Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Wawancara

Rahmat Erwin Abdullah: Kenal Angkat Besi Sejak Dalam Kandungan

Perjuangan orang tua membawa atlet berusia 22 tahun itu mendulang medali di dalam dan luar negeri.

 

25 Juni 2023 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar
Lifter putra Indonesia Rahmat Erwin Abdullah di Taekwondo Hall, Olympic Complex, Phnom Penh, Kamboja, 15 Mei 2023 ANTARA/Muhammad Adimaja

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Poin penting

  • Rahmat Erwin Abdullah membawa emas dari Grand Prix Federasi Angkat Besi Internasional di Kuba.

  • Meraih emas secara berturut-turut selama tiga kali perhelatan SEA Games.

  • Lahir dari keluarga atlet angkat besi yang sekaligus menjadi pelatihnya sejak awal memulai karier.

Ibarat pedang, semakin lama ditempa maka semakin berkualitas dan tajam. Itulah hal yang layak menggambarkan atlet angkat besi muda Indonesia, Rahmat Erwin Abdullah. Meski masih berusia 22 tahun, rentetan medali bergengsi sudah menggantung di lehernya.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Tiga medali emas dalam tiga edisi SEA Games terakhir menjadi salah satu bukti prestasinya. Prestasi paling anyar, ia sukses membawa pulang medali emas dalam Grand Prix Federasi Angkat Besi Internasional atau IWF di Havana, Kuba, 8-18 Juni lalu.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Rahmat boleh disebut sebagai atlet yang punya privilege. Ia lahir dari pasangan Erwin Abdullah dan Ami Asun Budiono. Keduanya adalah mantan atlet angkat besi berprestasi.

Erwin adalah peraih medali perak di Kejuaraan Asia Angkat Besi 1995 di Korea Selatan dan medali perunggu di Kejuaraan Dunia IWF pada 1994 di Turki. Sedangkan ibunya, Ami, adalah peraih medali emas SEA Games 1995 di Thailand dan SEA Games 1997 di Indonesia.

Erwin dan Ami mengenalkan Rahmat pada angkat besi sejak dini. "Bahkan sejak masih dalam kandungan," katanya sambil tertawa saat diwawancarai Tempo, Kamis lalu.

Selain bercerita tentang gemblengan tangan dingin dari orang tua, ia bercerita tentang mimpi dan pentingnya kekuatan mental. Berikut wawancara Tempo dengan Rahmat Erwin Abdullah.

Lifter putra Indonesia Rahmat Erwin Abdullah melakukan angkatan snatch pada kelas 81 kg putra SEA Games 2023 di Taekwondo Hall, Olympic Complex, Phnom Penh, Kamboja, 15 Mei 2023. ANTARA/Muhammad Adimaja

Bagaimana dengan jalannya pertandingan di Grand Prix di Havana, Kuba?
Jadi, kemarin itu masuk dalam kualifikasi. Termasuk opsi. Jadi bisa dibilang boleh ikut atau tidak. Tergantung atletnya saja, mau ikut atau tidak. Beberapa atlet yang di kelas saya itu banyak yang sekadar hadir. Cuma dua orang di angkatan jerk dan tiga orang di angkatan snatch and clean.

Posisi saya memang sudah di atas walaupun semua ikut tanding. Ditambah banyak yang enggak ikut, jadi amanlah untuk sekadar mendapat medali emas. Enggak ada persaingan, karena yang tampil cuma saya dan dua atlet lain. Bahkan ada yang cuma berdua.

Tapi karena hal tersebut pula ada kendala, yakni pemanasan sangat kurang. Jadi kurang maksimal saat tampil. Kendala lain ya beda waktu, sekitar 11 jam dari Jakarta.


Apakah Anda sempat mengalami jetlag dan berpengaruh?
Di sana pukul 4.00 itu saya bangun, terus sudah tidak bisa tidur lagi. Sebenarnya berpengaruh, tapi saya kemarin enggak terlalu berpengaruh.


Apakah ada poin atau keuntungan dari Kuba?
Perolehan poin tidak dapat. Saya cuma dapat keuntungan absen hadir.


Saat ini apa yang sedang Anda siapkan?
Pra-PON. Saya tandingnya tanggal 20-21 bulan depan (Juli 2023). Persiapannya biasa saja. Lebih ke persiapan diri saja, seperti kondisi tubuh, agar lebih kondusif.


Bagaimana perjalanan karier Anda di angkat besi?
Saya kenal angkat besi ya sejak masih di kandungan, he-he. Sebelum tiga bulan usia kandungan. Jadi ibu saya berhenti latihan angkat besi sebelum usia kandungan saya itu tiga bulan. Pokoknya saya sudah melayang-layang di perutnya saat ibu angkat besi, he-he.

Tapi pertama kali saya pegang besi itu pas sekolah dasar kelas I. Lalu saya berhenti di kelas II. Karena waktu itu ibu ingin saya fokus ke pendidikan dulu. Maklum, dulu ibu saya hidup di zaman pendidikan yang sulit. Beliau dibesarkan, saat ingin belajar, tapi enggak bisa, karena kondisi keluarga kurang mampu. Makanya saat saya lahir, saya disekolahkan di sekolah unggulan. Jadinya kelas II SD itu saya diminta berhenti latihan angkat besi karena enggak ada waktunya. Ibu ingin saya fokus ke sekolah saja.


Lalu kapan Anda berlatih angkat besi lagi?
Saya kelas VI SD mulai rajin latihan lagi. Saya sudah mulai persiapan angkat besi. Saat saya masuk SMP, saya ikut teman yang sejak SD itu sudah latihan angkat besi. Kebetulan di SD dia lebih longgar waktunya sehingga masih bisa latihan. Hari itu saya masih ingat, hujan-hujan dia latihan tanpa sepatu karena kebetulan dia enggak ada sepatu. Lalu saya ikut dia ke tempat latihan.


Bagaimana Anda berlatih angkat besi saat itu? 
Sejak SD hanya latihan untuk mengenal angkat besi. Jelas latihan teknisnya belum sempurna. Baru di SMP itu latihan lebih detail lagi, misalnya latihan power dan sebagainya. 


Bagaimana Anda mulai serius latihan angkat besi?
Di SMP itu saya sudah fokus latihan. Awalnya saya dilatih oleh Ibu. Saat itu diajarkan teknik angkatan, seperti posisi pinggang harus benar. Jadi, belajar posisi angkat besi lalu lanjut ke teknik lainnya.


Bagaimana rasanya dilatih oleh orang tua sendiri? Banyak yang bilang lebih kejam kalau dilatih orang tua sendiri?
Iya, lebih tega begitu, lho. Pernah sampai menangis waktu latihan saat SMP. Kebanyakan lebih ke sebal saja, sih. Bukan sebal sama orang tua, tapi lebih ke diri sendiri, kenapa hasil latihannya belum seperti yang saya dan orang tua mau.


Apakah Anda pernah dilatih orang lain atau masuk klub?
Enggak pernah. Hanya ibu dan ayah saya pelatihnya. Saya enggak pernah dipegang atau dilatih oleh pelatih lain. Saat ini di pelatnas pun, ayah saya jadi pelatih. Selain melatih saya, ayah megang Eko Yuli Irawan dan dua atlet lain.


Dilatih oleh orang tua sendiri yang mantan atlet berprestasi, apakah jadi privilege?
Tergantung dari atletnya. Tergantung pola pikirnya juga. Kalau dia berpikir itu keuntungan yang tidak boleh disia-siakan, itu jelas jadi hal positif. Tapi kalau diambil negatifnya, ya, jelas jadi negatif. Lagi pula dilatih oleh orang tua sendiri itu lebih tepat sasaran karena fokus mementingkan prestasi anaknya. Sudah tahu jalannya.


Apa kejuaraan pertama yang Anda ikuti?
Kejuaraan nasional remaja pada 2013. Saat itu hasilnya saya dapat perunggu. Lalu masih banyak lagi kejurnas yang saya ikuti. Saya ikut kejurnas itu ada tujuannya, yakni untuk dapatkan fasilitas pelatihan nasional tapi di daerah. Jadi pelatnasnya tingkat nasional tapi boleh dilakukan di daerah. Kalau yang saya jalani saat ini kan pelatnas yang terpusat di Jakarta. Jadi semua atlet se-Indonesia diwajibkan ikut latihan di Jakarta.


Bagaimana latihan Anda sebelum dapat bantuan pelatnas tersebut?

Waktu itu saya berbeda dibanding atlet dari daerah lain. Dari daerah lain ada perwakilan federasinya. Sedangkan di tempat saya itu enggak ada. Jadi paling cuma dapat sedikit dana itu dari perwakilan federasi di Makassar. Dana itu cuma cukup untuk tiket pulang-pergi saja. Untuk hotel dan sebagainya itu bapak-ibu saya yang menombok.

Pernah saya harus ikut satu Kejurnas lagi demi selangkah lagi dapatkan dana pelatnas. Tapi saat itu benar-benar tidak ada bantuan dana untuk saya berangkat ke Kejurnas. Jadi, saat itu ikut Kejurnas ditanggung penuh oleh orang tua saya sendiri. Saya itu Kejurnas di Bandung sekitar 2014-2015. Bukan karena kami punya uang, tapi ada pengorbanan menjual barang berharga di rumah.


Barang berharga apa yang saat itu dijual demi bisa ikut Kejurnas di Bandung?
Ada hewan peliharaan, ada perhiasan juga yang harus dijual. Itu bukan untuk tiket saja, jadi termasuk untuk suplemen saya. Karena saat itu suplemen untuk atlet seperti saya itu sangat mahal.


Bagaimana perjalanan Anda akhirnya bisa tembus kompetisi internasional?
Pertama kali saya ikut kompetisi internasional itu adalah SEA Games untuk kategori remaja di Thailand pada 2015. Saat itu kendala bahasa saja yang saya rasakan. Saya dapat gelar juara kedua karena berat badan saya harusnya dinaikkan karena posisi saya masih dalam kondisi pertumbuhan.


Kejuaraan internasional apa lagi?
Banyak. Saya ikut dari 2017 itu kejuaraan yang dikirim sebelum masuk pelatnas di Jakarta, seperti kejuaraan dunia. Lalu pada 2018, saya ikut Asian Games itu peringkat ke-11.


SEA Games lalu Anda dapat medali emas. Bahkan ini emas ketiga Anda dalam tiga kali SEA Games berturut-turut. Bagaimana ceritanya?
SEA Games pertama saya itu, inti pertandingan bukan di SEA Games, ya, karena untuk masuk ke sana ada senior-senior yang harus saya lawan. Jadi yang berat justru saat bersaing melawan senior saya di Indonesia. Persaingan di Pra-PON juga.


Bagaimana Anda kalahkan senior-senior untuk bisa tampil di SEA Games pertama kali waktu itu?
Wah, itu mental harus betul-betul disiapkan. Ya, mental kuncinya. Juga pelatihan saya sebelum itu kan memang enggak main-main. Tapi bisa dapatkan medali emas di tiga kali SEA Games itu benar-benar alhamdulillah, bersyukur. Rezekinya lancar.

Lifter putra Indonesia Rahmat Erwin Abdullah usai menerima medali emas kelas 81 kg putra SEA Games 2023 di Taekwondo Hall, Olympic Complex, Phnom Penh, Kamboja, 15 Mei 2023. ANTARA/Muhammad Adimaja


Bagaimana jalannya pertandingan di SEA Games Kamboja lalu?
Enggak ada sih kendala di SEA Games Kamboja lalu. Cuma panas-dingin persaingan saja.


Anda juga dapat medali perunggu di Olimpiade. Bagaimana ceritanya?
Kalau saya sih yang dipersiapkan sebelum bertanding saat itu adalah mental. Bagaimana bisa siapkan mental di kompetisi setinggi itu biar enggak goyah lagi. Awal sampai di Jepang itu saya santai saja karena kita sebenarnya sudah tahu posisi diri sendiri sejauh mana kualitas dan kemampuan kita.

Jadi santai saja. Saat itu saya saja peringkat ke-18 dunia, jauh sekali. Cuma lama-lama lihat mas Eko Yuli Irawan (kelas 61 kilogram) tanding dapat medali hingga diwawancarai banyak orang itu saya berpikir wah enak juga ya.

Lalu saya melihat Windy Cantika Aisah dapat medali perunggu (kelas 49 kilogram). Nah, di situ saya termotivasi. Windy saja bisa, masa saya enggak bisa. Di situ saya enggak mau tahu, semangat meluap-luap apa pun hasilnya nanti. Alhamdulillah dapat medali perunggu.


Bagaimana kondisi lawan Anda saat itu?
Ya berat, namanya juga Olimpiade. Saya saja hampir enggak kelihatan saat itu.


BIODATA
Nama: Rahmat Erwin Abdullah
Lahir: Makassar, 13 Oktober 2000
Tinggi badan: 173 sentimeter
Profesi: Atlet angkat besi

Prestasi:
Kejuaraan Asia Junior
- medali emas kelas 73 kilogram, di Pyongyang, 2019
- medali emas kelas 73 kilogram, di Tashkent, 2020

SEA Games
- medali emas kelas 73 kilogram, di Filipina, 2019
- medali emas kelas 73 kilogram, di Vietnam, 2021
- medali emas kelas 81 kilogram, di Kamboja, 2023

Kejuaraan Asia
- medali perak kelas 81 kilogram, di Manama, 2022

Pesta Olahraga Solidaritas Islam
- medali perak kelas 81 kilogram, di Konya, 2021

Kejuaraan Dunia
- medali emas kelas 73 kilogram, di Tashkent, 2021
- medali emas kelas 73 kilogram, di Bogota, 2022

IWF Grand Prix
- medali emas kelas 81 kilogram, di Havana, 2023

Olimpiade
- medali perunggu kelas 73 kilogram, di Tokyo, 2020


Apa rahasia Anda menjaga mental agar selalu di atas dan siap tanding?
Kalau jaga mental itu bukan sesuatu hal yang bisa diajarkan. Itu tergantung pribadi masing-masing. Saya tipikal yang jika berada di medan yang berbahaya itu justru mentalnya semakin kuat. Misal tanding internasional itu kan beda tekanannya. Atlet tuan rumah itu kan bebas keluar-masuk ke tempat pemanasan. Saat mereka di tempat pemanasan itu seperti singa, tapi cuma modal mengaum. Istilahnya adu gertak doang. Mereka kuat-kuat cuma lebih banyak gertakannya. Nah, dari situ saya belajar, rupanya ada teknik bermain mental seperti itu untuk menekan lawannya. Saya semakin belajar agar enggak terpengaruh.


Apakah modal gemblengan mental juga datang dari orang tua, mengingat mereka pernah ada di panggung yang sama.
Mental itu kita urus masing-masing. Tapi ya namanya orang tua pasti ajarkan itu. Tapi berbeda-beda ya, ada yang berikan arahan, doa saja, sampai siapkan mental yang lebih dalam lagi.


Peran orang tua bagi perjalanan karier Anda begitu besar, ya?
Tidak ada ucapan yang cukup untuk orang tua. Luar biasa itu orang tua saya. Dari saya kecil, bahkan sebelum saya benar-benar latihan, itu sudah didukung, sudah diarahkan betul, harus begini, harus begitu, sudah dilatih seperti itu. Disiplinnya juga, bukan main. Makanya setiap kali meraih gelar juara atau dapat medali itu pasti dipersembahkan untuk orang tua saya.


Bagaimana asupan makanan atlet angkat besi?
Intinya perbanyak protein, perbanyak serat, kurangi lemak. Itu saja.


Seberapa penting suplemen untuk atlet angkat besi?
Asupan protein jelas penting. Tapi soal yang diiklankan (suplemen) itu sudah terpisah lagi kelasnya. Ada kualitas ada hasilnya. Susah untuk jelaskan suplemen seperti apa yang bagus, he he.


Apa pesan Anda untuk atlet angkat besi junior?
Untuk atlet junior ya latih mental. Kuatkan mental dan konsistensi. Enggak boleh hangat-hangat tahi ayam. Jadi semangat dan panasnya sebentar doang itu enggak boleh. Harus konsisten. Lalu berfokus pada diri sendiri, enggak perlu melihat penampilan orang lain. Intinya, buktikan saja dalam pertandingan.


Apa target Anda selanjutnya?
Kalau target terdekat sih inginnya kondisi badan lebih enak lagi. Enggak terlalu memikirkan macam-macam, cukup pikirkan kondisi badan saja. Target jauhnya, tujuan semua atlet pasti ke Olimpiade. Ingin berikan yang terbaik di sana.


Pernahkah Anda mengalami cedera? Cedera apa yang paling sering dialami atlet angkat besi?
Di angkat besi, semua badan itu digerakkan. Setiap orang atau setiap atlet itu punya kelebihan dan kekurangan masing-masing. Juga ada pengaruh seperti hobi masing-masing. Kalau saya dulu pernah cedera lutut, tapi sekali saja, karena waktu itu banyak jalan. Nah, ambil pelajaran dari situ, saya kurangi jalan-jalan.

Lainnya?

Pernah mengalami sakit pinggang karena naik sepeda dalam waktu lama. Nah, ambil pelajaran dari situ enggak boleh capek-capek pinggangnya, entah itu lama-lama duduk atau naik sepeda. Jadi, setiap atlet angkat besi harus tahu badannya sendiri. Misal tahu sensitif di bagian tertentu, maka harus jeli menggunakan bagian tubuh itu untuk kegiatan sehari-hari. Ini bisa menekan risiko cedera. Harus tahu batasan diri sendiri.


Apa hobi Anda?
Sekarang sih santai-santai saja. Enggak ngapa-ngapain, benar-benar santai saja, ha-ha.

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya
Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
>
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus