Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Rabu, 12 September 1984, menjelang tengah malam, Amir Biki tersungkur bersimbah darah di atas aspal jalanan. Beserta ustad itu, puluhan orang tewas oleh pelor senapan ketika ribuan orang di Tanjungpriok, Jakarta Utara, memprotes perilaku seorang tentara.
Peristiwa 16 tahun silam itu, yang kemudian dikenal dengan Tragedi Tanjungpriok, dipandang sebagai salah satu kebrutalan besar dalam sejarah Orde Baru. Namun, lama kasus itu tenggelam bersama tulang-belulang para korban.
Pelanggaran hak asasi manusia adalah kosakata baru dalam dunia militer Indonesia. Baru setelah Soeharto jatuh, banyak kasus lama seperti di Tanjungpriok itu bisa diungkap. Dan akhir pekan lalu, sebuah "Komisi Tanjungpriok" yang dibentuk oleh Komnas HAM meng-umumkan hasil investigasinya paling mutakhir tentang kerusuhan itumelengkapi hasil penyelidikan Komnas, Mei lalu.
Investigasi mutakhir itu, yang dipimpin Mayor Jenderal Pol. (Purn) Koesparmono Irsan, membuat kesimpulan yang cukup berani, yang telah lama dicoba dicegah oleh para petinggi militer Orde Baru. Antara lain: mantan Pangab/Pangkopkamtib Jenderal Benny Moerdani dan bekas Pangdam V/Jaya Jenderal Try Sutrisno harus bertanggung jawab karena membiarkan peristiwa brutal itu terjadi (guilty by omission).
Kesimpulan itu lebih maju dibandingkan dengan penyelidikan komisi pada Mei lalu, yang tidak mengaitkannya dengan tanggung jawab Benny Moerdani dan Try Sutrisno. Pada Mei itu, pengumuman omisi mengecewakan banyak pihak, khususnya keluarga korban, arena dipandang tidak independen terhadap kepentingan para jenderal Orde Baru yang memegang komando kala itu.
Di tengah pro dan kontra itu, Koesparmono Irsan, 60 tahun, memimpin sebuah investigasi lanjutan sejak Juli lalu. "Kami bicara dengan saksi, keluarga korban, mereka yang menyimpan dokumen dan bukti, dan menggali sejumlah kuburan," ujarnya kepada TEMPO. Sebagai mantan Direktur Reserse Polri, ayah tiga anak ini paham betul apa kekuatan bukti. "Anda bisa mendebat pengakuan dan opini ahli. But you cannot deny the evidence," ujarnya.
Andal sebagai reserse, Koesparmono adalah sosok yang mudah meyakinkan lawan bicara. Ia luwes bergaul, gemar membaca, dan pengetahuannya jauh melampaui bidang keahlian reserse dan polisi.
Suatu ketika ia memimpin penggalian kuburan massal korban DOM di Aceh. Penduduk setempat, yang mengira ia polisi iseng, menegurnya selagi ia menimang-nimang tengkorak. Koesparmono menjawab secara bergurau: "Saya sedang mempraktekkan ajaran di sekolah dulu untuk menguji apakah si pemilik tengkorak mati karena kekerasan."
Ia mahir menirukan dialek barusalah satu yang dia gunakan untuk membujuk narasumbernya bicara. Ia juga menghardik orang-orang yang bersikeras menyembunyikan atau melenyapkan bukti begitu saja.
Rektor Universitas Bhayangkara Jakarta Raya ini mengawali karirnya sebagai perwira reserse Mabes Polri. Berpindah-pindah dari Papua, Riau, dan Sumatra Barat, Koesparmono sempat menjadi Kapolda Sumatra Barat dan Jawa Timur. Ia memimpin Gubernur Akademi Kepolisian Semarang sebelum pensiun sebagai Deputi Operasi Kapolri. Pria yang fasih menuturkan beberapa bahasa asing ini terus mengajar di tengah kesibukannya di Komnas HAM sejak 1996.
Mewakili lembaga ini pula, ia memimpin investigasi Tanjungpriokhasilnya diserahkan ke Kejaksaan Agung pekan ini. Di sela-sela diskusi terbatas KP3T di Jakarta pekan lalu, Koesparmono menerima wartawan TEMPO Arif Kuswardono, Hermien Y. Kleden, serta fotografer Rully Kesuma untuk sebuah wawancara khusus. Berikut ini petikannya.
Mengapa Tanjungpriok perlu diinvestigasi secara spesifikdari sekian kasus pelanggaran hak asasi manusia di Indonesia?
Pertama, karena jelas-jelas ada pelanggaran HAK ASASI MANUSIA. Kedua, ada jumlah korban cukup besaroleh sesuatu yang terjadi secara tiba-tiba. Ada pasukan yang dicomot begitu saja. Mereka tidak tahu prosedurnya dan dihadapkan kepada massa. Akibatnya, dor-dor-dor.
Apa tuduhan yang direkomendasikan komisi Anda kepada Kejaksaan Agung?
Ada dua tuduhan, yaitu commission dan omission. Yang pertama mengacu pada perbuatan melanggar hukum, sementara yang kedua mengacu pada sikap membiarkan pelanggaran hukum itu terjadi.
Delik omission itu bagi siapa?
Bagi TNI. Ada tanggung jawab yang harus diambil dalam garis komando. Sebagai pimpinan, seorang komandan tidak bisa menolak bahwa apa yang terjadi di Tanjungpriok itu bukan karena perintahnya.
Tanggung jawab ini akan berhenti pada level mana?
Tidak ada istilah tanggung jawab itu sekian level di atas atau di bawah. Namanya juga command responsibility (garis komando). Komnas HAM menghendaki tanggung jawab harus diambil secara utuh oleh pimpinan. Bahwa nanti di pengadilan disekat-sekatsiapa yang bertanggung jawab kepada apaitu soal lain.
Apakah tanggung jawab ini terutama menyangkut jumlah korban yang mati?
Bukan soal jumlah. Kalaupun yang mati cuma satu, akan tetap menjadi perhatian Komnas HAM kalau itu dilakukan dengan cara melanggar kemanusiaan.
Alasan apa yang membuat kasus Tanjungpriok harus masuk dalam prioritas?
Karena ada tuntutan masyarakat agar kasus ini segera diselesaikan. Di luar itu, kasus Tanjungpriok juga spesifikdari cara mereka melakukannya.
Siapa "mereka" yang Anda maksudkan?
Sekelompok orang yang bergerak di bawah komando dan terkait pada suatu perintah orang yang lebih tinggi. Kalau kita jeli, mereka adalah tentara profesional. Padahal, bukankah Tanjungpriok adalah kasus sipil, yang seharusnya ditangani polisi, dan bukan militer?
Apakah bisa "teori" itu diterapkan dalam sebuah kerusuhan massa yang pecah pada era pertengahan 1980-an?
Kondisi saat itu memang sulit. Dan perbuatan manusia tak lepas dari ikatan situasi. Tapi itu bukan alasan untuk memaafkan.
Garis komando yang dimintakan pertanggungjawaban itu apakah akan mencapai tingkatan tertinggi?
Ya, kami akan sampai ke situ. Tim yang saya pimpin ini melanjutkan kerja tim pertama, yang hasilnya sudah diserahkan ke Kejaksaan Agung.
Bagian mana yang kurang sehingga perlu ada investigasi baru?
Kejaksaan meminta kami melengkapi jawaban terhadap sejumlah pertanyaan. Misalnya, apakah jumlah yang mati cuma 24, apakah kami punya kelengkapan bukti dari korban keluarga, adakah nama-nama pelaku atau penanggung jawab komando. Juga, apakah kami punya rumusan ulang rekomendasi untuk Kejaksaan Agung.
Apa temuan penting tim pertama?
Ada pelanggaran berat atas hak asasi manusia (gross violation of human rights) dalam kasus Tanjungpriok, yaitu pembunuhan yang korbannya lebih dari tiga (arbitrary killing). Tim pertama ini dipimpin Ketua Komnas HAM, Djoko Sugianto. Saya sendiri waktu itu terlibat dalam investigasi korban daerah operasi militer (DOM) di Aceh.
Apa langkah pertama Anda tatkala meneruskan investigasi ini?
Mengoleksi seluruh data yang bisa digunakan dari tim pertama dan membentuk tim ahli. Anggotanya 24 orang. Ada dokter, ahli forensik, psikolog, sosiolog. Dengan begitu, semua temuan bisa dianalisis dengan nilai keilmuan yang tepat. Misalnya ada tembakan di sini (Koesparmono menunjuk pelipis). Penyebab kematian itu bisa dianalisis oleh ahli forensik melalu bekas-bekas di tengkorak.
Pembuktian apa yang ingin Anda buat melalui investigasi ini?
Kita ingin keluar dengan pernyataan, bukan lagi tanda tanya. Pernyataan itu harus menjawab sejumlah pertanyaan berikut: siapa berbuat apa, siapa bekerja sama dengan siapa, dan siapa bertanggung jawab kepada siapa. Untuk menjawab semua pertanyaan ini, perlu bukti kuat. Ingat, Anda bisa mendebat pengakuan saksi dan opini ahli. But you cannot deny the evidence. Tapi saya tidak bisa membuka semuanya ke Anda sekarang. Data itu terlebih dahulu harus kami serahkan ke Kejaksaan Agung.
Mengapa Komnas HAM seperti mengambil alih tugas polisi?
Tugas Komnas HAM memang sebagai penyelidik. Sementara itu, investigasi kan maknanya dua: penyelidikan dan penyidikan. Wewenang penyidikan ada pada kejaksaan dan kepolisianseperti yang ditentukan undang-undang.Jadi, kita ini baru setengah penyidik yang memudahkan penyidikan kejaksaan. Apa yang dilakukan komisi ini diarahkan pada penemuan bukti-bukti.
Sejumah kritik diarahkan pada hasil investigasi tahap pertama, yang dianggap terlalu berpihak pada pemerintah. Apa komentar Anda?
Kita tidak bisa memuaskan semua orang. Tapi sekarang, dengan permintaan jaksa agung, kami diberi kewenangan lebih luas dalam investigasi.
Apakah demo masyarakat di Komnas HAM mendorong Anda membuat investigasi lanjutan?
Sama sekali tidak. Kami sendiri menyayangkan apa yang dilakukan oleh para demonstran itu: mencaci-maki, mengancam membunuh segala macam. Seakan-akan kita ini kambing congek. Mereka juga melanggar hak asasi kami.
Wewenang tambahan apa yang diberikan kejaksaan kepada tim Anda?
Kini sandaran hukum lebih kuat: Undang-Undang No. 39/2000. Dengan undang-undang ini kami memperluas bidang kerja dan dapat melakukan investigasi lebih mendalam.
Di mana perbedaan dasar penyelidikan tim pertama dengan tim Anda?
Tim pertama melakukan investigasi formal. Mereka hanya melihat apakah ada pelanggaran dari segi hukum formal. Tim yang saya pimpin lebih mengarah pada investigasi materi, mencari bukti-bukti untuk mendukung pelanggaran hukum formal yang dinyatakan tim pertama.
Misalnya?
Pihak militerdalam investigasi pertamamengakui nama-nama yang memimpin tatkala kerusuhan itu terjadi. Tapi, kalau ada orang dibunuh, kita kan harus tahu mayatnya. Kita tidak bisa mengatakan bahwa orang itu dibunuh dan titik. Bukti material itu harus kita temukan dan tunjukkan. Ini, lo, yang dibunuh. Apa ciri-cirinya? Luka tembak di kepala.
Korban yang meninggal itu rata-rata mati dengan cara apa?
Karena luka tembak dan kena pukul. Susahnya, bila tembakan itu mengenai tulang rawan, dikubur selama 16 tahun tulang rawan itu sudah hancur.
Di mana saja korban dikubur?
Yang diketahui namanya dikubur di Jakarta Utara, sedangkan yang tidak diketahui namanya dikubur di Jakarta Timur. Penguburan dilakukan di tengah malam buta, dan makam itu tidak diberi tanda apa pun sehingga kita tidak bisa mengatakan itu sebuah kuburan. Yang kita temukan adalah suatu gundukan tanah dengan semak-semak di atasnya.
Apakah tim Anda selalu menemukan kerangka dengan ciri luka tembak dan pukulan di setiap penggalian?
Jangan dikira mudah saja menemukan lokasi dan kerangka korban. Bantuan informasi penduduk pun sering kali tidak akurat. Suatu ketika ada warga Pondokrangon, Jakarta Timur, mengantar kami ke sebuah lokasi: "Di sini kuburannya, Pak," ujarnya. Kita mengecek dengan detektor logam. Bunyinya tit-tit-tit . Hebat, pikir saya. Pasti ada pelurunya. Gali punya gali, eh, kita menemukan makam tua, bukan makam korban Tanjungpriok. Kerangka di situ menggenggam uang emas di tangannya. Pantas, bunyi detektornya begitu keras, ha-ha-ha.
Siapa saja korban yang bisa dipastikan identitasnya dalam penggalian ini?
Dari 24 koban itu, sudah jelas Amir Biki dan Mardaniseorang anak 15 tahun yang mayatnya diserahkan ke ibunya lalu dikubur di Pemakaman Dobo, Cilincing. Dari delapan nama yang disebut, kita cuma menemukan enam kerangka setelah digali. Yang dua lagi, kuburannya ditumpuk saja dengan jenazah lain sehingga kita tidak bisa menggali. Mereka yang tidak diketahui identitasnya dikubur di dua tempat: Pondokrangon dan Condet (dua-duanya di Jakarta Timur)
Jadi, Anda membongkar juga kuburan di Condet?
Tidak bisa. Di sana ada terlalu banyak makam. Lagi pula, informasi lokasinya tidak sejelas di Pondokrangon.
Apa saja halangan dalam membongkar kuburan-kuburan itu?
Larangan dari penduduk. Mereka bilang, "Jangan main- main dengan makam orang." Saya katakan, saya hanya bongkar tanah lapang yang ditumbuhi rumput dan semak, bukan makam yang ada nisan di atasnya. Kerepotan juga bisa datang dalam bentuk lain, seperti waktu menghadapi Ibu Dewi Wardahistri Amir Biki. Saat itu saya putuskan kami akan menggali kubur pada esok hari. Dia marah karena kami harus menunggu sampai selama itu.
Mengapa?
Karena menurut dia, tanah itu milik Allah, kenapa harus minta izin orang lain. Dia tidak memahami hukum dan maunya cepat-cepat saja. Saya jelaskan, kita harus menghormati hak orang lain. Dia tetap bersikeras bahwa itu tanah Allah. Akhirnya saya bilang, "Baik. Karena semua ini tanah Allah, mari kita mulai dengan menggali rumah Ibu, karena rumah Ibu juga dibangun di atas tanah Allah."
Data apa saja yang bisa Anda rangkai dari hasil penggalian kubur?
Penggalian selalu menyertakan tim ahli, khususnya para dokter serta ahli forensik dan pihak kepolisian. Dalam hal korban Tanjungpriok, kita bisa menentukan golongan darah dari korban yang terkubur 16 tahun. Ada seorang ibu yang amat bahagia karena akhirnya menemukan kembali suaminya yang hilang selama 16 tahun.
Di mana ia menemukan suaminya?
Maksudnya, kerangka suaminya. Kami memastikan kerangka Tukimin, suami yang hilang itu, dari ciri-ciri yang diberikan sang istri: dahi lebar, giginya dipangur, dan salah satu giginya pernah ditambal. Dalam salah satu penggalian, kami menemukan salah satu kerangka persis dengan ciri-ciri itu. Para ahli forensik memastikan, itu kerangka Tukimin. Anda tidak bisa membayangkan betapa puasnya ibu itu menemukan suaminyawalau sudah jadi kerangkasetelah 16 tahun hilang begitu saja.
Korban-korban ini apakah tidak diketahui keluarganya sebelum itu?
Sebahagian. Di Pondokrangon, dari delapan jenazah, lima diakui keluarganya.
Anda mengumpulkan bukti-bukti dokumen?
Kita melakukannya. Kesulitannya, medical record di RSPAD dihapus. Alasannya, sudah lebih dari lima tahun. Menurut Undang-Undang Arsip Nasional, suatu arsip yang dihapus itu harus dibuatkan berita acara dan dilaporkan ke Arsip Nasional. Dengan menghapusnya begitu saja, mereka melanggar undang-undang.
Dalam menentukan saksi, bagaimana Anda tahu itu bukan saksi palsu?
Itu perlu ketelitian luar biasa. Dalam menggambarkan poin-poin kejadian secara beruntun, kita mutlak memerlukan saksi. Tapi saksi ini ada yang sudah mati dan pindah, jadi kita harus hati-hati jangan sampai ada saksi baru yang tidak punya hubungan dimasukkan ke kasus ini. Ada beberapa yang menawarkan diri sebagai saksi, tapi kita tolak karena tidak relevan.
Misalnya?
Ada pilot yang mengaku mengangkut 600 mayat dengan helikopter. Saya meminta dia menyebut berjenis-jenis spesifikasi helikopter dan jenis apa yang bisa mengangkut sampai 600 mayat. Sampai sekarang, dia tidak pernah datang menemui kami.
Apakah materi temuan dalam investigasi komisi Anda sampai pada kesimpulan tentara menembak massa?
Believe it or not, fakta mengatakan demikian. Korban mati karena tembakan dan luka pukul.
Bagaimana dengan kemungkinan penembakan secara acak dan membabi buta?
Bisa saja. Atau, kecelakaan. Tapi, dalam penyelidikan formal tahap pertama, pihak militer kan mengakui juga nama-nama yang memimpin saat kerusuhan itu terjadi. Sekarang tinggal siapa menembak siapa dan bagaimana menembaknya. Kita tidak tahu. Yang kita tahu adalah ada kelompok tentara yang terdiri dari ini dan ini, yang menghadang massa saat kerusuhan itu pecah. Ada sebahagian dari unit-unit kesatuan itu yang melakukan kesalahan.
Ada kemungkinan perintah menembak itu datang dari arah pimpinan TNI?
Saya ini bagian dari TNIbanyak saudara-saudara saya yang anggota TNI. Tapi, tanpa mengurangi penghargaan yang sebesar-besarnya kepada TNI yang sangat besar jasanya kepada negara, para prajurit di Tanjungpriok itu tidak akan melakukan sesuatu tanpa perintah dari atas. Jika waktu itu mereka menolak, mereka akan dihukum. Kita hormat pada para prajurit itu dan tidak menyalahkan mereka. Kita akan menarik ke atas, siapa penanggungjawabnya.
Ke atas itu mulai dari mana?
Komandan kompi ke atas. Dalam satuan tentara, tanggung jawab itu selalu ke atas. Seberapa atas? Nah, itu yang sedang kita rundingkan dan tentu tergantung pada hukum. Waktu itu di atas Dandim Jakarta Utara adalah Pangdam V/Jaya, yang dijabat oleh Pak Try Sutrisno.
Bagaimana dengan Jenderal Benny Moerdani, yang menjadi pucuk pimpinan TNI?
By omission, Pak Benny dan Pak Try ikut bertanggung jawab karena ikut mendiamkan peristiwa itu. Mengapa korban-korban tidak diperlakukan secara baik? Mengapa keluarga korban yang meninggal tidak diberi tahu? Ada ibu yang selama 16 tahun hanya tahu suaminya hilangdan bukan mati karena ditembak dalam kerusuhan itu.
Jadi, Benny Moerdani dan Try Sutrisno akan masuk daftar yang dinyatakan bersalah karena kerusuhan Tanjungpriok?
Yang kita kembangkan adalah crime by commission dan crime by omission. Kalau saya bunuh Anda, itu commission. Tapi kalau ada orang akan dibunuh dan ia minta tolong tapi Anda tidak menolongnya padahal Anda mampu, itu omission. Derajat kesalahannya sama. Tidak mudah membuktikan seseorang melakukan omission. Perlu bukti-bukti yang akurat betul. Selain itu, kita harus berani menyentuh eselon terendah sampai tertinggi. Makanya, kita panggil Pak Benny, Pak Try, dan Kapolda saat itu.
Bagaimana mengaitkan guilty by omission atau by commission dalam kasus ini?
Peristiwa Tanjungpriok itu dimulai sejak adanya dakwah-dakwah panas sebelum pecah kerusuhan 12 September 1984. Jadi, sudah ada perjalanan panjang menuju peristiwa itu. Di situ kita lihat adanya omission, yaitu kenapa kerusuhan itu tidak dicegah sejak awal. Lain halnya kalau itu kasus yang berdiri sendiri. Kita tidak berbuat apa-apa.
Apakah tidak jengah memanggil para jenderal yang lebih tinggi dari Anda?
Secara manusiawi, ada kesulitan itu. Saya ini kan tadinya anak buah, mengapa harus melakukan ini semua? Tapi saya harus menekan perasaan itu. Banyak korban yang sudah menderita karena Peristiwa Tanjungpriok. Maka, kita panggil dari prajurit sampai jenderalnya.
Apakah ada kesulitan menghadirkan Jenderal Benny dan Jenderal Try untuk menghadap komisi waktu itu?
Kita melakukan koordinasi dengan Panglima TNI (Laksamana TNI Widodo A.S.). Diskum (Dinas Hukum) TNI membantu kita.
Anda optimistis hasil investigasi Anda bisa membawa para pelakunya ke pengadilan?
Kalau kita bekerja tanpa optimisme, buat apa?
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
- Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
- Akses penuh seluruh artikel Tempo+
- Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
- Fitur baca cepat di edisi Mingguan
- Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo