Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
API berkobar di Lembaga Pemasyarakatan Kelas II-A Jambi pada Rabu malam pekan lalu. Razia narkotik sekejap berubah menjadi medan huru-hara. Empat narapidana kabur. "Akan saya cari perusuhnya dan segera dipindahkan ke Nusakambangan," kata Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia Yasonna Hamonangan Laoly.
Onar di penjara Jambi bukan yang pertama kali pada era Yasonna. Tahun lalu meletus empat kerusuhan di lembaga pemasyarakatan, yakni di LP Banceuy, Bandung; Kerobokan, Bali; Kuala Simpang, Aceh; dan Malabero, Bengkulu. Peristiwa di Bengkulu, yang meletus pada 25 Maret 2016, menjadi yang paling mematikan karena lima narapidana tewas.
Yasonna, 63 tahun, menilai kapasitas penjara yang tak sebanding dengan laju pertambahan narapidana menjadi biang kerok kerusuhan. LP Tanjung Gusta di Medan, misalnya, kelebihan kapasitas hingga lima kali lipat-3.750 narapidana memenuhi daya tampung ideal 700 orang. "Bayangkan, apa orang tidak emosi dengan keadaan berjejalan dan panas di sel yang sempit?" ujarnya. Di tengah keterbatasan itu, doktor ilmu hukum dari North Carolina State University, Amerika Serikat, ini membangun blok-blok penjara baru. Ia juga mulai membangun lembaga pemasyarakatan industri agar narapidana tidak menganggur.
Kurang dari 24 jam setelah kerusuhan di LP Jambi, wartawan Tempo Anton Septian, Reza Maulana, dan Raymundus Rikang menemui Yasonna di kantornya di kawasan Kuningan, Jakarta Selatan. Nada bicaranya kerap memuncak ketika menceritakan pelbagai diskriminasi narapidana. Ia menjelaskan sejumlah hal, dari lembaga pemasyarakatan yang kelebihan penghuni, kasus kartu tanda penduduk elektronik, hingga masalah Freeport.
Mengapa kerusuhan di lembaga pemasyarakatan terus berulang?
Ada problem melebihi kapasitas. Kasus di Jambi, kapasitas ideal lembaga pemasyarakatannya 300 orang, tapi diisi 1.750 orang. Kemudian narapidana itu selalu emosional melihat polisi. Sebab, mereka ditangkap dan ditahan polisi sangat lama. Maka bila ada razia bersama polisi, seperti malam itu, psikologis narapidana langsung terpengaruh. Tapi saya yakin pasti ada provokator pada setiap kasus kerusuhan. Akan saya cari perusuhnya dan segera dipindahkan ke Nusakambangan.
Bagaimana cara mengurai masalah itu?
Redistribusi narapidana. Sudah saya terapkan di Medan, yang kapasitas normalnya 700 orang tapi dihuni 3.750 tahanan. Mereka sudah seperti ikan bandeng jika sedang tidur di sel. Akhirnya saya menggeser mereka ke Balige, Padang Sidempuan, dan Tanjung Balai. Di Medan, kapasitas juga sudah ditambah seribu orang, tapi tetap saja ada masalah di sana.
Anda tak merencanakan pembangunan lembaga pemasyarakatan baru?
Kami prioritaskan pembangunan lembaga pemasyarakatan di daerah yang kapasitasnya terlampau padat dan prediksi angka kriminalitasnya meninggi, yaitu Medan dan Surabaya. Di dua daerah itu, kami sudah membangun. Pembangunan LP Jambi belum terealisasi.
Seberapa efektif penambahan kapasitas lembaga pemasyarakatan untuk menekan kerusuhan?
Tetap ada masalah. Laju pertambahan narapidana sangat kencang. Saat saya menjadi menteri pada 2014, ada 150 ribu tahanan, sekarang sudah 210 ribu. Padahal akhir Januari lalu masih 202 ribu.
Apa penyebab kenaikan itu?
Semua karena narkotik. Polisi menangkapi terus pecandu, kurir, sampai bandar. Saya tak bisa menolak bila kepolisian mengirim tahanan ke lembaga pemasyarakatan.
Berapa banyak narapidana narkotik?
Kini rata-rata narapidana kasus narkotik memenuhi 50 persen kapasitas lembaga pemasyarakatan di Indonesia. Di Jambi sekitar 55 persen. Paling tinggi di Medan, sampai 70 persen. Makanya saya mendorong agar ada perubahan paradigma bahwa pecandu narkotik direhabilitasi saja, tak usah masuk penjara.
Sikap Anda bertentangan dengan Badan Narkotika Nasional, yang pendekatannya menghukum pecandu.…
Ketika BNN dipimpin Anang Iskandar, ada program rehabilitasi 100 ribu pengguna narkotik. Presiden Joko Widodo juga sudah menyetujui pemberian grasi kepada 15 ribu pecandu. Mereka bebas tapi wajib menjalani rehabilitasi. Waktu itu BNN punya anggaran merehabilitasi 100 ribu orang. Kebijakan ini bisa menghemat Rp 100 miliar dari anggaran makan dan mengurangi kelebihan kapasitas penjara. Tapi, yang terjadi sekarang, semua tahanan kasus narkotik dikirim ke lembaga pemasyarakatan. Bubar program itu. Menurut Undang-Undang Narkotika pun pemakai harus direhabilitasi. Beberapa artis yang kena narkotik direhab, tapi pemakai lain, bahkan anak-anak, masuk lembaga pemasyarakatan. Buat saya, itu tidak fair.
Anda sangat pro-rehabilitasi pecandu. Apakah semata untuk mengurangi beban lembaga pemasyarakatan?
Kita tak pernah bisa menurunkan jumlah permintaan narkotik tanpa program rehabilitasi. Di Indonesia, diperkirakan pengguna narkotik sebanyak 5 juta orang. Maka bandar akan mencari segala cara untuk masuk ke pasar yang menggiurkan ini. Jika pasar terus berkembang, sekuat-kuatnya kita memerangi, akhirnya kewalahan juga karena berlaku hukum permintaan dan penawaran.
Bukankah duit dari bisnis narkotik itu juga diduga mengalir ke aparat, misalnya di penjara dan perbatasan?
Bukan aku yang mengatakan itu. Coba Anda selidiki, dong. Di luar itu, saya ingin mengatakan ada banyak ketidakadilan yang ada di dalam lembaga pemasyarakatan. Perasaan saya tertikam saat mengetahui ada nenek miskin yang mendekam di penjara di Makassar karena terjebak jadi kurir narkotik. Dia tak bisa mendapatkan remisi karena harus mengurus dokumen justice collaborator. Syarat ini tak bisa didapat dengan gratis, sementara bandar yang kaya dengan mudah mengurusnya. Masyarakat cuma tahu mereka yang di dalam sebagai bandit, padahal tak sedikit karena salah tangkap.
Perubahan apa yang terjadi di Lembaga Pemasyarakatan Sukamiskin setelah laporan investigasi Tempo soal narapidana Sukamiskin yang bebas keluar-masuk LP?
Banyak narapidana yang sudah dipindahkan. Anggoro Widjojo, Romi Herton, dan Rachmat Yasin sudah digeser ke Lembaga Pemasyarakatan Gunung Sindur, Bogor.
Apa pertimbangan Anda memindahkan mereka?
Tempat dan kelakuan. Ada narapidana yang kelakuannya memang terus minta-minta izin, ya, digeser sekalian. Ada yang adem-adem saja, hanya bertamu dan dikunjungi. Itu dilindungi undang-undang.
Anda membentuk tim investigasi internal. Apa hasilnya?
Ada yang menyatakan Tempo berlebihan. Tapi saya diam saja. Semua narapidana datang ke saya bikin surat. Saya katakan, siapa yang salah. Di samping itu, saya menemukan memang ada pelanggaran prosedur. Makanya saya langsung pindahkan Anggoro. Lalu Herton bilang anaknya memang sakit sampai mengirim foto anaknya yang sedang diinfus. Toh, saya tetap pindahkan mereka.
Apa jaminan mereka tak mengulangi perbuatannya di lembaga pemasyarakatan baru?
Kepala LP jadi tahu profil narapidana yang sering minta izin keluar. Atau setidaknya Gayus Tambunan jadi punya kawan di Gunung Sindur, ha-ha-ha. Gayus juga minta pindah ke Sukamiskin, tapi tidak saya kasih.
Dalam kasus Sukamiskin, benarkah kepala keamanan punya kuasa melebihi kepala lembaga pemasyarakatan sehingga narapidana bisa pelesiran?
Di beberapa tempat memang begitu. Mau dipindahkan tidak bisa. Mereka memilih di situ sampai pensiun ketimbang promosi di tempat lain karena sudah nyaman. Itu penyakit lama. Makanya sekarang saya haruskan rotasi. Tidak mudah karena pola pikir orang-orang itu sudah terbentuk.
Bagaimana desain besar penataan lembaga pemasyarakatan yang akan Anda kerjakan?
Harus ada paradigma hukum yang berbeda untuk mengurangi kelebihan kapasitas. Dalam naskah Rancangan Undang-Undang KUHP ada konsep hukuman restorative justice. Jangan semua kirim orang ke penjara. Tindak pidana ringan akan dikenai hukuman sosial, misalnya menyapu jalan atau cuci piring di panti jompo. Masak, nenek mencuri kakao atau kasus penamparan masuk penjara?
Apa saja program yang sudah berjalan?
Saya membuat lembaga pemasyarakatan produksi dan industri. Narapidana bisa menjadi tenaga kerja di sana. Daripada menganggur, mereka bisa berkarya sehingga, meski LP kelebihan kapasitas, tak akan ada pikiran macam-macam. Jika mereka menganggur, ingat istri dan anak-anak di rumah tapi tak bisa memeluk, akan langsung emosional.
Sudah ada contoh lembaga pemasyarakatan industri?
Lembaga pemasyarakatan di Porong, Sidoarjo, Jawa Timur, sudah bisa memproduksi mebel berskala ekspor. Ada juga LP di Kendal, Jawa Tengah, yang narapidananya bekerja di sektor perkebunan dan tambak udang.
Seperti apa kondisi ideal lembaga pemasyarakatan?
Di Belanda, lembaga pemasyarakatan sudah akan dijual karena tak ada penghuninya. Selain faktor kesejahteraan yang membuat angka kriminalitas rendah, mereka menerapkan paradigma hukum berbeda. Pidana harus jadi ultimum remedium, alat terakhir. Beda dengan Amerika Serikat, yang salah sedikit masuk penjara. Akibatnya, penjaranya paling penuh. Kita ada di posisi nomor empat setelah Brasil dan Cina.
Soal hukum pidana, mengapa revisi Kitab Undang-Undang Hukum Pidana tidak kunjung selesai?
KUHP akan selesai pada Mei mendatang. Penyelesaiannya kami kebut. Revisi ini dimulai lebih dari 40 tahun lalu. Bayangkan, selama 72 tahun Indonesia merdeka masih pakai hukum Belanda. Sementara itu, di Belanda sendiri beberapa ketentuannya sudah tidak dipakai. Ini kan memalukan.
Bagaimana dengan Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana dan Hukum Perdata?
Itu menyusul. Sekarang kita selesaikan hukum materiil dulu, baru kemudian KUHAP. Di KUHAP agak gawat karena menyangkut jaksa, polisi, hakim, dan Komisi Pemberantasan Korupsi. Setelahnya, masuk perdata. Revisi hukum perdata sedang dalam kodifikasi terbuka, misalnya pengumpulan hukum investasi, perikatan, dan lainnya yang sekarang terserak. Masak, masih pakai BW-Burgerlijk Wetboek voor Indonesie, kodifikasi hukum perdata yang berlaku di Hindia Belanda sejak 1848?
Presiden Jokowi berjanji meninjau ulang hukuman mati saat berkunjung ke Australia. Apakah hukuman mati masih termuat di KUHP baru?
Di Kitab Undang-Undang Hukum Pidana baru, ada kemungkinan mengubah hukuman mati menjadi seumur hidup atau hukuman lain, setelah menjalani sepuluh tahun masa hukuman. Ini adalah win-win solution. Namun, sampai hari ini, hukuman mati masih kita kenal, walaupun di Belanda, misalnya, sudah tak dipakai lagi.
Grasi untuk Antasari Azhar diduga kental muatan politik. Apa pendapat Anda?
I tell you the truth, tidak ada muatan politik pada pemberian grasi itu. Dia sudah bebas bersyarat dan permintaan ini sudah diajukan berkali-kali. Saya buat kajian ini, tapi keputusannya ada di Presiden.
Faktanya, Antasari bertemu dengan Presiden dan merapat ke kubu partai Anda, seperti terlihat saat debat Gubernur DKI Jakarta.…
Kalau grasi itu dimanfaatkan, itu urusan dia, bukan pemerintah. Grasi ini membuat dia menjadi free man. Pak Antasari sudah menjalani sepuluh tahun di penjara. Coba kalian menjalani satu hari saja di dalam penjara. Berat. Pak Antasari bercerita, dia trauma dengan suara gerendel pintu karena setiap malam mendengar itu. Karena dia merasa ada ketidakadilan, sehingga mencari backup politik. Wajar dia berjuang sampai titik darah penghabisan.
Anda merasa ada ketidakadilan?
Secara pribadi, saya merasa ada bau amis di kasus Antasari. Saya melihat ada kejanggalan dalam pembunuhan Nasrudin Zulkarnaen. Misalnya penembakan terjadi saat mobil bergerak. Tak mungkin eksekutornya amatir. Makanya otopsi pakar forensik Mun’im Idries (almarhum) berbeda.
Kasus KTP elektronik (e-KTP) mulai disidangkan pekan ini. Apa yang Anda ketahui sebagai mantan anggota Komisi Pemerintahan DPR?
Saya dulu berada di kubu oposisi. Prosesnya memang keras karena menyangkut anggaran yang besar sekali. Tapi, kenyataannya, produk e-KTP itu tak sesuai dengan yang diharapkan. Nomor identitas tunggal yang dijanjikan berlaku secara nasional ternyata tak berfungsi. Orang bertanya-tanya juga, di mana letak chip itu.
Anda mendapat informasi bahwa empat kolega Anda di DPR sudah mengembalikan duit gratifikasi ke KPK?
Saya tidak tahu soal itu.
Terdakwa kasus e-KTP menyebutkan semua anggota Komisi II periode 2009-2014 menerima duit. Apa pembelaan Anda?
Enggaklah. Silakan buktikan saja. Gara-gara terdakwa mau menjadi justice collaborator lalu menyebut nama suka-suka. Ini tak bagus. Saya kira saya tidak tahu sama sekali soal bagi-bagi duit itu.
Soal Freeport, apa persiapan pemerintah meladeni ancaman gugatan PT Freeport Indonesia di pengadilan arbitrase?
Belum ada persiapan signifikan. Leading sector-nya Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral. Saya mau minta Menteri Koordinator Kemaritiman dan Menteri Energi untuk duduk bersama, lalu saya memaparkan aspek yuridis dari kasus Freeport ini. Selama ini isu yang berkembang di masyarakat masih sekadar psywar.
Bagaimana pendirian pemerintah?
Setelah Indonesia menang melawan Churchill Mining di arbitrase internasional tahun lalu, saya berani katakan kepada pihak yang mau beperkara: we will find you, akan kami kejar walaupun Anda sudah mengatakan macam-macam. Republik ini sudah dipecundangi sedemikian rupa, tapi pihak-pihak tersebut masih saja terus mencari celah.
Pernyataan Anda sekeras komentar Richard Adkerson, bos Freeport-McMoRan, di Amerika Serikat, yang menyebutkan saatnya mengambil tindakan tegas kepada Indonesia.…
Saya dengar soal pernyataan Richard itu juga. Sudahlah, ada beberapa hal yang tidak bisa saya sampaikan karena menyangkut strategi pemerintah menghadapi mereka.
Mengapa Freeport berkukuh beperkara di arbitrase internasional?
p>Mereka melihat kesucian kontrak (the sanctity of the contract). Tapi, menurut saya, dua belah pihak harus duduk bersama dan mencari jalan keluar. Bahwa Freeport punya kewajiban seperti pembangunan smelter yang belum terpenuhi, itu satu argumen, tapi pemerintah maunya musyawarah dulu. Namun, kalau memang tak ada kesepakatan, ya, kita hadapi, tak ada pilihan. Saya berpikir, beperkara di arbitrase akan memakan waktu sangat lama dan biaya besar. Freeport jangan arogan juga, tak baik menggunakan alasan tenaga kerja dan lay-off. Orang Jawa bilang: ngono ya ngono tapi aja ngono.
Bagaimana peluang kemenangan kita menghadapi Freeport?
Let’s say 50 : 50. Dia punya kelemahan, begitu pun Indonesia. Mereka mengandalkan kesucian kontrak. Soal perubahan kontrak karya ke izin usaha pertambangan khusus, toh ada perusahaan yang mau patuh, tapi Freeport tak mau. Mereka sudah lama beroperasi di sini, tolong duduk dan berdiskusi dulu.
Pengalaman apa dari proses gugatan Churchill Mining yang bisa membuat kita kembali menang di arbitrase internasional?
Pemilihan arbiter sangat penting. Kita harus betul-betul menelusuri rekam jejak arbiter-pemilih dan pemberi keputusan sengketa. Kemudian menentukan pengacara yang benar-benar pro-pemerintah, bukan korporasi.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
- Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
- Akses penuh seluruh artikel Tempo+
- Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
- Fitur baca cepat di edisi Mingguan
- Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo