Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Setelah "membisu" cukup lama, akhirnya Nirwan Dermawan Bakrie bicara. Rencana Grup Bakrie -Nirwan kini menjadi pengendalinya-menjual Lapindo Brantas Inc. kepada Freehold Group Ltd senilai US$ 1 juta (Rp 9 miliar) telah menuai kecaman dari banyak pihak. Mereka menuding Kelompok Usaha Bakrie hendak cuci tangan dan tak mau bertanggungjawab atas kasus semburan lumpur panas di Sidoarjo, Jawa Timur.
Agaknya, perdebatan itu yang membuat Nirwan harus menjelaskan detil rencana penjualan tersebut kepada media. Apalagi, di tengah berbagai kegaduhan itu, muncul masalah baru, yakni pipa gas milik Pertamina yang berada di bawah areal kubangan lumpur panas Lapindo meledak Rabu malam. Sebelas orang tewas dan tiga lagi hilang. "Saya sedih," kata Nirwan ketika berkunjung ke Tempo Kamis siang pekan lalu.
Kasus Lapindo memang erat membelit kelompok usaha yang didirikan Ahmad Bakrie ini. Semburan lumpur panas yang mulai terjadi pada akhir Mei lalu hingga kini belum bisa dihentikan. Pemerintah memang sudah membentuk tim nasional untuk menanggulangi kasus tersebut. Namun, pemerintah sudah menegaskan bahwa Grup Bakrie harus menanggung seluruh biaya untuk meng-atasi masalah Lapindo.
Setelah Aburizal Bakrie tak lagi memegang kendali, Nirwanlah yang harus berada di garis terdepan menjelaskan masalah ini. Memakai hem biru bergaris yang digulung setengah lengan, Nirwan menjawab semua pertanyaan dengan tangkas. "Ini krisis kedua bagi keluarga Bakrie," katanya. Selama perbincang-an yang diselingi makan siang, Nirwan menyedot tak kurang dari delapan batang rokok Sampoerna A Mild.
Kenapa Bakrie menjual Lapindo?
Secara legal Lapindo di blok Brantas terikat kontrak dengan PT Energi Mega Persada Tbk. serta dua pihak lain yaitu Santos Ltd. dan PT Medco E&P Brantas. Untuk mengatasi semburan lumpuran ini, Lapindo sudah mengucurkan dana yang besar yang diperoleh dari Grup Bakrie. Kalau mau mengambil duit dari PT Energi Mega akan ruwet karena perlu persetujuan pemegang saham. Penjualan ini merupakan jalan keluar terbaik untuk menghindari benturan kepentingan serta melindungi pemegang saham minoritas di PT Energi Mega.
Apakah asuransi belum membayar ganti rugi?
Belum. Lapindo sendiri sudah mengeluarkan dana US$ 40 juta. Menurut Keputusan Presiden Nomor 13 Tahun 2006 tentang Tim Nasional Penanggulangan Luapan Lumpur, Lapindo harus bertanggung jawab, tidak ada urusan dana didapat darimana. Tapi akhirnya kami terkena batas aturan good corporate governance: Lapindo tak bisa menerima dana lagi. Sebab dana itu statusnya pinjaman dan PT Energi tak bisa terus menerus menyetujui karena uang itu bukan untuk ongkos produksi.
Dari situlah timbul problem. Kami ingin melakukan sesuatu tapi tak bisa karena terhalang prosedur. Bakrie juga tidak bisa ujug-ujug setor ke Tim Nasional dan tetap harus lewat Lapindo. Memang, seharusnya ada kewajiban penyetoran dana juga dari pihak lain seperti Medco dan Santos tapi belum terealisasi. Mereka pun mengalami hal yang sama, ditanya bank ketika akan menyalurkan pinjaman.
Bukankah ada perjanjian yang diatur saat kontrak di BP Migas?
Ada, tapi statusnya bukan kewajiban bagi Medco atau Santos. Mereka menyetorkan uang tapi tidak cukup, karena mereka juga terikat sebagai perusahaan publik. Pemegang saham nanti bilang, "Enak aja loe, duit gue loe pake."
Medco dan Santos tidak mau ikut menanggung karena sudah memper-ingatkan Lapindo untuk memasang casing namun tak diindahkan....
Ini hal yang masih harus dibuktikan. Kami pun mengantisipasi pertanyaan bank mengenai salah-tidaknya Lapindo dan pertanggungjawabannya.
Benarkah pemilik lain juga keberatan karena Lapindo tidak menggunakan asuransi?
Saat keputusan presiden keluar, pengucuran dana sempat tertunda. Yang di lapangan tanya, mana duitnya? Karena itu, Bakrie kemudian mengambilalih agar problem masyarakat Sidoarjo cepat selesai.
Itu awal mula wacana divestasi. Ini dilakukan dengan asumsi 60 persen saham Energi Mega terkait dengan Bakrie. Namun, agar bisa divestasi harus ada keputusan pemegang saham minoritas. Untuk itu kami memerlukan izin Badan Pengawas Pasar Modal untuk menggelar rapat umum pemegang saham. Jika tidak diizinkan bakal jadi masalah karena duit tetap harus keluar.
Bapepam menolak Lapindo dijual ke Freehold karena belum jelas siapa penanggungjawabnya...
Penanggungjawabnya tetap Lapindo, siapapun yang memiliki sahamnya. Bapepam minta penjualan ini ditunda dulu hingga ada keputusan siapa yang salah. Saya bilang, kalau begitu harus ke pengadilan. Prosesnya jadi panjang, sementara masyarakat Sidoarjo nguber terus. Kami harus mengeluarkan dana reloka-si dan lain-lain. Kami dikejar waktu agar masyarakat segera keluar dari daerah bahaya ini. Karena itu caranya adalah menjual Lapindo ke pihak ketiga yang tidak terkait. Ini sudah sesuai Peraturan Bapepam Nomor IXE.1 dan IXE.2.
Siapa Freehold Ltd. dan pemiliknya, James Belcher ini?
Belcher itu dulu salah satu pemegang saham di salah satu unit usaha Bakrie di Sumatera. Tapi saya tidak ingat apakah pernah ada kerjasama atau dia duduk di manajemen. Freehold memang bukan perusahaan yang punya pengalaman di minyak, tapi itu tidak jadi masalah.
Kenapa memilih Freehold?
Karena dia menangkap peluang bahwa blok Brantas ini masih menjanjikan. Lagipula dia tidak membeli risiko. Semua biaya akibat lumpur Lapindo kami tanggung. Itu ada dalam perjanjian jual-beli. Kami tidak ingin disebut lari dari masalah. Tapi, kalau ditemukan cadangan minyak baru, dia bisa berproduksi.
Seberapa besar Bakrie sanggup menanggung biaya?
Sesuai yang ditulis dalam Keputusan Presiden itu. Perkiraannya US$ 140-170 juta. Ini di luar relokasi yang butuh Rp 1 triliun-2 triliun. Relokasi akan dikerjakan Bakrie. Lapindo fokus ke lumpurnya: bikin dam, pipa lumpur, sewa rumah untuk dua tahun sebelum rumah permanen dan masalah sosial lainnya. Bagi mereka yang tak mau pindah disediakan uang ganti rugi.
Kalau kenyataannya biaya lebih dari US$ 170 juta?
Harus bisa disediakan Lapindo. Syukur pas, kalau kurang, ya kita cari tambahannya.
Berapa kemampuan riil Lapindo?
Berapapun yang diminta keputusan presiden, Lapindo harus menyediakan. Sejauh ini baru US$ 150 juta. Masih ada cadangan US$ 10 juta.
Darimana duitnya?
Ya dicari.
Masalahnya, ketika Lapindo dijual terkesan Bakrie mau lepas tanggung jawab...
Ya, memang persepsi itu ada. Justru karena kami tidak ingin lari dari tanggung jawab, Lapindo dijual. Kalau tidak dijual, Lapindo akan terus meminjam duit ke Bakrie, dan saham Energi Mega bakal turun terus. Jelek citranya dan akhirnya kami tidak punya kemampuan membantu menanggulangi bencana. Repot. Lingkaran setan ini harus diputus. Kalau divestasi berjalan benar, Energi Mega akan sehat. Lagipula mau lari kemana? Di Indonesia ini banyak barang bagus. Orang asing saja datang ke sini buat investasi. Sesuai keputusan presiden, Lapindo akan bertanggung jawab.
Bagaimana menjamin komitmen itu?
Kami meneken perjanjian dengan pemilik baru bahwa kami tanggung jawab sepenuhnya.
Banyak yang meragukan komitmen itu kalau cuma lisan, seperti ketika Bapepam menolak Lapindo dijual ke Lyte.
Saat itu kami kirim surat ke Bapepam bahwa Lyte 100 persen punya Bakrie. Saya yang teken. Jaminan itu ada.
Lyte ini perusahaan lama atau baru?
Ini perusahaan baru dan didirikan khusus untuk Lapindo. Modalnya memang kecil tapi kami terus memasukkan duit ke sana. Sekarang kami tak punya hubungan dengan Freehold tapi kami juga terus memasukkan duit ke sana. Bapepam menolak bukan karena syarat tidak lengkap tapi karena harus melalui pengadilan dulu. Takutnya terlalu lama, Sidoarjo sudah tenggelam duluan.
Orang khawatir karena perusahaan ini kecil sehingga gampang dipailitkan, di British Virgin Island pula...
Kita hidup di Indonesia. Kalau berani minggat, saya yakin kami tak akan bisa jalan di mana-mana.
Freehold orang luar, sementara korban ada di dalam negeri. Apakah ini cara keluarga Bakrie melindungi diri mengingat akan sulit mengejar pertanggungjawaban pihak asing secara hukum?
Itu hanya pandangan orang. Sekarang coba dibalik: pemilik Lapindo saat ini juga asing, yaitu Kalila. Tapi karena ini persepsi bahwa bencana dan tanggungjawab diambil alih lapindo, itu jadi berdampak. Secara hukum Lapindo bisa dipailitkan karena perusahaan terbatas. Tapi secara politis, di Indonesia tidak mungkin. Moral masih ada.
Bagaimana menemukan Freehold?
Kami memiliki unit khusus untuk mencari investor.
Freehold punya kewajiban menyediakan US$ 150 juta?
Secara kewajiban tidak. Secara moral, Bakrie siap menanggung. Freehold ha-nya menyediakan duit untuk pengembangan produksi. Kita berdoa dia mene-mukan minyak. Kalau tidak, ya, risiko bisnis.
Penjualan Lapindo ke Freehold sudah mendapat persetujuan kreditor?
Persetujuan sedang diproses. Secara lisan mereka sudah oke. Mereka juga senang karena perusahaan sedang bermasalah. Pasti disetujui karena yang penting duit masuk dulu.
Bakrie sudah bilang akan tanggung jawab, kenapa citranya negatif terus?
Kalau masyarakat Sidarjo saya lihat cukup puas (comfortable). Mungkin di luar Sidoarjo lain persepsinya. Karena itu saya menjelaskan, kami tak akan lari ke tempat lain. Ngapain?
Apakah ini berdampak pada perusahaan Bakrie lainnya?
Semua anak perusahaan Bakrie kena imbas hanya karena image rusak. Persepsi perusahaan Bakrie memburuk dan harga saham terus turun. Saham Energi Mega dan Bumi Resources jatuh. Harga saham Energi, misalnya turun dari Rp 800 menjadi Rp 510. Pemegang saham minoritas tentu dirugikan. Dengan divestasi, kanker ini tidak merembet ke mana-mana dan penjualan ini untuk menguatkan kemampuan Bakrie menanggulangi bencana ini. Kalau yang lain ikut rugi darimana duit untuk membantu Lapindo?
Ada kekhawatiran soal cost recovery setelah Lapindo keluar dari Grup Bakrie. Benarkah?
Ada peraturannya bagaimana Lapindo meminta biaya yang sudah dikeluarkannya. Tapi, kami belum sampai ke sana karena ada aturan mainnya per kontrak.
Benarkah Bakrie akan membeli saham Medco dan Santos?
Belum ada pembicaraan soal itu.
Bagaimana soal tawaran damai dari Medco yang menarik gugatan arbitrase?
Ha...ha...ha...bisa saja.
Menurut Anda, bagaimana soal arbitrase itu?
Sah saja. Itu soal sekunder dan bisa dibicarakan antarmanjemen. Yang pen-ting sekarang ini menyelesaikan masalah lumpurnya dulu. Lapindo wajib menyampaikan dana yang dibutuhkan dan Bakrie wajib memberikan bantuan.
Anda mengakui kesalahan Lapindo?
Antara Lapindo, Medco, Santos sepertinya tidak bakal ada pengakuan siapa yang salah,.
Kenapa?
Bukankah harus ada bukti. Bagaimana membuktikannya?
Menurut Danareksa, Lapindo awalnya punya kaitan dengan anak Indra Bakrie (Syailendra) lewat Federal Inc. di Singapura. Benarkah?
Tidak ada hubungan dengan Federal. Dia cuma perusahaan publik di Singapura. Wajar, dong, cuma memiliki saham, tapi tak punya hubungan dalam pengeboran. Bisa lihat di buku mereka, tak ada hubungan antara Federal dengan PT Medici Citra Nusa (kontraktor Lapindo, Red).
Dari keterangan pers Federal, menurut mereka ada perusahaan yang dibentuk bersama Medici...
Saya tidak tahu. Harus tanya ke Lapindo, mohon maaf saya tak bisa menjelaskan.
Kasus ini ujian terbesar buat Bakrie?
Ya. Kami kini menghadapi masalah persepsi negatif, tapi secara finansial tidak terganggu. Ketika krisis moneter pada 1997, keuangan Bakrie rontok. Kami merasa berdosa kepada orang tua. Ayah kami berwasiat agar dividen dikembalikan ke masyarakat lewat pendidikan, agama, dan sosial. Sekarang citra Bakrie jelek.
Nirwan Dermawan Bakrie Tempat, Tanggal Lahir: Jakarta, 1 November 1951 Pendidikan: MBA, University of Southern California, Amerika Serikat Organisasi:
Karir:
|
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
- Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
- Akses penuh seluruh artikel Tempo+
- Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
- Fitur baca cepat di edisi Mingguan
- Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo