Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
UNDANG-UNDANG Kesehatan selalu membuat kontroversi. Sejak 1992, Undang-Undang Kesehatan baru bisa direvisi pada 2009. Itu pun menghebohkan karena diwarnai penghapusan ayat tembakau oleh politikus Dewan Perwakilan Rakyat dan pejabat Kementerian Kesehatan. Polisi tak menindaklanjuti skandal konstitusi itu. Kini revisi UU Kesehatan yang memakai metode omnibus juga diprotes banyak kalangan.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Para dokter dalam Ikatan Dokter Indonesia (IDI) berdemonstrasi menolak pengesahan aturan itu. Mereka menilai pembahasan Rancangan Undang-Undang Kesehatan tak partisipatif dan isinya tak berpihak kepada tenaga kesehatan. Namun, seperti dalam pembahasan omnibus law sebelumnya, demonstrasi tak menghentikan pengesahannya oleh DPR pada 11 Juli 2023.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Partai Keadilan Sejahtera dan Partai Demokrat menolak pengesahan RUU Kesehatan. Para ahli hukum di belakang IDI pun bersiap mengajukan permohonan uji materi ke Mahkamah Konstitusi. Menurut mereka, Undang-Undang Kesehatan yang baru memuat banyak pasal bermasalah dan bertabrakan dengan undang-undang lain, bahkan bertentangan dengan Undang-Undang Dasar 1945.
Menanggapi ribut-ribut itu, Menteri Kesehatan Budi Gunadi Sadikin terlihat tenang. Ia mempersilakan siapa saja menyoal Undang-Undang Kesehatan secara hukum. “Dengan begitu, jadi terbuka dan argumentatif,” katanya kepada Abdul Manan, Iwan Kurniawan, dan Raymundus Rikang dari Tempo.
Budi Gunadi menjelaskan apa saja niat di belakang pasal-pasal dalam Undang-Undang Kesehatan. Dalam dua kali wawancara pada 23 Juni dan 13 Juli lalu, ia menjelaskan dengan tangkas isu-isu kesehatan teranyar. Mantan Wakil Menteri Badan Usaha Milik Negara ini mengatakan pemerintah sudah mengidentifikasi sepuluh hewan yang berisiko menularkan virus ke manusia dan menyebabkan penyakit seperti Covid-19. “Kami siapkan dari sekarang alat deteksinya, vaksin, dan obatnya,” tuturnya.
Mengapa pemerintah perlu mengubah Undang-Undang Kesehatan?
Untuk mendukung enam pilar transformasi. Pertama, peran medicare. Bahasa gampangnya, kita akan mengubah pengobatan menjadi pencegahan. Kedua, membuat akses kesehatan menjadi lebih mudah. Ketiga, industri kesehatan yang dulu bergantung pada luar negeri menjadi lebih mandiri, dan ke dalam negeri. Sekarang anggaran pembelian alat kesehatan bergeser ke dalam negeri. Dulu kita hanya punya satu pabrik vaksin, sekarang sudah ada tiga. Kami juga akan membentuk tenaga cadangan kesehatan. Seperti komponen cadangan Menteri Pertahanan Prabowo Subianto. Tiap bencana butuh tenaga kesehatan beda-beda. Jika gunung meletus, butuh yang menangani sesak napas, telinga-hidung-tenggorokan, penyakit dalam. Kalau gempa, perlu ortopedi dan bedah. Kalau banjir, ahli penyakit dalam dan infeksi. Kelima, pembiayaan tidak efisien menjadi transparan dan efektif.
Apa yang mendorong perubahan itu?
Ketika tiba-tiba ada Covid-19, tes PCR (reaksi berantai polimerase) susah. Karena waktu itu fokus kita ke klinis. Seharusnya ke kesehatan masyarakat.
Ini terkait dengan rasio wajib anggaran kesehatan?
Beri saya contoh di dunia, adakah korelasi antara spending dan output? Enggak ada. Itu bukan jaminan. Di Amerika Serikat US$ 10 ribu per kapita, outcome-nya (usia harapan hidup) 80 tahun, Kuba US$ 2.000, 80 tahun. Apakah kita harus meniru Amerika? Enggak ada gunanya kalau programnya enggak jelas. Bandingkan dengan Jepang yang 84 tahun, rasio bujetnya US$ 4.800 per kapita. Korea lebih bagus, US$ 3.500, usia harapan hidup penduduknya 84 tahun, Singapura 84 tahun dengan US$ 2.800. Pilih mana?
Di DPR ada penolakan dari PKS dan Demokrat...
Mereka concern-nya cuma satu: mandatory spending. It’s okay. Tempo saja keras menghujat Menteri Kesehatan masih kami terima. Kami lulusan Institut Teknologi Bandung sudah terbiasa dengan diskursus, perdebatan.
Apa antisipasi Anda jika Undang-Undang Kesehatan digugat ke Mahkamah Konstitusi?
Enggak ada antisipasi. Nanti kita lihat saja mana yang benar, mana yang enggak. Saya menghargai perbedaan. Menurut aku, itu jalur yang benar. Biarkan rakyat menilai. Aku senang karena jadi terbuka dan argumentatif. Kalau sekarang kan pakai emosi.
Ihwal pencabutan status pandemi Covid-19 pada 21 Juni lalu, apa pertimbangannya?
Saya katakan kepada presiden, kalau urusan pandemi, karena bersifat global, kita mesti tanya ke WHO (Badan Kesehatan Dunia). Direktur Jenderal WHO Tedros Adhanom Ghebreyesus mengatakan ada beberapa kriteria transisi pandemi menjadi endemi. Tapi, yang paling filosofis, dalam pandemi ada intervensi pemerintah. Dalam endemi, masyarakat bisa mengatur dirinya sendiri. Demam berdarah itu endemi. Pemerintah tidak mengintervensi. Ada empat syarat pandemi menjadi endemi. Pertama, promosi kesehatan. Masyarakat sudah tahu ciri penyakit dan cara mengobatinya. Kedua, tes tersedia, surveilans masih bagus. Ketiga, kalau sudah kena penyakit, masyarakat tahu dan mendapat akses perawatan. Empat, vaksinnya tersedia.
Mengapa tanggal 21 Juni?
Itu keputusan presiden.
Bukannya infeksi Covid-19 masih ada?
Tuberkulosis lebih banyak. Demam berdarah lebih banyak. Jadi endemi bukan karena jumlah kasusnya, tapi empat faktor yang disampaikan WHO tadi.
Berapa biaya menangani pandemi?
Sekitar Rp 300 triliun.
Ada pertimbangan anggaran status pandemi dicabut?
Sekarang sudah turun trennya. Kan, tetap dibayar BPJS (Badan Penyelenggara Jaminan Sosial) juga.
Apa implikasi status pandemi menjadi endemi?
Fasilitasnya tetap saja, tapi kembali ke normal. Mekanismenya, yang punya (terdaftar di) BPJS akan dibayari BPJS. Yang enggak mampu dibayari melalui skema penerima bantuan iuran BPJS. Sama seperti penyakit lain.
Vaksinasi Covid-19 tetap jalan?
Vaksinasi sampai akhir tahun. Masih ada beberapa kelompok rentan yang belum mendapat vaksin. Menurut WHO, kelompok rentan, mereka yang immunocompromised, punya penyakit imunitas jelek, komorbid tinggi, dan anak usia 17-18 tahun, harus mendapat vaksin.
Status vaksin Merah Putih sekarang seperti apa?
Vaksin Merah Putih tetap kami pakai sampai akhir tahun untuk kelompok utama dan ditanggung pemerintah. Tahun depan perlakuannya seperti orang normal saja. Kalau mau pakai vaksin impor harus membeli sendiri. Kalau memakai BPJS, vaksinnya dari dalam negeri.
Bagaimana dengan nasib fasilitas pembuatan vaksin?
Ada 14. Analoginya, tadinya dipakai membuat kopi, sekarang teh karena kopi sudah tak diperlukan.
Sebelum masa pandemi, alat kesehatan kita bergantung pada impor. Setelah ada Undang-Undang Kesehatan, terjamin tidak impor?
Menteri Kesehatan Budi Gunadi Sadikin memberikan dokumen pandangan pemerintah kepada Ketua DPR Puan Maharani saat Rapat Paripurna ke-29 Masa Persidangan V Tahun Sidang 2022-2023 yang beragendakan pengesahan Omnibus Law Rancangan Undang-Undang (RUU) tentang kesehatan menjadi Undang-undang (UU).oleh DPR di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, 11 Juli 2023. Antara/ Galih Pradipta
Itu sebabnya transformasi kita yang nomor tiga industrialisasi masif dalam negeri. Sekarang alat USG (ultrasonografi) komponen dalam negerinya tinggi. Timbangan bayi dulu kami beli Rp 300 ribu. Semuanya impor. Nanti kami ganti dengan timbangan digital yang 90 persen produksi dalam negeri. Pabrik vaksin dulu cuma satu, sekarang tiga: Ehana, Biotis, dan Combiphar, yang bekerja sama dengan Astra Zeneca.
Apa yang berubah dalam sistem kesehatan seusai masa pandemi?
Pada saat pandemi, sistem kesehatan nasional tidak siap di hampir semua negara. Orang enggak fokus hanya ke rumah sakit atau menyembuhkan orang sakit. Itu strategi yang salah. Strategi itu enggak bakal kuat menghadapi pandemi: kita biarkan orang jadi sakit kemudian merawatnya di rumah sakit. Too late, too expensive. Masyarakat menderita. Intervensi kesehatan seharusnya menjaga orang jangan sampai sakit. Jaga orang agar tetap sehat. Konsep itu berbeda total dengan konsep kedokteran yang diajarkan di fakultas kedokteran untuk menyembuhkan orang sakit.
Di RUU Kesehatan ada pasal yang mewajibkan pemilik gedung menyediakan ruang merokok. Mengapa yang membahayakan malah diwajibkan?
Aku enggak ingat ada pasal itu. Yang ada perusahaan mesti menanggung kesehatan. Naskah formalnya belum beredar karena masih berproses di Sekretariat Negara.
Apakah kini sudah berubah?
Sebagai orang luar, saya melihat kepemimpinan di kesehatan itu didominasi orang-orang kedokteran, klinis. Seharusnya orang kesehatan masyarakat karena intervensi program kesehatan yang baik adalah menjaga orang jangan sakit. Begitu dokter yang pegang, konsep kesehatan jadi mengobati orang sakit.
Anda mau ke arah sana?
Aku geser balik. Kami maunya lebih ke primary care, promotif dan preventif. Jadi orang bilang kita sudah tahu dari dulu. Tapi anggaran Kementerian Kesehatan tidak terefleksikan ke sana. Seharusnya kita dorong ke arah sana. Sekarang promotif dan preventif. Tahun depan anggaran puskesmas untuk pertama kali di atas Rp 10 triliun. Sebelumnya paling Rp 4-5 triliun. Rumah sakit Rp 17 triliun. Kedua, dulu semua itu usaha menyembuhkan. Misalnya penyakit kanker alatnya apa, obatnya apa. Seharusnya bagaimana posyandu direvitalisasi. Makanya program kami revitalisasi puskesmas dan posyandu, bagaimana posyandu diubah tidak hanya mengurus ibu hamil dan bayi, tapi menjaga kesehatan seluruh masyarakat. To promote healthy life and wellbeing for all people and all ages.
Apa strateginya?
Pertama, publik harus dididik perilakunya supaya hidup lebih sehat. Contohnya, jangan makan sembarangan, jangan lupa cuci tangan, karena bakteri bisa masuk. Kedua, surveilans mesti diperkuat. Surveilans itu seperti radar. Begitu kita tahu musuh masih di sana, kita pukulnya cepat. Belum sampai dia menyebar ke seluruh Indonesia, kita sudah pukul dulu. Ini masuknya dari Merauke, disikat di Merauke. Jangan biarkan sampai seluruh Papua. Itu telat.
Para ahli bilang akan ada pandemi berikutnya. Kita sudah lebih siap?
Penyebab pandemi adalah patogen. Ada empat kategori patogen. Makhluk yang namanya virus menyebabkan pandemi saat ini. Bakteri menyebabkan salah satunya TBC (tuberkulosis). Ada juga malaria, kelasnya parasit. Ada patogen yang jenisnya fungus atau jamur. Sejarah membuktikan semua pandemi yang membunuh ratusan juta manusia itu penyebabnya bukan patogen baru. Itu sudah ada di alam. Adanya di hewan.
Kami identifikasi sejak dini. Sekarang saya suruh teman-teman bersinggungan dengan Kementerian Pertanian. Kami identifikasi sepuluh hewan yang kemungkinan patogennya paling tinggi. Lalu kami olah datanya memakai genome sequencing. Kami siapkan dari sekarang alat deteksinya, vaksinasi, dan obatnya.
Apakah ada inisiatif lain untuk mengantisipasi pandemi berikutnya?
One health. Kesehatan manusia dan hewan. Cuma, orang banyak tidak mengeksekusi itu dengan benar. Sekarang Indonesia mau memimpin di ASEAN. Di ASEAN kita menerapkan konsep one health. Kami minta itu melalui Pandemic Fund untuk kasih dana supaya kita bisa mempersiapkan dini menghadapi semua patogen yang mungkin lompat, sudah kita antisipasi dari sekarang.
Omong-omong, kemampuan menangani pandemi bisa jadi modal menjadi wakil presiden?
Aku ingin jadi Duta Besar Jepang karena aku pernah tinggal di Jepang. Di Jepang makanannya enak. Saya suka makan.
Ihwal antraks di Gunungkidul, Daerah Istimewa Yogyakarta, awal Juli lalu, seperti apa kasusnya?
Itu sama seperti rabies, oleh bakteri. Bakteri ini adanya di hewan herbivora kaki empat seperti sapi, kambing. Ini termasuk yang jarang sekali loncat ke orang, seperti penyakit mulut dan kuku. Kalau ia di hewan, hewannya bisa mati. Bagaimana ia meloncat? Orang Indonesia, begitu hewan mati, mereka sayang, lalu dimasak. Masaknya enggak bagus. Tertular. Antraks sebetulnya penyakit hewan, lalu loncat ke manusia.
Supaya tak terjadi lagi harus bagaimana?
Inilah pentingnya konsep one health. Sapi kalau sudah mati harus disurvei oleh balai veteriner. Matinya karena apa. Enggak boleh dipotong. Itu protokol kesehatan. Kalau ada antraks, jasadnya dibakar. Bakteri antraks biasanya keluar bersama berak. Beraknya jatuh di rumput. Begitu kita tahu ada antraks, semua yang makan di rumput yang sama harus dites. Jadi, kalau rumputnya dimakan kambing, kambingnya kena. Kalau ia kena antraks, satu populasi dikarantina. Kemudian ada imunisasi.
Apakah sudah ada laporan dari daerah lain?
Belum ada. Antraks tidak terlalu mematikan. Rabies lebih tinggi. Cuma, memang susahnya tes hanya bisa di laboratorium veteriner.
Budi Gunadi Sadikin
Tempat dan tanggal lahir:
- Bogor, Jawa Barat, 6 Mei 1964
Pendidikan:
- Sarjana Sains Jurusan Fisika Institut Teknologi Bandung (1988)
Karier:
- Menteri Kesehatan (sejak 23 Desember 2020)
- Wakil Menteri Badan Usaha Milik Negara (2019-2020)
- Direktur Utama PT Indonesia Asahan Aluminium (Persero) Tbk (2017-2019)
- Anggota staf khusus Menteri BUMN (2016-2017)
- Direktur Utama PT Bank Mandiri (Persero) Tbk (2013-2016)
- Direktur Perbankan Mikro dan Ritel Bank Mandiri (2006-2013)
- Executive Vice President Head of Consumer Banking PT Bank Danamon dan Direktur Adira Quantum Multi Finance (2004-2006)
- Direktur Perbankan Konsumer dan Komersial ABN AMRO Bank Indonesia dan Malaysia (1999-2004)
- Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
- Akses penuh seluruh artikel Tempo+
- Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
- Fitur baca cepat di edisi Mingguan
- Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo