Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Hukum

Bagaimana Suap Korupsi BTS Mengalir

Penyidik akan menjerat tersangka korupsi BTS, Yusrizki Muliawan, dengan pidana pencucian uang. Kantor temannya ikut digeledah.

16 Juli 2023 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Poin penting

  • Kejaksaan Agung berencana menerapkan pasal pencucian uang kepada M. Yusrizki Muliawan.

  • Penyerahan uang suap diduga berlangsung di salah satu kantor di Jalan Praja Dalam D, Jakarta Selatan.

  • Hanya empat tersangka yang dijerat dengan pasal pencucian uang.

MELALUI penjelasan dokumen setebal 19 halaman, Kejaksaan Agung berupaya meyakinkan Pengadilan Negeri Jakarta Selatan bahwa penyidik akan terus mengusut tindak pidana pencucian uang (TPPU) dalam perkara proyek menara pemancar base transceiver station (BTS) 4G. “Pengembangan penyidikan saat ini masih tetap berjalan dan berkesinambungan,” tulis dokumen tertanggal 13 Juli lalu itu.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Dokumen tersebut merupakan jawaban Kejaksaan Agung atas gugatan praperadilan yang diajukan Masyarakat Anti Korupsi Indonesia (MAKI). Gugatan itu didaftarkan bersamaan dengan penetapan tersangka dan penahanan Direktur PT Basis Utama Prima Muhammad Yusrizki Muliawan pada Kamis, 15 Juni lalu. Penyidik hanya menjerat mantan Ketua Komite Tetap Energi Terbarukan Kamar Dagang dan Industri Indonesia itu dengan pasal merugikan keuangan negara.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Deputi Koordinator MAKI Kurniawan mengatakan gugatan itu diajukan lantaran tak semua tersangka dijerat dengan pasal TPPU. Sebelumnya penyidik sudah menetapkan delapan tersangka korupsi BTS. Di antara tersangka yang tak dijerat pencucian uang adalah mantan Menteri Komunikasi dan Informatika, Johnny Gerard Plate, dan Yusrizki. “Penerapan pasal itu bisa digunakan untuk mengejar siapa saja yang bermain dalam proyek BTS,” katanya.

MAKI juga berencana melayangkan gugatan praperadilan kedua untuk Kejaksaan Agung. Gugatan itu akan berisi desakan kepada penyidik untuk membongkar aliran suap perkara korupsi BTS yang mencapai Rp 243 miliar. Uang tersebut dikumpulkan para tersangka agar penyelidikan di Kejaksaan Agung berhenti. Nama Yusrizki lagi-lagi akan muncul dalam gugatan itu.

Baca: Peran Galumbang Simanjuntak dalam Korupsi BTS

Kepala Pusat Penerangan Hukum Kejaksaan Agung Ketut Sumedana mengklaim pengusutan pidana pencucian uang terhadap Yusrizki masih terus bergulir. Saat ini Yusrizki memang hanya dijerat dengan pasal korupsi. Ketut menyebutkan perbedaan itu hal biasa. “TPPU tidak harus bersama, bisa belakangan, bisa duluan, bisa bersama-sama,” ujarnya pada Kamis, 13 Juli lalu.

Meski sudah ada saksi yang menyebutkan peran Yusrizki, Direktur Penyidikan Jaksa Agung Muda Bidang Pidana Khusus Kejaksaan Agung Kuntadi juga mengatakan penyidik masih mengumpulkan dua alat bukti agar bisa menetapkan pidana pencucian uang. “Ada alat buktinya enggak?” ucap Kuntadi.

Yusrizki menjadi tersangka kedelapan dalam perkara BTS. Penyidik menduga PT Basis Utama Prima terlibat proyek BTS 4G yang merugikan negara hingga Rp 8,03 triliun. PT Basis Utama merupakan pemasok utama panel surya dan baterai menara BTS.

Sebanyak 99 persen saham perusahaan PT Basis Utama Prima dimiliki Hapsoro Sukmonohadi alias Happy Hapsoro, suami Ketua Dewan Perwakilan Rakyat yang juga Ketua Dewan Pimpinan Pusat Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan, Puan Maharani. Kuasa Hukum PDI Perjuangan, Yanuar Wasesa, berkali-kali membantah ihwal peran Happy dalam proyek tersebut.

Dari delapan tersangka, enam tersangka sudah menjadi terdakwa di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi Jakarta. Mereka adalah Johnny Plate, Anang Achmad Latif, Galumbang Menak Simanjuntak, Yohan Suryanto, Mukti Ali, dan Irwan Hermawan. Tapi hanya Anang, Irwan, dan Galumbang yang dijerat dengan pasal TPPU. Belakangan, tersangka lain, Windi Purnama, juga dijerat dengan TPPU.

Penyidikan terhadap Yusrizki dan Windi masih berlangsung. Pemeriksaan keduanya pun kerap berbarengan. Peran keduanya diduga bertalian. Penghubungnya adalah sebuah kantor di Jalan Praja Dalam D, Kebayoran Lama, Jakarta Selatan. Di kantor itu, Muhammad Adamsyah Wahab yang dikenal dengan sebutan Don Adam, kolega Yusrizki, berkantor.

Adam tercatat sebagai alumnus Teknik Lingkungan Institut Teknologi Bandung (ITB) angkatan 1988. Adapun Yusrizki alumnus Teknik Industri ITB 1991.

Kapuspenkum Kejagung I Ketut Sumedana (kiri) dan Direktur Penyidikan Jampidsus Kejagung Kuntadi memberikan keterangan pers di Gedung Bundar Kejaksaan Agung , Jakarta, 15 Juni 2023. Tempo/M Taufan Rengganis

Di gedung di Praja Dalam itu berkantor tiga perusahaan. Di antaranya PT Indonesia Inisiatif Energi yang dipimpin Adam, PT Penta Software Indonesia, dan PT Regawa Mobindo Kreasi Nusa. Tim Kejaksaan Agung telah menggeledah kantor tersebut pada Selasa, 4 Juli lalu. Windi ditengarai pernah menyambangi kantor tersebut untuk menjemput uang yang diduga berasal dari Yusrizki. Uang ini yang diduga mengalir ke beberapa pihak untuk menutupi perkara BTS.

Windi mendapatkan alamat kantor di Praja Dalam tersebut dari Irwan. Irwan lantas menyuruh Windi untuk mengambil uang dalam bentuk mata uang asing dari seseorang bernama Jefri. Setiba di lokasi, Windi diarahkan untuk naik ke lantai dua kantor. Dari sinilah penyerahan uang terjadi. Uang dalam bungkusan plastik kemudian diboyong Windi ke kantor Irwan di Jalan Terusan Hanglekir III, Jakarta Selatan.

Kuasa hukum Windi, Rizky Khairullah, tidak menampik alur kejadian ini. “Memang ada pengambilan,” ucapnya. Tapi Rizky belum mengetahui persis orang yang ditemui kliennya di Praja Dalam tersebut. Termasuk yang menyerahkan langsung uang kepada Windi di lantai dua.

Kronologi di Praja Dalam memunculkan dugaan baru. Semula, hanya kantor Irwan yang ditengarai menjadi lokasi transit aliran dana Rp 243 miliar. Belakangan, sejumlah sumber Tempo menyebut Yusrizki diduga ikut menitipkan duit ratusan miliar rupiah proyek BTS di kantor Adam. Fulus tersebut mengalir ke berbagai pihak. Karena itu, kantor di Praja Dalam tersebut diduga ikut menjadi tempat transit duit.

Rentetan peristiwa pengambilan uang oleh Windi di Praja Dalam ini terjadi setelah Yusrizki menerima uang Rp 50 miliar dan US$ 2,5 juta dari para subkontraktor yang mengerjakan panel surya dan baterai. Cerita ini muncul dalam berkas dakwaan terdakwa Irwan Hermawan. Karena uang tersebut, Yusrizki dijerat pidana korupsi lantaran turut memperkaya diri sendiri.

Dalam konferensi pers pada Kamis, 13 Juli lalu, Kepala Pusat Penerangan Hukum Kejaksaan Agung Ketut Sumedana menyampaikan penyidik sudah menggeledah sebuah kantor di Jalan Praja Dalam D. Tapi, dalam keterangan Ketut, perusahaan yang diperiksa lebih dulu adalah PT Regawa Mobindo Kreasi Nusa, bukan PT Inisiatif Energi Indonesia yang dipimpin Adam.

Direktur Penyidikan Kuntadi memastikan kantor PT Regawa di Praja Dalam D juga merupakan kantor Adam. “Betul, itu kantor yang bersangkutan,” tuturnya. Secara paralel, penyidik mendalami lokasi-lokasi parkir aliran dana tersebut.

Kejaksaan Agung bakal segera memanggil Adam. Pemanggilan dilakukan setelah viralnya foto Don Adam dengan setumpuk uang pecahan dolar Amerika Serikat di media sosial. Uang ini kemudian dikaitkan dengan aliran dana di perkara BTS. Namun Kejaksaan Agung belum memastikan kapan memanggil Adam. “Akan kami jadwalkan,” ujar Ketut.

Beberapa hari setelah Yusrizki ditetapkan sebagai tersangka, Tempo sempat menyambangi Adam di kantornya di Praja Dalam. Ia menolak pembicaraan itu dikutip. Kini kantor itu kerap terlihat sepi dan pagarnya menutup.

Lewat jawaban tertulis kepada Tempo, Adam membantah dugaan bahwa foto uang yang beredar di media sosial berkaitan dengan proyek BTS. Ia mengklaim belum mendapat surat panggilan dari penyidik. “Saya tidak tahu. Tapi, dari pemberitaan beberapa media, ada keinginan Kejaksaan Agung untuk meminta klarifikasi dari saya,” tulisnya.

Kuasa hukum Yusrizki, Soesilo Aribowo, tengah menyiapkan segepok pembelaan untuk kliennya. Masalahnya, Soesilo mengimbuhkan, Yusrizki belum pernah sekali pun diperiksa sebagai tersangka. Itu sebabnya Soesilo belum bersedia menjelaskan perkara yang menjerat kliennya. “Rasanya terlalu awal kalau bicara pembelaan,” ucap Soesilo.

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

Ihsan Reliubun dan Riky Ferdianto berkontribusi dalam penulisan artikel ini. Di edisi cetak, artikel ini terbit di bawah judul "Transit Fulus di Kantor Don"

Fajar Pebrianto

Fajar Pebrianto

Meliput isu-isu hukum, korupsi, dan kriminal. Lulus dari Universitas Bakrie pada 2017. Sambil memimpin majalah kampus "Basmala", bergabung dengan Tempo sebagai wartawan magang pada 2015. Mengikuti Indo-Pacific Business Journalism and Training Forum 2019 di Thailand.

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus