim ekonomi? Tampaknya Menteri Boediono sangat hati-hati?
Ya, kadang-kadang begitu, tapi rem juga penting loh. Kalau gas semua, nanti bisa nabrak.
Mereka sempat juga dimarah-marahi?
Tidaklah. Cuma diarahkan.
Apa benar ada perbedaan dengan tim ekonomi soal infrastruktur?
Itu dulu, tahun lalu. Beda pendapat itu biasa. Tapi, sekarang tidak lagi. Malah, pada 2008 nanti, anggaran infrastruktur naik 50 persen.
Artinya, mereka sudah bisa mengikuti langgam Anda?
Bisalah. Mereka semua ikut. Kami kan sampaikan bahwa soal risiko ditanggung Presiden dan Wakil Presiden, bukan mereka.
Kesannya kok presiden mengambil alih tanggung jawab. Memangnya mereka takut?
Ini soal risiko negara. Menteri hanya pelaksana atau manajer. Sedangkan risiko ditanggung oleh presiden dan wakil presiden sebagai chief executive officer negara ini.
Konon, Boediono pernah minta mundur karena beda pendapat?
Tidaklah. Saya tak pernah mendengar tuh. Antara menteri dan wapres tidak boleh beda pendapat. Yang di bawah harus ikut atasan. Demokrasi di pemerintahan bukan seperti di DPR. Keputusan presiden harus dijalankan. Tidak boleh bilang tidak. Sebab, tanggung jawab ada di presiden.
Di bursa saham, keretakan hubungan JK-Boediono cukup santer.
Boediono itu orangnya baik, tetapi saya memang perlu pencet. Kalau tidak dipencet semuanya, baik menteri, departemen, BUMN, bank, apakah bisa jalan proyek ini? Begitu pula di Tempo, masak jika pimpinan Tempo punya arahan, Anda berbeda arah. Jadi, bukan soal mau atau tidak, tetapi harus ikut.
Benarkah Boediono mengancam mundur karena tak tahan tekanan?
Begini. Anda selama ini katakan pemerintah lambat. Setelah kami pencet, Anda tanya lagi mengapa dipencet? Saya kan bingung, apa maunya bangsa ini? Padahal, kami pencet kan supaya cepat.
Mungkin gayanya saja yang berbeda?
Orang Bugis kan beda dengan orang Solo, hahaha....
Sebenarnya, seperti apa perbedaan pendapat soal jaminan proyek?
Jaminan itu masalah risiko. Jadi, presiden dan wapres yang memutuskan risiko apa yang dijamin. Di tingkat menteri memang harus hati-hati. Tapi, begitu presiden putuskan dijamin, ya harus dijamin. Listrik dijamin, monorel dijamin.
Proyek listrik yang dibiayai Cina juga dijamin?
Apa saja bisa. Yang penting proyek jalan. Kalau tidak, pemerintah harus pinjam ke Bank Dunia. Itu juga dijamin negara. Di proyek PLN, pemerintah cuma menanggung risiko. Toh, selama ini kerugian dan subsidi PLN Rp 30 triliun dipikul negara.
Kalau jalan tol tidak dijamin?
Betul. Untuk jalan tol, bank tak perlu jaminan setelah pemerintah membebaskan lahan. Kasus tol beda dengan listrik. Di proyek tol, investor menjadi operatornya. Sedangkan operator listrik diberikan ke PLN. Jadi, mereka perlu jaminan karena takut tak dibayar PLN.
Bagaimana nasib jalan tol yang tertunda-tunda?
Kami kasih waktu enam bulan. Kalau tidak jalan, Jasa Marga ambil alih.
Usulan Jasa Marga menjual jalan tol, masih berlaku tidak?
Oh ya, harus. Itu dipersiapkan. Jasa Marga jadi developer saja. Bangun-jual, bangun-jual. Tidak nongkrongin jalan tol. Itu akan mempercepat pembangunan tol.
Dalam kasus monorel, apa benar Komite Kebijakan Percepatan Infrastruktur (KKPI) yang dipimpin Boediono merekomendasikan tender ulang?
Tugas KKPI adalah komite percepatan, bukan perlambatan. Itu tertuang dalam Peraturan Presiden Nomor 42/2005 tentang Percepatan Pembangunan Infrastruktur. Baca di situ jelas disebutkan 16 kali kata "percepatan". Kalau memperlambat berarti melanggar perpres (peraturan presiden). Dalam kasus monorel, proyek ini sudah dipancang pada masa (kepresidenan) Ibu Megawati. Itu sesuai dengan keputusan presiden yang berlaku saat itu. Saya kan harus menjaga kehormatan dan kewibawaan keputusan Bu Mega. Tetapi, itu memang tidak jalan. Jadi, apa urusannya membuat rekomendasi seperti itu? Apa yang mau ditender ulang, kalau proyeknya sudah dibangun?
Namun, dalam proyek monorel sepertinya ada masalah?
Sejarahnya begini. Jakarta Monorail (operator) semula memperkirakan investasi US$ 800 juta melalui kerja sama dengan Maglev dari Korea. Apa-apaan ini? Proyek cuma 14,5 kilometer pakai kereta jarak jauh dengan kecepatan 400 kilometer per jam. Pasti kau ditipu oleh Korea-Korea itu. Tidak, saya bilang. Pakai teknologi dalam negeri saja. Pakai otak dan otot Indonesia. Kita kan sudah punya pengalaman 200 tahun di kereta api. Jangan sedikit-sedikit Korea, Jerman. Saya juga minta biaya diturunkan separuhnya. Setelah dihitung, memang, bisa turun menjadi US$ 500 juta. Sejak itu muncul konsorsium PT Bukaka Teknik Utama, PT Adhi Karya, PT Inka, dan PT Kereta Api.
Tapi, keterlibatan Bukaka menimbulkan persepsi lain.
Silakan saja. Yang penting, biaya turun US$ 300 juta. Maukah Anda ditipu dengan biaya US$ 800 juta? Memangnya saya bodoh? Ini penting untuk menanamkan nasionalisme. Kalau asing terus, otak kita buntu. Soal Bukaka di situ, mengapa tidak? Dia kan perusahaan engineering sejak dulu. Apakah saya harus korbankan US$ 300 juta hanya karena Bukaka jangan ikut. Kalau saya naikkan menjadi US$ 2 miliar, baru KKN itu namanya.
Kapasitas penumpang monorel 160 ribu orang per hari apakah bisa dicapai?
Di Kuala Lumpur yang penduduknya 3 juta saja, monorel bisa mengangkut 300 ribu per hari. Masak, Jakarta yang penduduknya 10 juta jiwa tidak bisa 160 ribu orang per hari. Pasti bisa. Apalagi, konsepnya satu rel enam gerbong, bukan tiga gerbong.
Dengan percepatan infrastruktur, ekonomi bisa tumbuh berapa?
Tahun depan kami targetkan 7 persen. Saya yakin ekonomi akan melejit. Ini kan baru Mei, masih ada waktu. Lihat saja, pertemuan bisnis Indonesia-Korea Selatan pekan lalu, ada 160 wakil Korea datang dan mereka antusias. Investor Timur Tengah sudah membuka bank dan akan membangun pariwisata di Lombok. Di daerah, kebun kelapa sawit diperluas dan jalan Trans-Sumatra dibangun. Saya bilang sama Kamar Dagang dan Industri agar membeli alat-alat berat karena akan banyak pembangunan infrastruktur.
Soal rencana reshuffle, apakah hanya untuk yang sakit?
Sakit kan biasa. Ya, kalau Pak Ma'ruf kan sedang berupaya berobat ke Singapura. Yang lain-lain sehat.
Sugiharto, Menteri BUMN kabarnya sakit jantung?
Hahaha. Pokoknya, kalau soal reshuffle, tunggu saja. Membentuk kesebelasan sepak bola kan tidak gampang, apalagi membentuk kabinet.
Apa tujuan reshuffle kali ini?
Ya, untuk peningkatan kinerja.
Dalam soal reshuffle, kalau dulu Anda aktif, sekarang bagaimana?
Jawaban normatifnya itu hak prerogatif presiden.
H. Muhammad Jusuf Kalla Lahir :Watampone, 15 Mei 1942 Pendidikan
Karier
|
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
- Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
- Akses penuh seluruh artikel Tempo+
- Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
- Fitur baca cepat di edisi Mingguan
- Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo