Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Segepok data panas meluncur dari kantor Biro Maritim Internasional (IMB). Lembaga dunia yang bermarkas di Singapura itu melansir data melonjaknya perompakan dan penculikan di laut. Tahun 2002 tercatat 192 kasus, dan tahun 2003 melonjak jadi 399 kasus, di seluruh dunia. Masalahnya, 139 kasus perompakan dan penculikan justru terjadi di perairan Indonesia, khususnya di Selat Malaka.
Seperti bola salju, persoalan pun menjadi liar. Majalah Far Eastern Economic Review edisi 27 Mei 2004 menurunkan laporan utama tentang perompakan di Selat Malaka. Dalam laporan panjang berjudul Sea of Trouble itu diungkap kejahatan di Selat Malaka meningkat tajam akibat krisis ekonomi dan politik di Indonesia. Kemudian, majalah The Economist edisi 12 Juni 2004 juga menurunkan laporan tentang ancaman teroris dan perompakan di Selat Malaka. Buntutnya, akhir Juni lalu Amerika Serikat dikabarkan akan menggelar pasukan di selat yang tiap tahun dilewati 50 ribu kapal dagang itu.
Isu keamanan Selat Malaka membuat Kepala Staf TNI Angkatan Laut, Laksamana Bernard Kent Sondakh, gusar. "Ada strategi besar untuk menjelek-jelekkan TNI AL," ujar Kent Sondakh.
Untuk mengupas persoalan keamanan di Selat Malaka dan pelbagai masalah dalam tubuh TNI Angkatan Laut, wartawan TEMPO Setiyardi pekan lalu mewawancarai Laksamana Bernard Kent Sondakh. Selama dua jam wawancara di Mabes TNI AL, Kent Sondakh menjawab hampir semua pertanyaan dengan kepulan asap rokok putihnya. Berikut kutipannya.
Dunia internasional mengeluhkan keamanan di Selat Malaka. Bagaimana situasi sebenarnya?
Harus diakui bahwa di Selat Malaka terjadi perompakan. Tapi jumlahnya tidak sebanyak yang dilaporkan International Maritime Bearau (IMB). Banyak kasus yang bukan piracy (perompakan) tapi dilaporkan ke IMB. Contoh, kasus bajing loncat atau copet pecinan di kapal yang lego jangkar di Batam, kasus nelayan asing yang masuk kawasan kita dan ditangkap nelayan kita.
IMB melaporkan ratusan perompakan di Selat Malaka sepanjang tahun 2003. Benarkah?
Itulah, data yang dipublikasikan IMB terlalu berlebihan. Padahal, menurut catatan TNI AL, tahun 2003 cuma terjadi sekitar 20 perompakan. Soal data ini, silakan tanyakan AL Singapura dan Malaysia. Sebenarnya kami malu diburuk-burukkan terus. Dan kami tidak tinggal diam. TNI AL menempatkan empat detasemen pasukan katak antiteror di Batam dan Belawan. Mereka dilengkapi dengan sekoci karet buatan Inggris yang berkecepatan 50 knot. Selain itu, kami telah mengumumkan frekuensi (radio) yang dijaga. Kami pernah menangkap perompak karena korban langsung melapor lewat frekuensi itu. Kami langsung menggerakkan armada yang berada di dekat kejadian.
Apakah TNI AL melakukan protes terhadap IMB?
Sudah, tapi mereka tidak jujur. TNI AL sudah menangkap perompak seperti di Balikpapan, Cirebon, dan Tegal. Tapi IMB tak mau mengumumkannya. Mereka hanya mengumumkan soal perompakan. Saya menyimpulkan ada strategi besar untuk memburuk-burukkan perairan kita, seolah TNI AL tak kuat dan tingkat kejahatan laut meningkat. Bila Indonesia dianggap tak mampu mengamankan lautnya, untuk kepentingan dunia pengamanannya harus di bawah internasional. Ingat, Terusan Suez tahun 1955 pernah diinternasionalisasi.
Anda menuduh IMB punya agenda tersembunyi?
Saya tidak mengerti. Yang pasti, ekonomi dunia sedang bergerak ke Asia Pasifik. Nah, siapa yang mengendalikan Selat Malaka, Selat Sunda, dan Selat Makassar, berarti mengendalikan ekonomi Asia Pasifik. Amerika kemarin ingin ikut mengamankan Selat Malaka. Meski kemudian dibantah, sudah sempat terungkap bahwa Amerika akan masuk Selat Malaka.
Bagaimana duduk persoalan keinginan Amerika itu?
Saya tidak Jelas. Konon Fargo (Admiral Thomas Fargo, Panglima Armada Amerika Serikat di Kawasan Pasifik?Red.) bicara di Singapura. Tapi kemudian Amerika bilang, wartawannya yang salah mengutip. Fargo kemudian juga membantah. Memang, bila kita tidak menunjukkan kemampuan menjaga Selat Malaka, internasional bisa masuk. Inilah sebabnya saya ngotot untuk melakukan koordinasi trilateral (Indonesia, Malaysia, dan Singapura). Tapi bentuknya buka join patroli. Kalau join hanya ada satu komando dan satu logistik.
Benarkah Amerika berada di balik IMB?
Wah, saya tak berani menuduh. Tapi hal itu bisa saja terjadi. Silakan wartawan yang mencari informasi.
Anda memerintahkan "tembak mati" terhadap para perompak. Bagaimana dengan soal hak asasi manusia?
Saya memang mendengar banyak yang teriak soal perintah "tembak mati" itu. Yang menentang "tembak mati" itu karena saudaranya belum terkena aksi perompak. Mereka tak merasakan sedihnya para janda dan anak-anak yang ditinggal mati orang tuanya akibat aksi perompak. Banyak perompak yang sudah membunuh nelayan kita. Kalau ditahan cuma 9 bulan, setelah keluar mereka akan jadi perompak lagi. Tentu saja, yang akan ditembak mati adalah perompak bersenjata yang menembak duluan. Saya tidak bilang orang yang menyerah ditembak. Saya ini KSAL dengan empat bintang, tentu saja tahu undang-undang.
Singapura sangat takut terhadap ancaman terorisme di Selat Malaka. Bagaimana?
Orang awam memang menganggap bom bunuh diri yang ditabrakkan ke tanker itu mungkin terjadi. Tapi, sebagai KSAL, menurut saya, untuk mencegat tanker itu tidak gampang. Apalagi bila hanya menggunakan boat yang terpengaruh ombak dan angin. Bom bunuh diri menyerang tanker yang sedang jalan hampir tidak mungkin. Kalau soal pembajakan tanker, itu bisa terjadi. Tapi, untuk membawa bom ke atas tanker setinggi 16 meter bukan hal yang mudah. Padahal, untuk meledakkan sebuah tanker dibutuhkan 2 ton bahan peledak TNT. Yang digambarkan film-film itu cuma nonsens.
LSM Imparsial menyatakan rompi prajurit saja harus lewat Departemen Pertahanan, apalagi kapal patroli....
Betul, rompi memang harus lewat Departemen Pertahanan, karena dipakai untuk bertempur. Sedangkan kapal patroli KAL 35 akan saya pakai untuk tugas non-pertahanan. Nah, orang sipil seperti Munir dari LSM Imparsial harus mengerti. Para pengamat menyalahkan karena mereka tidak mengerti. Mana mungkin soal Angkatan Laut saya lebih bodoh dari lulusan fakultas hukum? Saya sekolah di Angkatan Laut, sarjana di Seskoal, dan puluhan tahun bertugas di AL. Saya juga bukan orang yang buta undang-undang. Sekarang ini TNI batuk di mall, orang sudah ribut. Padahal kita sudah memberikan jiwa untuk bangsa ini.
Apa landasan hukum pengadaan kapal patroli KAL 35?
Dalam Undang-Undang Nomor 22/1999 tentang Otonomi Daerah, disebutkan bahwa pemerintah daerah punya wewenang penegakan hukum di wilayah 12 mil. Inilah yang harus diatur. Pemerintah daerah tidak bisa seenaknya punya kapal patroli. Bayangkan bila ada nelayan dari Jawa Timur yang ditembaki oleh patroli di Semarang. Lagi pula, saya sudah memberikan laporan ke Panglima TNI. Setelah mengetahui dasar-dasarnya, panglima mendukung kami. Saya sedang membangun TNI AL yang besar, kuat, dan profesional. Selama ini TNI AL itu kecil, mungil, dan rusakan.
Ada kesan adanya rivalitas antara Mabes TNI dan Departemen Pertahanan?
Tidak. Saya kira 90 persen orang Departemen Pertahanan sudah memahami masalah ini. Berapa, sih, orang Departemen Pertahanan yang meributkan hal ini? Selain itu, yang ribut adalah beberapa LSM yang kebetulan sejalan dengan beberapa orang di Departemen Pertahanan. Terakhir, LSM Imparsial menerbitkan buletin dan dibagikan ke mana-mana. Mereka menuduh AL merampas uang daerah. Saya bisa menuntut dia karena pencemaran nama baik. Sebetulnya apa untungnya mereka? Saya khawatir malah ini bisa menguntungkan penyelundup.
Mengapa para penyelundup yang diuntungkan dari pertikaian ini?
Para pengusaha nakal takut sekali kepada TNI AL. Pengusaha pasir yang diputus bebas pengadilan pun tak akan saya lepas. Soalnya, saya tahu kesalahannya berat. Sewaktu saya tangkap tak ada surat, kok sekarang ada surat. Berapa kali saya disomasi, saya tak peduli. Kalau TNI AL menjadi lemah, tentu para penyelundup yang akan diuntungkan.
Apakah Anda tersinggung dengan kritik-kritik tajam itu?
Ya, saya tersinggung dan kesal. Mereka bilang itu akal-akalan TNI AL untuk merampas uang daerah. Ada juga yang bilang TNI AL menjual jasa keamanan seperti centeng, seolah-olah TNI AL seperti satpam di pinggir jalan. Kalau kami patroli di pengeboran minyak, kami tak dibayar oleh perusahaan itu. Itu memang sudah tugas TNI AL. Kami bukan centeng.
Kalau TNI AL merasa tercemar, mengapa Anda tak melakukan langkah hukum?
Sebetulnya saya mau melapor ke polisi. Itu merupakan pencemaran nama baik. Tapi apa untungnya melaporkan mereka ke polisi. Kami adalah orang hebat. Saya, laksamana hebat yang lahir dari laut, harus beperkara dengan orang-orang kecil yang tidak ada harganya?
Anda curiga ada upaya untuk membuat TNI AL jadi lemah. Sebetulnya bagaimana kondisi TNI AL saat ini?
Zaman Trikora (1960-an?Red.), angkatan laut kita paling besar dan kuat di Asia Tenggara. Setelah 1965 kita mengalami krisis dan tidak mampu memelihara kapal. Tahun 1978 mulai berdatangan kapal baru: kapal cepat berpeluru kendali dan dua kapal selam. Setelah booming minyak tahun 1980-an TNI AL mendapat tambahan anggaran. Sayangnya, saat itu kita banyak membeli kapal bekas. Kita membeli 9 fregat yang berumur di atas 20 tahun. Kemudian datanglah 39 kapal bekas dari Jerman yang lebih menyerap anggaran. Kapal-kapal itu didesain untuk hit and run, dan setiap 1.000 jam harus over haul. Jadi sangat tidak efisien. Apalagi dia harus menggunakan bahan bakar yang sangat tinggi. Nah, masalahnya di sini dipakai untuk patroli, setiap hari berada di laut, maka selalu harus over haul, yang membutuhkan ongkos lebih tinggi. Dalam keadaan serba sulit itu, kita ditimpa krisis ekonomi. Kapal-kapal baru tidak bisa menembak, kapal tua tidak bisa berlayar.
Mengapa kondisinya begitu buruk? Apa yang terjadi di lapangan?
Kita diembargo dan tidak bisa merawat kapal. Kalau saat itu ada perang, kita tidak bisa apa-apa. Sebanyak 26 rudal kita kedaluwarsa. Rudal, tiap beberapa tahun, harus direkondisi. Kami memiliki puluhan torpedo tapi tak ada baterai, tidak bisa digunakan. Sebelum krisis, harga baterai sekitar Rp 900 juta per buah. Setelah krisis, harganya jadi Rp 4,5 miliar per buah. Belum lagi suku cadang firing system yang juga mahal.
Anda merasa TNI AL "dilucuti"?
Ya, seperti itu. Kami hanya bisa bertahan dengan kapal-kapal kecil yang bisa dioperasikan. Yang penting, kami hadir di laut. Selama krisis, kami tetap hadir di laut untuk menekan pelbagai pelanggaran. Bicara tentang TNI AL memang berarti bicara tentang uang. AL itu heavy material dan duit.
Saat menjadi Kepala Staf AL, apa yang Anda lakukan?
Saya memanfaatkan uang yang sedikit itu seefektif mungkin. Untuk memperbaiki kapal tempur, saya lakukan unit per unit. Kalau cuma punya satu, yang sudah, yang penting bisa bertempur. Jumlah striking force (kapal tempur) kita saya turunkan dari 36 menjadi cuma 14. Yang 22 jadi kapal patroli. Itu efisiensi besar-besaran. Pertimbangan saya, saat ini potensi invasi besar-besaran sudah sangat kecil.
Berapa jumlah kapal yang ada? Apakah sudah ideal?
Saat jadi KSAL, ada 112 kapal (14 tempur, 56 patroli, dan 42 kapal angkut). Tapi, jangankan ideal, kekuatan minimal pun belum tercapai. Dengan kondisi geografis seperti ini, minimal kita butuh 180 kapal. Terutama kapal patroli untuk menangkal ancaman faktual seperti penyelundup dan kegiatan ilegal lainnya. Sekarang saya sudah menambah sembilan kapal yang dibangun industri dalam negeri. Kita sudah membangun kapal kecil KRI 36 meter di Fasharkan (Fasilitas Pemeliharaan dan Perbaikan AL?Red.). Tahun ini mulai dibangun yang 40 meter sebanyak satu skuadron. Saya juga ingin mengembangkan industri dalam negeri untuk membuat kapal 90 meter, yang saya sebut korvet nasional. Kalau bisa, motornya dari PT PAL, mesinnya buatan Texmaco, radar buatan LEN, senjata dari Pindad, dan torpedo dari Dirgantara Indonesia. Mereka saya tantang.
Ini soal lain. Kita baru melakukan pemilu presiden. Benarkah Anda memerintahkan penghuni kompleks AL untuk mencoblos Megawati?
Ha-ha-ha..., kalau saya instruksikan, semua akan pilih Ibu Megawati. AL terkenal sangat loyal. Kenyataannya, ada suara ke SBY, Mega, Wiranto, Amien, dan Hamzah. Lagi pula, di Jakarta hanya ada satu kompleks yang murni dihuni anggota aktif. Di sana pun yang menang SBY. Itu berarti tak ada instruksi. Kalau saya atur, dijamin 100 persen akan mengikuti perintah saya.
Anda senang dengan pemilu presiden yang bersifat langsung?
Maaf, dari dulu saya tidak mengerti dan tidak suka politik. Itu urusan negara. Yang penting kita bisa dapat pemerintah baru yang kuat dan bersih. Saya tak bisa bicara tentang politik lebih jauh. Sudah ditegaskan bahwa TNI bersikap netral. Memang ada kasus di Al-Zaytun. Tapi masih diteliti apakah kasus itu disengaja atau sekadar cari duit dengan menyewakan mobil.
Mengapa ada prajurit TNI yang mencari uang tambahan? Bagaimana kesejahteraannya?
Memang banyak prajurit TNI AL yang mengontrak di gang-gang sempit. Saya malu dan kasihan. Prajurit yang memegang alat ratusan miliar, harus naik truk dan tangki ke kantor. Baru-baru ini ada dua prajurit AL yang mati di dalam tangki. Mereka berteduh dalam tangki saat hujan.
Bagaimana bila prajurit jadi beking, seperti kasus marinir yang membantu terdakwa Gunawan Santosa?
Panglima TNI sudah menginstruksikan untuk menarik semua prajurit yang jadi beking. Sekarang kita tegas, bahkan komandannya akan ikut terkena. Dulu memang banyak yang kerja di diskotek. Sekarang, kalau ketahuan, akan selesai. Untuk itu, sekarang gaji dan uang lauk-pauk sudah naik. Kalau berlayar, juga ada uang operasional.
Bernard Kent Sondakh
Tempat, Tanggal Lahir:
- Tobelo, Minahasa, 9 Juli 1948
Pendidikan:
- Kursus Penyelamatan Kapal (1969)
- Akademi Angkatan Laut (1970)
- Sesko AL (1988/1989)
- Sesko ABRI (1993/1994)
- Lemhannas (2000/2001)
Karier:
- Asisten Operasi KSAL
- Inspektur Jenderal TNI
- Kepala Staf TNI AL
Bintang Jasa:
- Meraih beberapa bintang jasa, antara lain Bintang Dharma, Jalasena Pratama, Jalasena Nararya, Seroja dan Dwidya Sistha I
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
- Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
- Akses penuh seluruh artikel Tempo+
- Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
- Fitur baca cepat di edisi Mingguan
- Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo