Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Wawancara

Kami Mulai dari Minus

28 November 2016 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

DI pundak Letnan Jenderal Tentara Nasional Indonesia Edy Rahmayadi, harapan pencinta sepak bola nasional kini bertumpu. Masyarakat berharap Edy, yang terpilih sebagai Ketua Umum Persatuan Sepak Bola Seluruh Indonesia dalam kongres 10 November lalu, mampu membereskan karut-marut persepakbolaan Tanah Air.

Edy menghadapi banyak persoalan untuk mewujudkan harapan tersebut. Apalagi PSSI belum lama bebas dari sanksi yang dijatuhkan Federasi Sepak Bola Internasional (FIFA). "PSSI sekarang enggak mulai dari nol, tapi minus," kata Edy, 55 tahun.

Panglima Komando Cadangan Strategis Angkatan Darat itu mengatakan akan mengawali kerjanya dengan mereformasi organisasi, lalu menuntaskan kasus dualisme klub dan membina pemain usia muda. Dengan membina pemain dari usia 15 tahun, mantan kiper PSMS Medan junior ini punya target tim Merah Putih berlaga di Olimpiade 2024. "Insya Allah, bangsa ini mulai bicara di situ," ujarnya.

Selasa pagi pekan lalu, Edy menerima wartawan Tempo Sapto Yunus, Raymundus Rikang, Rina Widiastuti, Indra Wijaya, Reza Maulana, dan fotografer Dhemas Reviyanto di Markas Kostrad, Jakarta Pusat. Selama satu setengah jam, didampingi Wakil Ketua Umum PSSI Joko Driyono, Sekretaris Jenderal Ade Wellington, dan Kepala Penerangan Kostrad Letnan Kolonel Agus Bhakti, Edy berbicara tentang pelbagai persoalan sepak bola nasional, dari harapan Presiden Joko Widodo, membereskan masalah suporter, hingga memberantas suap dan pengaturan skor.

Apa program andalan Anda untuk PSSI?

Pertama ialah program jangka pendek menyiapkan tim nasional yang kuat untuk SEA Games 2017 di Kuala Lumpur serta Asian Games 2018 di Jakarta dan Palembang. Tak ada alasan lagi bagi kita untuk gagal di dua ajang itu karena marwah bangsa ini dipertaruhkan. Setidaknya masuk semifinal (Asian Games). Seharusnya kita bisa nomor satu, tapi harus tahu diri.
Kedua ialah program jangka menengah dan panjang dengan membina pemain kelompok umur 15 tahun. Mereka bisa kita andalkan delapan tahun lagi saat Olimpiade 2024. Sebelumnya, ada Pra-Olimpiade pada 2022. Nah, pada masa itu, pemain yang kita bina sekarang sudah produktif. Insya Allah, bangsa ini mulai bicara di situ.

Kenapa target Anda bukan Olimpiade 2020?

Terlalu berat. Pra-Olimpiadenya dimulai 2018. Indonesia belum punya pemain andalan baru. Masih Evan Dimas, Manahati Lestusen, dan mantan timnas U-19. Ada yang mempertanyakan kualitasnya. Jawabannya, mereka adalah yang terbaik dari yang terjelek. Tak banyak pilihan karena pembinaan sepak bola Indonesia sedang berhenti atau dalam kondisi kritis. Perlu diingat, pembinaan usia dini tak bisa instan dan harus berjenjang.

Bukankah sekarang sudah ada kompetisi?

Kompetisi sekarang masih banyak di­ikuti pemain senior di atas 35 tahun, seperti Bambang Pamungkas, Cristian Gonzalez, dan Ismed Sofyan. Ini menunjukkan bahwa kualitas pemain muda kita belum cukup.

FIFA memulai pembinaan usia dini di umur 12 tahun dan berjenjang sampai U-23. Mengapa PSSI mulai U-15?

Format FIFA cenderung ke Eropa, yang jarak antarkota dan negaranya sangat dekat. Kami akan menyikapinya dengan pembagian tiga zona pembinaan. Zona pertama mencakup Sumatera, lalu zona kedua meliputi Jawa dan Kalimantan. Dan zona ketiga Bali sampai Papua. Anak-anak usia 12 tahun itu belum ada karakter permainan dan posisi yang spesifik. Mereka main bola seperti laron. Pada usia 15 tahun, mereka sudah ada penjurusan posisi sehingga memudahkan pembinaan.

Bagaimana Anda menargetkan lolos Olimpiade 2024 sementara kepengurusan Anda hanya sampai 2020?

Saya buat database sehingga mendapatkan satu-dua pemain dari setiap daerah. Secara matematis, kita bisa mendapatkan 34 orang dari 34 provinsi. Kami rencanakan mengirim mereka berlatih, misalnya dua pemain di Spanyol, dua pemain di Belanda, dan dua lainnya di Italia, berputar. Lalu kumpul lagi di sini. Kami bina sampai 2024 sehingga tak lagi cari-cari bakat dari luar.

Berarti peluang pemain naturalisasi memperkuat tim nasional tertutup?

Untuk jangka pendek, saya tetap cari muka-muka separuh Indonesia separuh asing. Kita ada keterlambatan dalam pembinaan. Mau tidak mau, langkah ini harus diambil. Saya tak mau yang bukan sepenuhnya orang Indonesia, harus ada hubungan emosional. Saya bertemu dengan ayah Radja Nainggolan (gelandang berdarah Indonesia yang jadi andalan Belgia dan AS Roma). Tapi aturan FIFA melarang pemain membela dua negara.

Selain melakukan pembinaan pemain, Anda punya pekerjaan rumah mereformasi organisasi. Bagaimana peta jalan yang Anda rancang?

Kami masih memakai struktur organisasi yang digariskan Statuta FIFA. Ada ketua umum, wakil, lalu komite eksekutif. Ini belum tuntas. Nantinya ada bidang khusus yang mengurus pendidikan dan pelatihan serta industri sepak bola. Saya ingin kerja PSSI itu sekitar 60 persennya mengelola industri dan sisanya adalah pembinaan sepak bola. Sebab, tanpa industri, sepak bola ini tak akan berjalan.

Kalau mau reformasi, mengapa Anda mengajak orang lama masuk kepengurusan Anda?

Saya lihat itu-itu saja orangnya. Mereka adalah orang-orang gendeng yang mau mengurusi PSSI. Misalnya Pak Ade Wellington. Dia disebut orang baru, padahal enggak juga. Dia membawa skuad muda Indonesia memenangi turnamen internasional U-15 Gothia Cup di Swedia, Juli lalu. Persoalannya bukan orang baru dan orang lama. Ibarat kapal, saya nakhodanya. Mereka yang di bawah saya, termasuk komite eksekutif, seperti teknisi bagian mesin, kabel, dan logistik. Tujuan kapal jelas lurus. Kalau ada anggota komite eksekutif macam-macam, saya tempeleng. Tolong beri kami kesempatan. Anda pun berhak mengawasi karena PSSI bukan cuma milik kami, tapi milik bangsa Indonesia.

Soal nakhoda, benarkah Presiden Joko Widodo memerintahkan Anda memimpin PSSI?

Presiden mendapat masukan nama saya dari voter di Kongres PSSI, pencinta bola, dan pengusaha. Presiden berpesan pemilihan harus berlangsung secara demokratis. Beliau tidak mau ikut campur dalam pemilihan ketua umum. Itu perintah. (Edy memperoleh 76 dari 107 suara di Kongres PSSI di Jakarta, 10 November lalu.)

Selain Anda, mantan Panglima TNI Jenderal Purnawirawan Moeldoko mencalonkan diri. Apakah pemerintah memang menginginkan militer yang membenahi PSSI?

Tidak. Kebetulan saja saya tentara.

Begitu Anda terpilih, apa perintah Presiden?

Pak Presiden memerintahkan agar PSSI bisa diterima dan dibanggakan oleh rakyat dan bangsa Indonesia. Kami yang bertugas menjabarkan. Wales yang penduduknya cuma 3 juta saja bisa sampai semifinal Euro 2016. Indonesia penduduknya 250 juta, masak enggak bisa?

Apakah Presiden Jokowi penggemar sepak bola?

Beliau mengikuti terus kiprah timnas. Kemarin beliau nonton Indonesia lawan Thailand di Piala AFF 2016. Lalu beliau tanya, "Itu yang terbaik, ya, Pak Edy?" Saya jawab, "Iya, Pak. Kita latihan empat bulan, mereka latihan empat tahun."

Bagaimana Anda merangkul rival-rival Anda di kongres?

Dalam demokrasi, pilihan boleh berlain­an. Tapi, saat terpilih, semua harus ikut. Yang tidak mengikuti pokok pikiran saya, keluar dong. Sebagai ketua, saya punya target dan pemikiran yang harus dilaksanakan. Saya tidak mau terganggu oleh pikiran lain.

Anda mengatakan sepak bola tak bisa berjalan tanpa industri. Bagaimana Anda menghidupkan industri sepak bola Tanah Air?

Pertama, lewat kontrak hak siar dengan stasiun televisi. Kedua, menjalin kerja sama dengan sponsor. Ketiga, dari Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara untuk pembinaan usia dini. Kementerian juga akan mendukung lewat nota kesepahaman, antara lain Kementerian Dalam Negeri, Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan, Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat, dan badan usaha milik negara lewat tanggung jawab sosial perusahaan.

PSSI akan belajar dari liga negara mana agar kompetisinya maju sehingga pemain Indonesia laku dan sejahtera?

Kalau liga sudah profesional, sepak bola sudah modern, maka aktivitas transfer pemain itu bisa menghasilkan dana. Tapi pemain kita kan belum bisa dijual. Ke depan akan mengarah ke sana. Kalau enggak begitu, kompetisi kita tak hidup.

Siapa yang Anda siapkan untuk membangun industri sepak bola ini?

Saya membentuk organisasi yang namanya Industri PSSI. Orang-orangnya sudah ada, tapi jangan dikutip dulu. Mereka akan bekerja untuk mendapatkan duit sebanyak-banyaknya. Duit ini dipakai untuk pembinaan sepak bola. Kami akan bekerja sangat transparan menyampaikan penggunaan uang itu dan minta tolong publik mengawasinya.

Industri sepak bola yang baik tak lepas dari liga yang kompetitif. Apa konsep Anda agar kualitas liga Indonesia terangkat?

Pada awal tahun, kita bisa menyelesaikan liga selama enam-tujuh bulan. Sisa waktu dipakai untuk turnamen seperti President Cup dan Sudirman Cup. Daerah juga silakan membuat kompetisi untuk menggairahkan pembinaan.

Ada tudingan pengelolaan klub tidak profesional, misalnya perubahan Persiram Raja Ampat menjadi PS TNI dan Persebaya menjadi Bhayangkara FC. Benarkah perubahan itu hanya lewat pembelian lisensi, bukan saham?

Namanya memang diubah, tapi kami membeli saham, bukan lisensi bermain di liga. Bisa transaksi seperti itu karena PSSI mati, sehingga tidak ada degradasi. Saat mati inilah klub bisa diperjualbelikan. Pada 2017, tidak bisa macam-macam, karena sudah ada sistem degradasi dalam kompetisi. Kalau klub tidak punya pemain, bisa anjlok sampai kasta paling bawah. Salah satunya Persebaya, yang dibeli Bhayangkara. Kalau tidak dibeli, sementara Persebaya tidak punya pemain, akan anjlok. Sekali lagi, yang dibeli adalah saham secara utuh.

Pembelian saham seharusnya diikuti akuisisi aset, baik stadion maupun pemain, dan badan hukum. Itu tak terjadi pada PS TNI?

Ya, karena tidak ada aset. Sekarang saya tanya, saya Ketua PSSI, aset PSSI apa? Kantor tidak punya, apalagi kendaraan, apa pun tidak punya. Apalagi Raja Ampat. Saya beli hanya sahamnya. Asetnya sama sekali tidak ada, pemain apalagi. Jadi kalau dikaitkan dengan regulasi memang enggak kena. Tapi, kalau itu tidak dilakukan, lantas berapa klub yang tidak bisa main di Indonesia Soccer League? Persebaya tidak, Raja Ampat tidak.

Kerusuhan antarsuporter klub terus menelan korban. Bagaimana Anda mengatur mereka?

Kami nanti mendata fans club, dikumpulkan dan duduk bersama. Kalau Anda enggak bisa diatur, silakan bubar. Jika tidak, sepak bola kita akan rusak.

Bisakah aturan itu sampai pada individu seperti di Inggris, yang melarang pembuat onar memasuki stadion?

Pak Joko Driyono sedang mendata kelompok suporter. Mereka akan diberi kartu anggota, yang bisa dipakai untuk asuransi dan diskon menonton pertandingan. Akan ada satuan pengamanan di tiap kelompok suporter. Suporter yang tidak ada komandannya berarti bukan suporter. Pokoknya tak bisa liar seperti sekarang. Selama ini tak ada hubungan kuat antara klub dan suporter. Suporter itu jadi panas karena ada yang mengembuskan (rivalitas).

Siapa yang mengembuskan rivalitas itu?

Kita semua, termasuk wartawan. Kalau baca koran, aduh. Kita harus memberi pembelajaran bahwa perbuatan mereka itu salah. Makanya kami pegang ketua-ketuanya.

Pengaturan skor dan judi bola juga menjadi masalah pelik. Bagaimana Anda memberantasnya?

Itu soal manusianya dan akan kami selesaikan manusianya ini. Tidak ada upeti ke saya. Itu harus hilang, kalau mau maju. Profesional dan bermartabat, itulah visi kami. Dalam martabat ini ada kejujuran, jiwa juang, dan nilai berkorban yang tak kenal menyerah.

Pengaturan skor kan berjejaring sampai ke luar negeri?

Tergantung kita. Kalau kita tidak mau, gayung tak bersambut. Memang susah. Anda main bola, bonusnya kecil. Klub memberi Anda Rp 50 ribu sebagai bonus, tapi bandar judi kasih mobil Alphard. Imanmu bisa tegang juga. Maka kita perlukan kontrol. Itu yang sedang kami bahas.

Kontrol saja tak cukup bila kesejahteraan wasit atau pemain tak memadai. Bagaimana strateginya agar mereka sejahtera?

Kuncinya industri. Kami akan menghidupkan industri. Soal reformasi tadi juga mencakup perwasitan. Kalau tidak benar juga bisa saya bubarkan wasit-wasit sekarang. Saya pakai saja wasit tentara untuk sementara. Saya berprinsip kita boleh pakai yang jelek tapi bisa dipercaya daripada bagus tapi nipu terus. Repot kita. Tapi pelan-pelanlah, kan saya baru mulai. PSSI sekarang enggak mulai dari nol, tapi ­minus.

Kualitas pemain asing di liga kita kalah dibanding negara tetangga. Bagaimana kebijakan PSSI dalam regulasi pemain asing?

Pertama, kembali ke aturan. Pemain asing diambil untuk memberi contoh kepada pemain-pemain kita, baik fisik maupun nonfisik. Kedua, pemain asing harus punya prestasi sehingga punya nilai dalam klub. Ketiga, untuk memotivasi penonton agar lebih bergairah ke stadion. Tapi tiga hal itu tak sesuai dengan harapan. Salah satunya karena kerja agen-agen pemain tidak tepat. Kita benahi perekrutan ini sesuai dengan tuntutan tujuan yang disebutkan tadi.

Ada klub yang kerap menolak melepas pemain ke tim nasional, seperti penyerang Persipura, Yohanes Pahabol, yang menolak tampil di Piala AFF 2016. Bagaimana Anda merangkul klub seperti itu?

Dalam kasus Pahabol, saya belum buat sanksi. Tapi, di masa depan, jangan coba-coba begitu. Dalam pembinaan sepak bola, ada pembinaan fisik dan nonfisik. Yang terakhir itu termasuk pembinaan nilai-nilai kebangsaan. Buat apa kita bikin PSSI kalau bukan untuk negara ini.

Alfred Riedl ditunjuk menjadi pelatih tim nasional ketika PSSI belum punya pengurus tetap. Bagaimana ceritanya?

Sekitar Juni lalu, saya mengobrol dengan Pak Joko Driyono di sini (Markas Kostrad). Terpikir bahwa Indonesia bisa bermain di Piala AFF setelah FIFA mencabut pembekuannya. Tapi kami tidak tahu siapa yang bakal bermain. Saya meminta Pak Joko menelepon Alfred. Kebetulan Alfred menganggur dan dia mau menangani Indonesia. Yang menggaji PS TNI. Lalu saya minta legalitas Hinca Panjaitan (pelaksana tugas Ketua PSSI saat itu). Saya bilang, tolong pakai "kendaraan" Anda untuk memanggil Alfred Riedl. Eh, lima menit kemudian sudah muncul di running text televisi bahwa Alfred dipanggil PSSI.

Kenapa Riedl yang dipilih?

Karena saat itu tidak ada pilihan dan waktunya sangat pendek. Kemudian pelatih yang sangat familiar dengan Piala AFF, ya, Alfred (dia membawa Indonesia ke final Piala AFF 2012). Jadi sebenarnya kita minta tolong kepada Alfred. Dia dikontrak sementara untuk AFF 2016.

Apakah kontrak Riedl bisa diperpanjang kalau sukses di turnamen ini?

Tidak. Saya punya yang lebih baik. Kami mempersiapkan tiga calon pelatih timnas, tapi belum bisa kami sebutkan. Mereka pelatih asing, karena pelatih lokal belum siap.

Edy Rahmayadi
Tempat dan tanggal lahir: Sabang, Aceh, 10 Maret 1961 | Pendidikan: Akademi Militer, Magelang (lulus 1985)Pangkat: Letnan jenderal | Karier: l Direktur Pemantapan Semangat Bela Negara, Deputi Bidang Pemantapan Nilai Kebangsaan, Lembaga Pertahanan Nasional (2013) l Panglima Divisi I Kostrad, Cilodong (2014) l Panglima Komando Daerah Militer I/Bukit Barisan, Medan (2015) l Panglima Kostrad (2015-sekarang)Pengalaman sepak bola: l Ketua Umum Persatuan Sepak Bola Seluruh Indonesia (2016-2020) l Pembina PS Linud Jaya, PS Kodam I/BB, PSMS Medan, dan PS TNI

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
>
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus