Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Wawancara

Kita Harus Berjuang Untuk Perubahan

14 Juli 2014 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

DI belakang panggung konser Salam Dua Jari di Gelora Bung Karno, Jakarta, 5 Juli lalu, Abdee Negara terlihat amat sibuk. Dia mengatur siapa saja yang harus tampil-baik menyanyi maupun memberikan orasi-untuk mendukung Joko Widodo dalam pemilihan presiden.

Abdee yang memimpin kumpulan seniman di konser yang digelar Sabtu dua pekan lalu itu. Meski persiapan hanya lima hari dan tanpa bayaran, ia berhasil mendatangkan seratusan ribu orang dan antrean panjang berliku-liku di luar stadion. Mereka datang bukan sebagai simpatisan partai politik, melainkan sebagai pencinta Jokowi.

Di konser itu ia berperan sebagai pengawas dan pengatur para penampil. Abdee sampai harus menarik Muhaimin Iskandar, Ketua Umum Partai Kebangkitan Bangsa, yang ikut menyokong pencalonan Jokowi, karena terlalu banyak omong di panggung. Muhaimin bahkan hampir jatuh karena insiden itu. Abdee tidak peduli. Ia juga meminta Surya Paloh, pemimpin Partai Nasional Demokrat, untuk berbicara hanya satu menit. "Harus mau. Ini duit patungan, bukan duit partai," kata Abdee.

Di akhir acara, saat orang di belakang panggung berebut tampil ke depan untuk berfoto di depan seratusan ribu orang, Abdee malah melipir ke belakang dengan tenang. Ia merasa tugasnya sudah selesai. Dan, saat mendengar pasangan Joko Widodo-Jusuf Kalla menang menurut hitung cepat sejumlah lembaga yang kredibel, Rabu pekan lalu, Abdee bernapas lega. "Sudah gue prediksi. Ini kemenangan bagi yang ingin perubahan," ujar Abdi Negara Nurdin-nama lengkapnya.

Dua hari berselang dari konser itu dan dua hari menjelang pemilihan umum, Tempo menemui Abdee di Plaza Senayan. Badannya tampak semakin kurus dengan kaus putih longgar dibungkus jaket kulit. Wajahnya tirus. Matanya agak merah. Kacamata Ray Ban terkadang dipakainya untuk menutupi. Abdee mengaku tidak tidur pada hari itu karena sibuk dengan gerakan massa di Komisi Pemilihan Umum dan Badan Pengawas Pemilu. Dilanjutkan nyanyi bersama lagu Where are You Mr. President ciptaannya di depan Istana Negara-dengan seniman lain.

Sejak remaja, Abdee memang doyan menggerakkan massa. Saat belajar di Sekolah Menengah Pertama Negeri I Donggala, Sulawesi Tengah, ia pernah mengumpulkan puluhan temannya untuk memperjuangkan teman yang tidak lulus ujian karena kecurangan. Bentuk aksinya adalah dengan menyanyikan lagu Pink Floyd, Another Brick in the Wall, di depan para guru. "Liriknya diindonesiakan: 'Hei luluskan teman kami'," ujar anak ketujuh dari delapan bersaudara ini, tertawa.

Menurut Abdee, musik sebagai gerakan memang telah lama menjalin hubungan dengan politik. Sebab, dia menambahkan, musik tidak hanya sebagai sarana eskapisme-pelarian diri dari keadaan nyata-"Tapi juga sebagai kendaraan kuat untuk memberantas korupsi dan ketidakadilan."

Abdee dibesarkan di lingkungan keluarga politik. Ayahnya, Andi Cella Nurdin, adalah politikus Partai Persatuan Pembangunan dari Sulawesi Tengah dan menjadi anggota Majelis Permusyawaratan Rakyat selama 25 tahun. Sang ayah yang mempengaruhi pola pikirnya sampai sekarang. "Bapak bilang, 'Kalau ingin perubahan, tidak cukup mengatakan, tapi harus bertindak'," kata Abdee kepada Heru Triyono dan fotografer Nurdiansyah dari Tempo.

Dengan tenggorokan kering, menjelang buka puasa, ia banyak berbagi pandangan tentang pemilihan presiden 2014 dan peran musikus dalam membuat perubahan, di sebuah restoran Taiwan di Plaza Senayan.

Ide konser Salam Dua Jari itu sebenarnya dari mana?

Sebenarnya itu inspirasi dari Slank ketika kami menggelar konser di Amerika Serikat beberapa tahun lalu. Saat itu bertepatan dengan Barack Obama menang versi hitung cepat. Kami melihat orang turun ke jalan dan semua ke luar rumah menuju Gedung Putih. Saat itu kami ikutan keluar juga dan ikutan jalan. Euforia itu seperti ada di GBK (Gelora Bung Karno) kemarin. Rasanya seperti sudah menang.

Bagaimana Anda bisa mendatangkan seratusan ribu orang ke Gelora Bung Karno dan mengendalikan mereka agar tidak rusuh?

Ini kerja semua pihak, dan mudah saja. Pekerjaan ini besar, dikerjakan dalam waktu singkat, dan harus dilakukan tanpa bayaran. Tapi saya tidak kesulitan karena orang-orang itu sudah termotivasi semua oleh Jokowi. Amat mudah bikin acara di GBK itu.

Berapa lama proses persiapannya?

Seminggu sebelum acara. Dari mengatur jadwal sampai menelepon teman-teman artis. Itu proyek besar yang melibatkan banyak pihak, dari seniman, tim produksi, tim keamanan, sampai logistik. Pokoknya sangat masif. Butuh koordinasi yang kuat. Capeknya, ya, koordinasi itu. Harus rela setiap hari rapat.

Anda rela sekali berkorban....

Ini yang namanya efek Jokowi. Pagi-pagi saya bangun untuk bergerak karena Jokowi. Bangun tidur yang ada di kepala adalah Jokowi, bukan istri saya. Dia mengalahkan segalanya, bahkan orang yang kita cinta. Itu virus Jokowi.

Apakah teman-teman seniman dibayar atau ada yang mendanai?

Kami bekerja tanpa bayaran. Ini datang dari hati. Kami urunan dan makan gorengan saja.

Ada yang bilang jumlah orang yang datang ke konser di GBK itu tidak sebanyak yang digembar-gemborkan karena hasil editan foto....

Aneh juga kalau dibilang begitu. Tapi saya tidak terlalu ambil pusing karena faktanya memang yang datang banyak.

Apakah visi dan misi Jokowi sesuai dengan filosofi PLUR (Peace, Love, Unity, Respect) milik Slank?

Jelas. Makanya kami mendukungnya. Karena kesamaan ini, pada 26 Juni lalu, 133 cabang Slankers (penggemar Slank) seluruh Indonesia kumpul di markas kami di Jalan Potlot, Jakarta, dan mendukung Slank untuk mendukung "Revolusi Mental" Jokowi. Kalau dihitung, ada sekitar 10 juta Slankers di Indonesia.

Bagaimana meyakinkan Slankers? Bukankah Slank selama ini tidak ikut dukung-mendukung dalam politik?

Mereka sempat mempertanyakan karena kami sebelumnya menyatakan Slank berada di atas semua golongan dan persetan dengan politik. Saya senang mereka kritis. Tapi, saya jelaskan, kini keadaan berbeda, kita harus berjuang untuk perubahan.

Beberapa Slankers kabarnya terpecah dan membelot, bahkan kemudian memaki-maki Slank....

Kalau memaki pasti bukan Slankers. Kalau diperhatikan, dari pendapat mereka di media sosial dan e-mail, ada sekitar 10 persen yang masih ragu ikut sikap politik kami. Berbeda tidak apa-apa, namanya demokrasi. Tapi, sejak konser Salam Dua Jari di Senayan, persentase keraguan itu berkurang.

Banyak yang tidak setuju terhadap transformasi Slank dari oposisi jalanan menjadi partisan bagi calon penguasa.

Enggak. Begini, apa yang kami lakukan hanya untuk mengantar orang yang kami percaya bisa membawa bangsa ini menjadi besar. Persoalan dia jadi atau tidak, itu urusan rakyat yang memilih. Kami menilai Jokowi pantas menduduki kursi presiden. Setelah dia jadi, kami akan kembali ke parlemen jalanan bersama rakyat, kritis kepadanya.

Tapi Anda jadi tidak konsisten....

Konsistensi Slank yang terus kami bawa sampai sekarang adalah damai-peace. Itu kami konsisten dari awal. Apa pun yang kami lakukan, tujuan akhirnya di situ. Kami ingin Indonesia damai.

Yang datang ke konser kemarin kan bukan hanya Slankers. Tidak khawatir mereka bentrok?

Saya memiliki rasa hormat untuk fan. Ini terjadi karena fan bersedia mengambil risiko. Mereka tulus datang ke konser, sehingga siapa pun yang datang akan merasa intim. Tidak ada kecanggungan di antara yang datang karena kami di sana memiliki tujuan dan motivasi yang sama.

Kabarnya sempat bersitegang dengan orang partai.

Banyak orang partai yang ingin tampil ke atas panggung. Saya harus menghalangi mereka. Mau ketua umum atau siapa pun, kalau mereka dari partai sebenarnya tidak boleh masuk.

Tapi kan banyak orang partai yang berorasi. Kompromi?

Akhirnya saya kasih kesempatan ke mereka. Saya kasih mereka waktu masing-masing satu menit. Di antara mereka ada Mbak Puan (Maharani, anak Megawati Soekarnoputri), Cak Imin (Muhaimin Iskandar), juga Surya Paloh. Giliran Mbak Puan pas satu menit beres. Tapi, ketika Cak Imin berpidato, dia melewati batas waktu karena pakai nyanyi segala. Akhirnya gue tarik. Dia hampir jatuh. Bukan apa-apa, waktunya mepet banget.

Pidato Surya Paloh tidak satu menit.

Banyak yang bilang dia tidak bisa berpidato pendek. Saya bilang ke dia, ini yang mengadakan relawan dan sebenarnya tidak ada satu pun dari partai dikasih kesempatan berpidato. Setelah kompromi, Pak Surya bersedia berbicara hanya satu menit. Saat pidato, dia tidak ingat waktu, lewat beberapa menit. Tapi, karena pidatonya memang membakar dan bagus, jadi tidak mengapa.

Apa sih yang membuat Anda percaya Jokowi?

Karakternya. Saya belum pernah melihat tokoh politik atau pemimpin lain yang menginspirasi seperti dia. Banyak pemimpin daerah, ketika kami menggelar konser di daerah, mengikuti gaya kepemimpinan Jokowi, dari blusukan, tidak korupsi, sampai sederhana. Jokowi jadi tolok ukur kepemimpinan yang selama ini belum ada.

Sejauh apa Anda mengenal dia?

Slank pernah datang ke Solo empat tahun sebelum dia ke Jakarta. Ada pertandingan sepak bola di Stadion Manahan. Kami diajak ke balkon VIP. Ternyata kursi sudah penuh. Jokowi, yang memperkenalkan diri sebagai Wali Kota Solo, langsung berdiri dan memberikan tempat duduk buat kami. Dia sendiri malah tidak mendapat kursi sehingga duduk di tangga balkon. Kami langsung kaget. Sebagai musikus, saya banyak bertemu dengan berbagai macam orang. Hampir semua pejabat sudah. Tapi belum pernah yang rendah hati seperti dia.

Oke. Dari tadi bagus terus tentang dia. Menurut Anda, apa kekurangan dia?

Dia bukan seorang orator yang bagus. Kalau dibandingkan dengan Sukarno, ya, amat jauh. Tapi ada satu yang dia miliki yang tidak ada di banyak pemimpin dunia, yaitu kejujuran dan ketulusan. Justru dengan apa adanya dia, cara bicaranya begitu, dia terlihat genuine. Banyak pemimpin yang jago orasi, tapi isi yang diomongkannya tidak sesuai dengan apa yang dia kerjakan.

Kapan Anda berpikir bahwa Jokowi pantas jadi presiden?

Sejak dia nyalonin jadi Gubernur Jakarta. Saat itu, kami tidak mendukung kampanyenya. Tapi Bimbim (drumer Slank) bilang ke Jokowi, "Kalau nanti dia mencalonkan diri menjadi presiden, Slank akan mendukung." Hanya bercanda, ternyata terealisasi. Kini kami merasa impian itu terjawab. Ketika itu juga saya membuat gerakan, namanya Impian Indonesia. Saya melihat Jokowi adalah pemimpin yang bisa menyatukan impian Indonesia.

Kira-kira apa perubahan yang bisa dilakukan Jokowi?

Revolusi mental. Ini adalah jawaban untuk segala kerancuan. Cara berpikir kita selama ini terbukti salah. Dari hal kecil saja. Misalnya masyarakat melihat sungai dan jalan sebagai tong sampah. Lalu bikin KTP dan SIM bayar, kemudian jual-beli bajakan seenaknya. Ini mental yang harus diubah.

Tapi kan banyak orang di belakang Jokowi yang mungkin tidak siap untuk berubah. Bagaimana dengan mereka yang korup?

Orang besar karena kejujurannya punya kemampuan mempengaruhi lingkungan sekitar. Dia sudah menginspirasi banyak orang untuk melakukan hal baik. Jokowi punya waktu lima tahun untuk membuktikan. Apakah dia bisa tetap jujur, bersih, melayani, dan tegas.

Bagaimana dengan Megawati? Beberapa kalangan menilai Jokowi adalah bonekanya....

Saya tidak terlalu memperhatikan Megawati. Sebab, saya pikir, dengan dia memberi kesempatan Jokowi menjadi presiden, itu sebuah langkah besar seorang politikus yang merupakan ketua umum partai.

Pasangan Joko Widodo dan Jusuf Kalla memenangi hasil hitung cepat.

Ini kemenangan rakyat. Rakyat banyak yang sukarela datang dan berjuang untuk perubahan. Ini momentum penting Indonesia.

Apabila Jokowi benar-benar menang, Anda mendapat bagian?

Ha-ha-ha.... Tidak. Kami akan kembali menjadi musikus dan memberikan kontrol sosial bagi Jokowi.

Apa yang terjadi apabila Jokowi kalah?

Hanya kecurangan yang mahadahsyat yang bisa mengalahkan Jokowi.

Bagaimana Prabowo di mata Anda?

(Lama berpikir) terus terang saya mencoba melihat secara obyektif. Mmm, susah juga, ya. Saya jadi selalu membandingkan dia dengan Jokowi. Di mata saya, Jokowi selalu unggul.

Menurut Anda, apakah Indonesia telah banyak berubah pascareformasi?

Tidak. Korupsi belum hilang. Masih banyak yang ditangkap Komisi Pemberantasan Korupsi, bahkan KPK akan dilemahkan.

Sebenarnya kapan Anda melek terhadap politik?

Sejak remaja. Bapak saya adalah politikus di Palu dan Jakarta. Dia aktif di politik selama 25 tahun. Saya belajar banyak dari dia. Yang paling saya ingat pesan Bapak adalah kalau kita ingin perubahan, tidak cukup hanya mengatakan, tapi harus bertindak.

Apa peran musikus dalam perubahan politik Indonesia?

Karya musikus harus berperan membawa perubahan. Orang bisa belajar tentang nilai, kepekaan, dan bagaimana menemukan kedamaian dari lagu. Karya seorang musikus menginspirasi orang lain hingga akhirnya membuat perubahan. Lagu Slank banyak dipakai untuk demonstrasi menekan penguasa melakukan perubahan.

Lagu apa saja?

Banyak: Gosip Jalanan, Bang Bang Tut, Mars Slank, atau Seperti Para Koruptor (SPK).

Musik memiliki kemampuan menjadi ujung tombak sebuah gerakan politik?

Pasti, dan sudah dibuktikan oleh zaman. Kekuatan musik menginspirasi orang untuk bertindak. Lihat saja kisah kaum hippies pada 1960-an dengan semangat flower power-nya, yang menyebarkan pesan damai dan anti-kekerasan melalui lagu. Atau aliran punk yang muncul pada akhir 1970-an dengan semangat we can do it ourselves, yang menyuarakan kritik terhadap penguasa.

Tapi musikus dan seniman Indonesia sekarang terpecah di dua kubu calon presiden....

Saya tidak memandangnya seperti itu. Dalam alam demokrasi, beda pilihan itu biasa. Tidak ada perpecahan. Semua orang punya hak pilih. Saya dan Anang Hermansyah tetap dekat. Saya hanya berharap apa yang seniman lakukan itu datang dari hati mereka.

Abdi Negara Nurdin
Nama Panggung: Abdee Negara Tempat dan tanggal lahir: Donggala, Sulawesi Tengah, 28 Juni 1968 Pendidikan: Jurusan Ekonomi Universitas Tadulako, Palu, Sulawesi Tengah (1988-semester I)| Sekolah Musik Farabi (1988) | Sekolah Menengah Atas Negeri I Palu, Sulawesi Tengah (1984-1987) | Sekolah Menengah Pertama Negeri I Donggala, Sulawesi Tengah (1981-1984) | Sekolah Dasar Muhammadiyah Donggala, Sulawesi Tengah (1975-1981) | KARIER: Gitaris band Flash, yang salah satu personelnya, Ivan, basis Slank saat ini (1988-1990) | Gitaris band Interview | Gitaris band Enemest | Gitaris Slank (1997-sekarang) GAYA PERMAINAN: Blues, rock (bebas)

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
>
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus