Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Wawancara

Dana Hibah untuk Pariwisata Tak Terserap Semua

Ketua Umum Perhimpunan Hotel dan Restoran Indonesia Hariyadi Sukamdani ingin agar 121.500 pekerja sektor hotel dan restoran yang tergabung dalam PHRI bisa divaksinasi. Hariyadi mengatakan vaksinasi para pekerja pariwisata sangat penting untuk segera menggerakkan kembali kegiatan turisme, terutama di Bali, yang paling terpuruk. Pemimpin bisnis Grup Sahid dan Ketua Umum Asosiasi Pengusaha Indonesia ini mendukung kebijakan pemerintah membuka koridor bebas Covid-19 dengan beberapa negara. 

27 Maret 2021 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar
Ketua Perhimpunan Hotel dan Restoran Indonesia Hariyadi Sukamdani di Gedung APINDO, Jakarta, Rabu (10/2/2021). TEMPO/Tony Hartawan

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Poin penting

  • Ketua PHRI Hariyadi Sukamdani mengatakan pandemi telah menghantam industri pariwisata, termasuk sektor perhotelan dan restoran.

  • Menurut Hariyadi, vaksinasi terhadap para pekerja pariwisata sangat diperlukan agar kegiatan turisme bisa segera kembali dibuka.

  • PHRI menyambut positif kebijakan koridor bebas Covid-19 antara daerah wisata, seperti Bali, dengan negara-negara asal turis, seperti Cina dan Eropa.

SEJAK pemerintah memulai vaksinasi Covid-19 pada Januari lalu, Ketua Umum Perhimpunan Hotel dan Restoran Indonesia (PHRI) Hariyadi Sukamdani bergerak cepat mendata setiap anggota organisasinya. Ia membuka pendaftaran bagi para pekerja sektor perhotelan dan restoran untuk diusulkan menerima vaksin gratis pada vaksinasi tahap kedua. “Karyawan hotel dan restoran berinteraksi dengan masyarakat. Kami pelayan publik juga,” kata Hariyadi, 56 tahun, dalam wawancara khusus dengan Tempo, Rabu, 17 Maret lalu.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Keinginan Hariyadi agar semua pekerja sektor pariwisata segera divaksin terhadang keterbatasan stok vaksin. Hingga Maret 2021, PHRI telah mendata 121.500 pekerja dari sekitar 1.800 hotel dan restoran anggotanya. Itu belum mencakup pekerja lain di sektor pariwisata. Adapun dari 38,5 juta peserta vaksinasi tahap kedua, pekerja sektor pariwisata yang meliputi petugas wisata, hotel, dan restoran hanya mendapat jatah hampir 93 ribu vaksin. Porsi terbesar vaksin dialokasikan kepada warga lanjut usia.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Hariyadi mengatakan vaksinasi menjadi salah satu kunci membangkitkan kembali sektor turisme. Apalagi pandemi telah menyebabkan sedikitnya 30 persen dari 2,1 juta pekerja hotel dan restoran dirumahkan karena sepinya pengunjung. Bali, yang bergantung pada kunjungan 6 juta turis asing per tahun, terpukul paling keras. Ekonomi Pulau Dewata mencatatkan kontraksi 12 persen pada dua kuartal terakhir 2020. “Sekitar 90 persen hotel dan restoran di sana tutup,” tutur Hariyadi, yang juga menjabat Ketua Umum Asosiasi Pengusaha Indonesia (Apindo).

Kepada wartawan Tempo, Sapto Yunus, Mahardika Satria Hadi, Abdul Manan, dan Nur Alfiyah, Hariyadi menjelaskan kondisi pelaku industri hotel dan restoran yang terpuruk akibat pandemi, terobosan PHRI untuk memulihkan sektor pariwisata, upayanya mendorong vaksinasi, hingga target mendatangkan kembali turis asing. Pria yang memimpin bisnis Grup Sahid ini menilai kebijakan pemberlakuan pembatasan kegiatan masyarakat (PPKM) skala mikro semestinya diterapkan sejak awal pandemi karena tak memukul ekonomi. Wawancara berlangsung dalam dua kesempatan, yakni di kantor Apindo pada 17 Februari dan melalui konferensi video pada 17 Maret lalu.

Kementerian Pariwisata dan Ekonomi Kreatif berencana membuka kembali pariwisata untuk turis mancanegara pada Juni atau Juli mendatang. Bagaimana Anda menyikapi kebijakan ini?

Kami meyakinkan bahwa tamu yang datang dijamin kesehatannya. Jangan sampai terjadi kluster Covid-19. Kami pastikan makanan hingga sisi pekerja atau karyawan dikontrol betul. Misalnya di Bali, harapannya semua pekerja hotel dan restoran sudah divaksin karena banyak titik lemahnya kalau karyawan kami masih rentan terhadap Covid.

Pemerintah menargetkan sedikitnya 2 juta orang divaksin di Bali sehingga pariwisata bisa segera dibuka. Apakah Anda menilai target ini realistis?

Pemikiran pemerintah begini: kalau vaksinasi bisa mencapai 70 persen populasi, daerah itu dianggap sudah cukup aman untuk dibuka. Kalau bicara Bali, penggerak utama ekonominya wisatawan mancanegara. Wisatawan lokal saja tidak cukup kuat untuk mengangkat Bali. Selama ini wisatawan mancanegara di Bali sebanyak 6 juta per tahun. Kalau itu hilang, berat mengangkatnya.

Apa yang disiapkan PHRI untuk menyambut pelonggaran akses bagi turis mancanegara itu?

Kami melakukan sertifikasi CHSE (kebersihan, kesehatan, keselamatan, dan kelestarian lingkungan) di semua destinasi wisata. Kami mendorong semua anggota mendapatkan sertifikat itu. Kami juga mengupayakan vaksinasi. Harapannya, kalau pekerja di sektor perhotelan sudah divaksin, risiko tertular Covid-19 rendah. Dari segi protokol kesehatan, tak banyak yang istimewa. Yang paling penting sebetulnya screening orangnya, memfilternya. Orang yang sehat semestinya boleh jalan-jalan, orang yang sakit harus dirawat.

Vaksinasi untuk para pekerja pariwisata sudah berjalan di mana saja?

Beberapa daerah sudah melaporkan, misalnya Bali, Yogyakarta, Sumatera Utara, dan Palembang. Hampir semua sudah. Jakarta belum. Sudah ada vaksinasi untuk sebagian pekerja pariwisata, tapi anggota PHRI belum. Kami harapkan dalam waktu dekat Jakarta sudah bisa karena di Bogor dan Tangerang sudah berjalan sebagian.

Bagaimana dengan daerah lain?

Sekarang problemnya lebih pada stok vaksin yang belum sesuai dengan yang dijadwalkan pemerintah. Pemilihan prioritas menjadi agak repot karena stoknya belum datang sesuai dengan jadwal. Contohnya di sektor hotel dan restoran. Kami terakhir kali mendapat konfirmasi untuk semua pekerja kami sekitar 121.500 orang dari 1.800-an hotel dan restoran.

Kapan vaksinasi terhadap mereka ditargetkan selesai?

Ini yang jadi masalah. Dari 38,5 juta orang yang ditargetkan Kementerian Kesehatan, jatah untuk petugas pariwisata, hotel, dan restoran hanya 92.851 orang. Padahal anggota PHRI 121.500 orang. Jadi memang terbatas.

Dibanding di daerah lain, pariwisata di Bali terpukul paling keras akibat pandemi. Apakah jumlah pekerja pariwisata yang sudah divaksin di Bali masih jauh dari hitungan PHRI?

Bali sementara ini ada 13.700 orang yang harus divaksin. Ini baru yang tercatat di PHRI. Di luar itu, kami belum tahu berapa. Pemerintah sekarang memang sedang memprioritaskan Bali.

Presiden Joko Widodo menyebut Ubud, Sanur, dan Nusa Dua di Bali sebagai lokasi percontohan kawasan wisata zona hijau Covid-19. Vaksinasi terhadap pekerja pariwisata di tiga daerah itu juga sudah berjalan. Tanggapan Anda?

Idealnya, vaksin diberikan dalam satu kluster. Kalau satu kluster bolong-bolong, ya herd immunity tidak bisa maksimal. Tapi sekarang tergantung stok vaksinnya. Kalau tidak salah, vaksinasi tenaga kesehatan sudah bisa 300 ribu orang per hari. Bahkan Juni ditargetkan bisa mencapai 1 juta orang per hari.

Sejauh mana lobi PHRI hingga pemerintah bersedia membuka akses pariwisata di Bali?

Kami sudah melobi secara intensif. Wakil Gubernur Bali Cok Ace (Tjokorda Oka Artha Ardana Sukawati) adalah Ketua PHRI Bali. Kurang apa lagi Cok Ace meyakinkan pemerintah pusat? Apalagi dia selaku pemerintah daerah merasakan betul babak-belurnya Bali. Ekonomi Bali minus 12,5 persen lebih. Masyarakatnya terkena dampak. Itu yang kami sampaikan kepada pemerintah. Makanya respons terhadap Bali besar sekali. Pak Sandi (Menteri Pariwisata dan Ekonomi Kreatif Sandiaga Uno) saja sampai bilang akhir pekan berkantor di Bali untuk memastikan semuanya berjalan dengan baik. Tapi memang ujung-ujungnya adalah kapan pariwisata dibuka. Itu yang paling penting. Sebab, tanpa dibuka, ya tidak akan pernah bisa selesai masalah di Bali.

Vaksinasi terhadap pelaku pariwisata di Bali sempat dikritik karena dianggap melangkahi kelompok prioritas lain. Bagaimana PHRI menanggapi hal ini?

Sektor hotel dan restoran paling banyak berhadapan dengan publik. Kalau sektor lain karyawannya tidak berinteraksi seintensif kami atau interaksinya lebih di lingkup internal perusahaan. Ini kami yakinkan kepada mereka yang selalu mengkomplain kami. Apa salahnya? Kami ini setengah pelayan publik juga.

Pemerintah akan membuka free-Covid corridor dengan beberapa negara. Bukankah lalu lintas manusia melalui kegiatan pariwisata berpotensi meningkatkan angka penularan Covid-19?

Bukannya kami mau mengabaikan protokol kesehatan. Enggak begitu juga. Tapi, kalau sudah diwacanakan ada free-Covid corridor, artinya orang yang bepergian memang orang-orang yang sehat. Apakah hal itu salah?

Bagaimana komunikasi PHRI dengan pemerintah tentang koridor bebas Covid-19 ini?

Pemerintah tadinya ingin resiprokal. Misalnya, kita membuka akses ke Shanghai, Cina, ya Shanghai juga harus menerima orang Indonesia yang pergi ke sana. Tapi saya bilang enggak usah seideal itu karena belum tentu juga, kalau kita membuka akses, orang Indonesia mau pergi ke sana. Begitu pula Australia. Kita lebih butuh orang Australia ke sini ketimbang orang Indonesia berlibur ke Australia karena jumlahnya pasti lebih sedikit. Free-Covid corridor lebih masuk akal.

Negara mana saja yang berpotensi membuka koridor bebas Covid-19 dengan Indonesia?

Yang kami tahu turis asal Prancis, Inggris, dan Belanda sangat ingin berkunjung ke Indonesia. Australia mungkin agak berbeda karena pemerintahnya sangat ketat. Mereka benar-benar belum memperbolehkan warganya pergi sementara ini. Tapi warga Eropa sudah bersedia jalan-jalan.

Pemerintah masih menerapkan PPKM mikro sejak 9 Februari lalu. Sejauh mana dampaknya terhadap sektor perhotelan dan restoran?

Selama pandemi, demand tiba-tiba hilang atau merosot signifikan. Memulihkan sektor hotel, restoran, dan pariwisata tidak mudah karena sangat berkaitan dengan pergerakan manusia. Kalau PPKM mikro dijalankan dari awal, tidak akan seperti ini ekonominya. Masalahnya, sejak PSBB (pembatasan sosial berskala besar) sampai sebelum 9 Februari lalu, semua orang dianggap sakit. Semua aktivitas dibatasi. Ini yang jadi masalah karena justru sumber penyebarannya tidak tersentuh. Sektor komersial malah terkena dampaknya. Pada Maret-Juni 2020, pukulannya paling parah terhadap ekonomi kita.

Anda lebih setuju pemerintah memberlakukan PPKM mikro?

Ini menurut saya yang paling benar. Jadi hanya RT-RW (rukun tetangga-rukun warga) zona merah yang harus diisolasi. Warga RT-RW lain silakan beraktivitas. Tantangan berikutnya adalah seberapa bisa ketua RT-RW dan kelurahan berkoordinasi secara disiplin untuk menurunkan tingkat reaktif Covid-19.

Daerah mana saja yang industri perhotelan dan restorannya terpukul paling keras oleh pandemi?

Bali yang paling parah. Sekitar 90 persen hotel dan restoran di sana tutup. Di Bintan, Kepulauan Riau, juga demikian. Semua tamunya dari Singapura. Daerah yang mengandalkan turis asing kondisinya paling berat. Tingkat okupansi hotel di Pulau Jawa, terutama Jakarta, juga cukup parah. Tamu hotel di Jakarta umumnya dari daerah. Yogyakarta masih ada tamunya walaupun sangat rendah. Bahkan banyak hotel di sana tutup.

Bagaimana dengan sektor restoran?

Justru di daerah-daerah itu penurunan ekonominya paling kecil karena mereka sudah beraktivitas. Saya ke Pekanbaru malah deg-degan sendiri. Saya yang ketakutan karena di sana sepertinya baik-baik saja, tidak ada Covid-19, he-he-he….

Ketum Perhimpunan Hotel dan Restoran Indonesia (PHRI) Hariyadi Sukamdani (tengah) di U Stay Mangga Besar, Jakarta, dalam rangka mempersiapkan 19 hotel untuk penanganan COVID-19, Oktober 2020. Luqman Nurhadi Arunanta/Detik.com

Berapa banyak restoran yang gulung tikar selama pandemi?

Angkanya agak susah karena cakupannya luas. Tapi Oktober tahun lalu kami melakukan survei untuk Jakarta, ada 1.033 restoran yang tutup permanen.

Apa terobosan PHRI untuk membantu pelaku industri hotel dan restoran?

Kami berpromosi agar masyarakat yang work from home di kota-kota besar bekerja di Bali. Pelajar atau mahasiswa bisa belajar online di Bali. Konsepnya work from hotel dan study from hotel. Seperti staycation. Ini mulai dipasarkan. PHRI juga bekerja sama dengan AirAsia untuk membuat paket bundling hotel dan tiket penerbangan. Harganya lebih murah sehingga orang berminat pergi.

Rute mana saja?

Semua rute AirAsia. Mereka sudah punya 600 juta penumpang sepanjang 2019. Ini cukup bagus kalau kami bisa mendukung inventory mereka. Kami sebetulnya bekerja sama dengan INACA (Asosiasi Perusahaan Penerbangan Nasional Indonesia), tapi anggota INACA yang siap hanya AirAsia. Citilink dan Garuda Indonesia masih ada kendala di sistem mereka.

Menurut catatan PHRI, berapa banyak pekerja sektor perhotelan dan restoran yang kehilangan pekerjaan selama pandemi?

Jumlah pekerja sektor restoran sekitar 600 ribu orang, perhotelan sekitar 1,5 juta orang. Yang terjadi kebanyakan adalah tenaga kerja yang kontraknya habis tidak diperpanjang. Perkiraan kami ada 30 persen.

Apakah perusahaan Anda juga terkena imbas?

Ya iya, lah. Semuanya kena.

Ada karyawan yang sampai dirumahkan?

Semua industri pariwisata, bukan hanya hotel, melakukan itu karena memang tidak ada tamunya.

Apa yang dilakukan PHRI untuk membantu mereka yang kehilangan pekerjaan?

Kami agak sulit membantu karena perusahaannya bubar. Mereka juga kesulitan. Kami hanya bisa membantu dengan mendorong pemerintah menyalurkan bantuan sosial untuk pekerja, Kartu Prakerja, hal-hal seperti itu.

Kementerian Pariwisata dan Ekonomi Kreatif tahun lalu mengucurkan bantuan untuk industri hotel dan restoran serta pemerintah daerah lewat dana hibah pariwisata. Bagaimana realisasinya di lapangan?

Tidak terserap semua. Saya enggak tahu catatan terakhir karena ada di pemerintah. Dari jumlah itu, sebanyak 70 persen diberikan ke industri. Sisanya ke pemerintah daerah di 101 kabupaten/kota. Kementerian Pariwisata yang menentukannya.

Mengapa dananya tidak terserap semua?

Banyak faktornya. Pertama, banyak perusahaan yang tidak punya TDUP (tanda daftar usaha pariwisata). Lebih ke soal administrasi. Dana hibah diberikan secara proporsional atas pajak hotel dan restoran yang dibayarkan pada 2019. Kedua, ada beberapa daerah yang bermasalah. Di Sulawesi Selatan, misalnya, ada wali kota yang ikut pemilihan kepala daerah sehingga telat memberikan tanda tangan, jadi dana hibah tidak turun.

Berapa jumlah dana yang diperoleh setiap perusahaan?

Sangat bervariasi karena tergantung pajak sebelumnya. Bahkan ada yang cuma mendapat Rp 100 ribu. Bisa saja karena perusahaan itu baru buka pada 2019. Ada yang karena terlalu sedikit orangnyanmalas mengambilnya, he-he-he….

Hotel Sahid memperoleh berapa?

Hotel Sahid Jakarta mendapat Rp 300 juta. Ya, lumayanlah. Apa pun yang namanya bantuan pasti bermanfaat. Ada juga yang lebih besar dari itu. Kalau memang bayar pajaknya besar, bisa saja mendapat miliaran.

(Menteri Pariwisata dan Ekonomi Kreatif Sandiaga Uno berencana menaikkan alokasi anggaran dana hibah untuk sektor pariwisata hingga Rp 3,7 triliun pada 2021. Pada 2020, pemerintah menyalurkan dana Rp 2,2 triliun kepada 6.700 hotel dan 7.600 restoran.)

Ekoturisme menjadi tren beberapa tahun terakhir seiring dengan pemahaman masyarakat mengenai kelestarian alam. Di sisi lain, masih terdapat pembangunan hotel dan sarana wisata yang menuai kritik karena mengancam kelestarian lingkungan, seperti yang terjadi di kawasan Taman Nasional Komodo, Nusa Tenggara Timur. Tanggapan Anda?

Seharusnya keduanya selaras, bukan berlawanan. Orang pariwisata justru seharusnya melakukan konservasi. Semua flora dan fauna harus dipastikan tidak diotak-atik karena itu komoditas yang dijual. Kalau terbakar, misalnya, apa yang mau dilihat? Kalau tempatnya sampah semua, orang juga enggak mau datang. Ekoturisme intinya kita menjaga lingkungannya. Aspek keamanan dan kenyamanan pengunjung juga harus terpenuhi.


HARIYADI BUDI SANTOSO SUKAMDANI | Tempat dan tanggal lahir: Jakarta, 4 Februari 1965 | Pendidikan: Fakultas Teknik Sipil Universitas Sebelas Maret, Surakarta, Jawa Tengah (1989); Magister Manajemen Universitas Indonesia (1992) | Karier: Presiden Direktur PT Sahid Detolin Textile (sejak 1992), Wakil Presiden Direktur Sahid Group (sejak 1995), Presiden Direktur PT Indotex LaSalle College International (sejak 1997), anggota Fraksi Utusan Golongan Majelis Permusyawaratan Rakyat (1999-2004), Direktur PT Spinindo Bina Persada (2006), Komisaris PT Jurnalindo Aksara Grafika (sejak 2006), Komisaris PT Jamsostek (2007-2012), Direktur Utama PT Hotel Sahid Jaya International Tbk (sejak 2011) | Organisasi: Ketua Harian Yayasan Himpunan Pengusaha Muda Indonesia (Hipmi) Jakarta Raya; Ketua Dewan Kehormatan Hipmi; Ketua Umum Asosiasi Pengusaha Indonesia (sejak 2014); Sekretaris Komite Pemulihan Ekonomi Nasional Kamar Dagang dan Industri (Kadin) Indonesia; Wakil Ketua Umum Kadin Bidang Kebijakan Publik, Perpajakan dan Sistem Fiskal; Ketua Umum Perhimpunan Hotel dan Restoran Indonesia (2020-2025)

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya
Mahardika Satria Hadi

Mahardika Satria Hadi

Menjadi wartawan Tempo sejak 2010. Kini redaktur untuk rubrik wawancara dan pokok tokoh di majalah Tempo. Sebelumnya, redaktur di Desk Internasional dan pernah meliput pertempuran antara tentara Filipina dan militan pro-ISIS di Marawi, Mindanao. Lulusan Universitas Gadjah Mada, Yogyakarta.

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
>
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus