Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Wawancara

Kapolri Itu Selera Presiden

2 Desember 2013 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Dilantik menjadi Kepala Kepolisian Negara Republik Indonesia pada 25 Oktober lalu, Sutarman sepenuhnya paham ada problem serius yang menghadang dia di pos baru: kepercayaan publik yang terus melorot terhadap Polri. Sutarman pun mencatatkan sejumlah prioritas. Di antaranya merebut dan memupuk kembali kepercayaan masyarakat. Menyebut diri "pelayan rakyat", Sutarman menegaskan, "Kalau rakyat percaya, kita melakukan kesalahan pun gampang dimaafkan."

Dia memilih beberapa cara untuk menempa hubungan baik Polri-masyarakat. Di antaranya mengaktifkan lagi Bintara Pembina Keamanan dan Ketertiban Masyarakat. Juga mengubah wajah polisi menjadi bersahaja. Sutarman mengatakan dia memulainya dari mobil. Dia mengalihkan mobil dinas Kepala Polri dari sedan luks ke Kijang Innova.

Kini berusia 56 tahun, Sutarman punya waktu dua tahun lebih untuk membuktikan tajinya. Membasmi penjahat dan membenahi mental polisi—termasuk yang tersangkut kasus narkotik—adalah agenda lain dalam daftar prioritasnya. Dia bertekad mendefinisikan ulang gaya manajemen institusinya. "Pengawasan akan saya perketat," katanya.

Bintang lelaki kelahiran Weru, Sukoharjo, Jawa Tengah, ini moncer sejak menjadi ajudan Presiden Abdurrahman Wahid pada 2000-2001. "Dulu saya selalu tidur tak jauh dari Gus Dur, agar bila beliau bangun, saya bisa langsung membantu," ujarnya. Gus Dur, menurut Sutarman, sudah "meramalkan" nasibnya sejak jauh-jauh hari. Mantan bosnya itu mengancar-ancar dia sebagai Kepala Kepolisian Daerah Metro Jaya ketika Sutarman masih menjabat Kepala Polda Kepulauan Riau. Setelah dia menjadi Kepala Polda Metro Jaya, Gus Dur kembali menyebut dia akan menjadi Kepala Polri kelak.

Didampingi Kepala Divisi Hubungan Masyarakat Polri Inspektur Jenderal Ronny Sompie dan dua ajudan, Sutarman datang mendadak ke kantor Tempo pada Senin pekan lalu. Bergabung di ruang rapat, dia meladeni rentetan pertanyaan redaksi—dengan rileks. Sesekali dia mencatat hal-hal yang dipandangnya penting, di sebuah buku agenda.

Heru Triyono dan Nugroho Dewanto menuliskan kembali hasil pertemuan dengan Sutarman.

Seberapa dekat hubungan Anda dengan Cikeas?

Cikeas yang dimaksud apa, nih….

Keluarga Presiden.

Kapolri itu selera Presiden. Harus. Dan itu hak prerogatif Presiden. Kalau Kabareskrim (Kepala Badan Reserse Kriminal) selera Kapolri. Undang-undang yang menetapkan seperti itu. Tidak mungkin Presiden memilih yang bukan seleranya.

Apakah terpilihnya Anda juga ditunjang oleh lobi Bu Pur?

Tidak ada urusan apa-apa.

Anda pernah bertemu dengan Bu Pur?

Bu Pur itu orang Surabaya. Sewaktu di Surabaya, kayaknya saya pernah ketemu. Suaminya angkatan 1973, keluarga besar polisi.

Apa konteks pertemuan di Surabaya itu?

Dia sebagai bagian dari masyarakat Surabaya. Saya ketika itu masih menjadi Kapolwiltabes (Kepala Kepolisian Wilayah Kota Besar) Surabaya.

Apakah Anda pernah bertemu dengan dia di ruang Kapolri?

Itu tidak benar! Dan polisi adalah pelayan masyarakat. Kalau toh ketemu, tidak ada kaitan dengan apa pun.

Bagaimana Anda akan mengubah kultur polisi yang permisif terhadap pemberian?

Dengan pengawasan dan keteladanan, saya yakin bisa. Di bawah saya, saya jamin Polri clean, tidak ada lagi sogok-menyogok. Sebelum Undang-Undang Komisi Pemberantasan Korupsi berlaku, menerima hadiah bukan tindak pidana korupsi, sepanjang dia melaporkan. Kalau kami mendapat hadiah, ya, lapor Irwasum (Inspektur Pengawasan Umum) dulu, lalu ke KPK.

Anda bertekad tidak terima sogokan. Bagaimana kalau polisi yang harus menyogok?

Saya mau menyogok siapa lagi? Lha wong saya sudah paling tinggi (Kapolri)?

Banyak beredar cerita bahwa anggaran di Dewan Perwakilan Rakyat sulit didapat bila kita tidak menyogok….

Anggaran kami saja kurang, masak menyogok? Lebih baik tidak dikasih anggaran ketimbang harus menyogok.

Anda serius membentuk Detasemen Khusus Antikorupsi?

Pembentukan Densus akan terkait dengan institusi lain. Saya cuma akan memperkuat personelnya, jumlahnya, kemampuannya, peralatannya, dan kebijakannya.

Bagaimana dengan hibah para pengusaha ke Polri?

Boleh saja. Saya juga mendapat bantuan dari Australia, yang bentuknya hibah. Tapi kami lihat dulu siapa yang memberi hibah. Misalnya dari penjudi, ya, jangan diterima.

Pernahkah Anda bertemu dengan orang yang beperkara di kantor?

Sejak jadi Kabareskrim, saya sudah membatasi. Saya tidak pernah bertemu dengan orang yang beperkara. Ketemunya di gelar perkara terbuka saja. Saya juga tidak mau ketemu orang yang miring, sepanyolan, separoh nyolong.

Bagaimana jika tujuannya adalah kedinasan? Misalnya, anggota Badan Pemeriksa Keuangan, Ali Masykur Musa, menemui Anda—saatnya namanya tengah disebut-sebut dalam kasus penipuan Rp 23 miliar oleh Bendahara Umum Ikatan Sarjana Nahdlatul Ulama Ferry Setiawan?

Pak Ali datang, ya, saya layani. Kalau urusan perkara, ya, beda lagi. Saya tidak bisa menolak tamu dengan membabi-buta, dong. Sebab, saya pelayan masyarakat.

Sejauh mana kasus itu kini bergulir?

Saya serahkan itu ke mekanisme penyidikan. Ini sama halnya dengan Auditor Utama BPK Gatot Supiartono. Dia membantu kami dalam proses audit. Tapi, saat dia kena kasus, kena juga. Dia teman dekat, tapi kalau beperkara, kami serahkan ke hukum. Buktinya sangat cukup untuk menyeretnya ke pengadilan.

l l l

Bagaimana Anda membenahi proses pengadaan simulator dan pelat nomor bermasalah?

Pengadaan saya minta dievaluasi, karena yang menang itu-itu juga. Ini jadi persoalan, waktunya mepet, sementara masyarakat membutuhkan. Saya tekankan, sepanjang anggota kami tidak menerima sesuatu dari orang yang mengadakan, jalan terus. Tapi, kalau masih ada kepentingan, mereka harus berhenti.

Anda mendapati ada penyimpangan dalam pengadaan itu?

Yang menang adalah orang yang di penjara, maka saya rasa ada yang keliru. Yang jelas, niat kami, tak ada lagi main-main. Pengadaan alat ke depan harus benar-benar clear.

Selain soal korupsi, apa prioritas Anda sebagai Kapolri?

Narkotik dan terorisme. Selanjutnya adalah premanisme, perjudian, penjambretan.

Apakah Anda memberi target kasus yang harus diungkap oleh kepolisian sektor?

Tidak ada target. Kalau anggarannya untuk lima kasus korupsi dan bisa mengungkap sepuluh kasus, itu over-prestasi. Tapi, kalau kejadiannya hanya tiga, jangan paksakan cari lima.

Maksud Anda?

Kejahatan harus diungkap, berapa pun jumlahnya. Dan itu bukan menargetkan yang ditangani harus sekian.

Dua pekan lalu, Anda membebaskan polisi wanita untuk mengenakan jilbab. Mengapa berbeda dengan kebijakan pendahulu Anda?

Yang membolehkan itu media. Yang saya sampaikan adalah ini: penggunaan jilbab merupakan hak asasi manusia. Tapi Polri tetap terikat oleh aturan gampol (seragam polisi). Nah, di media ditulis bahwa Kapolri memperbolehkan polisi wanita berjilbab.

Jadi aturannya belum berubah?

Kalau saya perintahkan, berarti sudah harus didukung anggaran, terkait warna seperti apa, bentuknya bagaimana, dan lain-lain. Contohnya sudah ada di Aceh. Tapi itu masih perlu dievaluasi.

Anda disorot atas peristiwa 5 Oktober 2012, yakni pengepungan polisi ke kantor Komisi Pemberantasan Korupsi. Anda diduga berada di belakang aksi itu.

Jujur, saya sama sekali tidak tahu. Memang saya punya kewenangan pengawasan penyidikan, tapi perintah untuk menangkap itu urusan sepenuhnya penyidik. Kalau saya harus tampil di depan publik, karena saya merasa itu adalah tanggung jawab saya sebagai pembina polisi.

Sampai level apa rencana penangkapan penyidik KPK, Novel Baswedan, itu diketahui?

Itu kewenangan penyidik. Ada koordinasi dengan Polda Metro Jaya saja saya tidak mengerti. Pak Busyro menelepon saya malam itu, dan menanyakan. Saya bilang, "Saya tidak mau model begini, beradu, ini sesuatu yang tidak benar."

Tapi bukankah kepada Komisi Kepolisian Nasional, Anda mengatakan bahwa Anda cuma menjalankan perintah atasan?

Itu kata Kompolnas, bukan kata saya.

Apakah Anda pernah memanggil penyidiknya?

Pernah. Saya tanya ke penyidik itu, "Anda akan melakukan penyidikan seperti apa?" Dia menjawab gini-gini, barang bukti benar, langkah-langkah yang dilakukan juga harus benar, di situ saja saya punya pengawasan.

Sebagian orang menganggap mustahil Anda tidak tahu ihwal rencana penangkapan tersebut.

Saya tidak tahu sama sekali, karena kewenangan penangkapan dan penahanan sepenuhnya di tangan penyidik.

Dari aspek penyidikan, bagaimana kasus Novel Baswedan?

Tidak ada yang salah. Mungkin momennya yang tidak pas.

Kasusnya di Bengkulu sendiri masih berjalan?

Belum dihentikan, karena untuk menghentikan penyidikan kan ada persyaratan tertentu.

Kami dengar di Bareskrim banyak sekali kasus yang mengambang seperti itu. Kok, bisa?

Karena alat buktinya belum lengkap. Dari laporannya memang terindikasi ada persoalan pidana yang dilanggar, tapi alat bukti belum lengkap.

Apakah kepolisian sudah mengetahui siapa yang melarikan surat perintah penyidikan kasus pelat nomor? Sampai sekarang hal ini belum terungkap….

Penyidikan sedang dilakukan, tersangkanya jelas. Pelaksana pengadaan barang dan jasa proyek pengadaan TNKB (tanda nomor kendaraan bermotor) ini sama dengan orang yang jadi tahanan simulator SIM (surat izin mengemudi) di KPK. Orangnya itu-itu juga.

Sebenarnya siapa lebih dulu yang menyidik kasus simulator SIM?

Duluan kami. Tapi oleh pimpinan kemudian disepakati Pak Djoko Susilo disidik oleh KPK, sisanya oleh polisi. Itu hasil pertemuan Pak Bambang Widjojanto dan Pak Timur Pradopo. Saya juga hadir. Waktu itu, KPK dan Polri menetapkan tersangka yang sama. Tapi waktu itu ditengahi Presiden, ya sudah, seluruhnya kami serahkan ke KPK.

Apakah polisi masih menyelidiki kasus ini?

Masih, pelaku-pelakunya masih dalam proses. Kami sedang mengumpulkan bukti. Saya tidak mau dikira mengganggu KPK. Biar sepenuhnya mereka dulu, baru diproses.

Sebelum penggeledahan pada Juli, sebetulnya Inspektur Pengawasan Umum sudah menyelidiki kasus simulator ini, tapi dinyatakan tidak ada masalah….

Itu audit internal. Tapi, untuk mengetahui kerugian negara ini, ada audit BPK. Mungkin langkah dari proses pengadaan tidak ada masalah, tapi suatu saat ditemukan ada aliran dana ke mana-mana. Auditor kan hanya melihat kelengkapan, dari proses lelang, administrasi lelang, sampai penunjukan pemenang, mekanismenya, tidak ada persoalan. Tapi suatu saat pemenang itu ternyata bagi-bagi duit. Ini persoalan lain.

Kok, seperti tidak ada koordinasi antara Bareskrim dan Inspektur Pengawasan Umum ketika itu?

Kalau saya menyelidiki dan menemukan ada indikasi terjadi penyimpangan aliran dana ke seseorang, dan menemukan bukti, kami tingkatkan jadi penyidikan. Kemudian saya minta BPK melakukan audit, adakah penyimpangan yang mengakibatkan kerugian negara.

Apakah berat bila harus menyidik teman sendiri?

Tidak ada beratnya. Dulu Pak Susno (Komisaris Jenderal Susno Duadji—Ronny Sompie menambahkan dengan Komisaris Jenderal Suyitno Landung) juga kami sidik. Contoh sudah banyak.

l l l

Apakah pelaku penembakan polisi di depan gedung Komisi Pemberantasan Korupsi dan di tempat lain terkait?

Terkait. Saya sudah menangkap delapan orang. Sudah kami urut, dari penyedia senjata, penyedia sepeda motor. Tapi eksekutornya memang belum. Yang baru dan belum terpublikasi adalah kami menangkap Yoyo.

Siapa dia?

Pelaku penembakan polisi di Bekasi dulu. Kemudian senjatanya kami sita satu, jenis Beretta. Tertangkap hidup, dan nanti kami buka identitasnya. Dia juga yang memasok senjata, dan ke mana menyuplainya sedang kami dalami.

Apa motif para pembunuh polisi ini?

Terorisme. Teroris ini dulu targetnya simbol asing. Begitu Polri menangkapi mereka, kami dianggap sebagai penghalang dan kami menjadi target, dan itu wajar.

Sampai sekarang, kasus rekening gendut masih menggantung. Kasus penganiayaan aktivis antikorupsi juga belum jelas….

Sampai sekarang, kami belum mendapat buktinya.

Apa kendalanya?

Saksinya tidak ada. Saya tidak berani menduga-duga. Tapi teman-teman wartawan selalu menghubungkan dengan kasus agar seksi.

Sampai di mana penyelidikan kasus rekening gendut?

Sepanjang kami tidak menemukan delik pokoknya bahwa itu berasal dari kejahatan, kami tidak bisa menindak. Sebab, Undang-Undang Tindak Pidana Pencucian Uang mensyaratkan itu. Kami harus bisa membuktikan kejahatannya. Duitnya didapat dari mana. Sudah kami klarifikasi waktu itu, dan kami tidak menemukan masalah.

Bagaimana persiapan untuk pengamanan pemilu?

Sudah berjalan, sudah saya nyatakan Polri netral. Saya harus mengawal seluruh tahapan pemilu ini agar berjalan dengan baik, karena sifatnya sangat strategis, yakni pergantian pimpinan negara, presiden dan wakil presiden, juga DPR.

Kami dengar Anda meminta polisi mencontoh kesederhanaan bekas Kapolri Hoegeng Imam Santoso. Ada alasan khusus?

Kesederhanaan itu yang utama. Saya memulainya dari diri sendiri. Saya kini masih pakai mobil dinas Kabareskrim, dan nanti akan minta Kijang Innova sebagai mobil dinas Kapolri. Saya ingin memberi contoh ke bawah, dalam kondisi masyarakat susah begini, jangan beli dulu mobil bagus. Tapi yang mobil dinasnya masih bagus, ya sudah, nanti pemborosan kalau beli lagi.

SUTARMAN:
Tempat dan tanggal lahir: Weru, Sukoharjo, Jawa Tengah, 5 Oktober 1957 Pendidikan: Akademi Kepolisian (Akpol) angkatan 1981 Karier: Ajudan Presiden Abdurrahman Wahid (2000-2001), Kepala Kepolisian Wilayah Kota Besar Palembang, Kepolisian Daerah Sumatera Selatan (2001-2003), Direktur Reserse Kriminal Kepolisian Daerah Jawa Timur (2003-2004), Kepala Kepolisian Wilayah Kota Besar Surabaya, Kepolisian Daerah Jawa Timur (2004-2005), Kepala Kepolisian Daerah Kepulauan Riau (2005-2008), Kepala Sekolah Lanjutan Perwira Lembaga Pendidikan dan Pelatihan Kepolisian Republik Indonesia (2008-2010), Kepala Kepolisian Daerah Metro Jakarta Raya (2010), Kepala Kepolisian Daerah Jawa Barat (2010-2011), Kepala Badan Reserse Kriminal Markas Besar Kepolisian Republik Indonesia (2011-2013), Kepala Kepolisian Republik Indonesia (2013-sekarang)

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
>
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus