Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Wawancara

Orang No.1 Caltex Pensiun. Lalu ?

Wawancara tempo dengan julius tahija, ketua dewan direksi pt cpi itu beberapa hari lagi akan pensiun. penggantinya sampai akhir pekan lalu belum diketahui.

19 Maret 1977 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

TAK terasa kesibukan yang luar biasa di kantor pusat PT Caltex Pacific Indonesia (CPI) di Jl. Kebon Sirih 52, Jakarta. Sekalipun ada peristiwa penting yang beberapa hari lagi akan terjadi di sana. Yakni, "para dewa akan datang ke mari", seperti kata seorang Caltex pekan lalu. Yang dimaksud para "dewa" itu tak lain adalah para "boss" maskapai minyak Texaco dan Socal, pusat Caltex di AS. Mereka adalah Maurice J. Granville, Presiden dan Ketua Dewan Direksi Texaco di New York dan H.J. Haynes, Presiden dan Ketua Dewan Direksi Socal di San Francisco. Kedua pembesar minyak itu akan disertai dengan beberapa pembantu dekatnya, antara lain Fredrick Boucke wakil presiden Socal. Boucke, Pebruari tahun lalu, bersama wakil presiden Texaco Robert McCall, merupakan perunding utama ketika pemerintah Indonesia-meminta potongan satu dollar lagi dari keuntungan Caltex yang waktu itu masih AS $ 2,30 untuk setiap barrel minyak yang mereka hasilkan. Kedatangan para dewa Caltex kali ini bukan untuk berunding tentang minyak. Namun lebih penting dari itu. Julius Tahija, orang No. 1 Caltex, sebentar lagi akan pensiun. Tanpa ribut-ribut acara pun sudah ditentukan. Tanggal 21 Maret ini, pesta perpisahan akan berlangsung di Hotel Jakarta Hilton. Undangan kabarnya terbatas sekali, sesuai dengan sikap Caltex yang tak begitu suka publisitas. Tapi dalam pesta perpisahan yang dihadiri oleh para tokoh minyak Texaco dan Socal itu, mereka konon mengharapkan Presiden Soeharto bakal hadir. Mengapa Julius Tahija meninggalkan Caltex? Dan siapa yang lalu akan mampu menggantikannya? Rabu pagi pekan lalu, di ruang kerjanya yang kelihatan apik - tanpa perabot ukir - Ketua Dewan Direksi PT CPI itu bicara panjang lebar dengan wartawan TEMPO Fikri Jufri. Tanya: Apa sekarang tepat waktunya bagi pak Tahija untuk berhenti dari Caltex? Jawab: Perusahaan ini sudah jadi demikian besar. Barangkali model dari manajemennya perlu dirubah. Dan ini bisa terjadi setelah saya pergi. Tapi yang penting adalah: jangan sampai timbul kesan saya ini mau terus dan tak memberi kesempatan pada yang lain. T: Jadi untuk merubah model manajemen itu hanya bisa terjadi kalau pak Tahija pergi. J: Sampai sekarang manajemen dalam Caltex ini banyak terletak di tangan satu orang saja. Kebetulan saya bisa, karena saya mulai dari bawah. Jadi nanti saya kira perlu dirubah. T: Apa setelah pensiun masih akan punya hubungan dengan Caltex? J: Masih. Yaitu sebagai ketua dewan komisaris. Kedudukan ini bisa kuat, bisa juga lemah. Itu tergantung. Saya menerima kedudukan sebagai ketua DK, karena saya tahu tingkat perusahaan yang saya tinggalkan ini masih membutuhkan pengalaman bagi orang yang akan menggantikan saya. T: Siapa yang bakal jadi putera mahkota? J: Saya belum tahu. Belum diambil keputusannya (dan ia tertawa - Red). "Si Babe" Ia kelihatan berhati-hati dalam menjawab setiap pertanyaan. Apalagi menyangkut suatu keputusan penting yang kabarnya masih dirundingkan itu. Beberapa 'orang dalam' pun sampai akhir pekan lalu belum berani menduga siapa yang kira-kira bakal tampil sebagai penggantinya. Tapi yang pasti, kepergian Tahija merupakan kehilangan besar hagi Caltex. Ia memulai karir dari bawah sebagai pembantu CM 25 tahun lalu. Ia berhasil mencapai kedudukan paling tinggi sejak 1967. Tahija, yang 13 Juli nanti akan berusia 61 tahun, memang tak dikenal sebagai "dewa". Oleh anak buahnya, ia biasa disebut sebagai "Si Babe" atau "JT". Dia kabarnya amat ditakuti para karyawan karena ketegasannya. Termasuk oleh para karyawan asing (expatriate). "Orang Amerika, kalau sampai dia berbuat salah, out", ucapnya seraya menggerakkan ibu jari. Ia mengaku sebagai bukan penyabar. "Saya ini suka berontak kalau melihat sesuatu yang tak adil dan tak efisien di kantor", katanya. Kehidupannya tak terdenar mentereng. Suka bekerja sampai larut malam dan bangun pagi, tokoh minyak itu masin memakai sedan Holden Statesman warna hitam. "Kalau datang ke rumah saya, tak ada itu wall to wall carpet", katanya. "Yah, kita ini harus menjaga jangan sampai orang iri hati, atau orang lantas takut sama kita". Tinggal di Jl. Imam Bonjol 32, keluarga Tahija sering menghabiskan liburan akhir pekan dengan berburu. Atau di villa mereka di Tugu Puncak. Tak jarang ia mengemudikan mobil sendiri. Isterinya, Ny. Jean Tahija, dokter gigi asal Australia, biasa memakai mobil perusahaan. Ia dikenal amat ramah dan selalu mau menyesuaikan diri dengan para karyawan. Juga lebih lancar berbahasa Indonesia, ketimbang suaminya. Dan "Si Babe", yang biasa menggunakan bahasa Inggeris di kantor, tetap mengkuliahkan kedua puteranya di Jakarta, sebelum mereka melanjutkan ke luar negeri kelak. Syakon, yang kini ditingkat III FKUI, dan George, yang masih tingkat pertama di fakultas teknik Usakti, cuma menggunakan Fiat 125 atau jeep Land Rover. Tapi suasana yang akrab di antara keluarga tak setiap kali terjadi. Rata-rata menghabiskan separoh dari setahun di luar negeri, JT tak hanya sibuk untuk Caltex. Ia punya banyak usaha lain. Kalau kedengaran ada di Brussels, ibukota Belgia, bisa dipastikan ia berurusan dengan bisnis tembakau. Ia adalah pemilik dan anggota komisaris PT Faroka. Kalau mampir di London, mudah diduga bukan soal minyak yang dibicarakan. Dia kabarnya punya saham yang cukup besar dalam Procter & Camble: perusahaan yang antara lain membuat sabun Camay itu. Juga dalam PT Filma yang memprodusir sabun Palmolive dan minyak goreng. Sekembali dari London, tak jarang JT terbang-ke Rumbai, malamnya. Lalu lusa berangkat ke Surabaya - kota kelahirannya -- atau memimpin rapat KADIN di Semarang, untuk kemudian pergi berburu. Pekan lalu ia kelihatan berbincang dengan Soedarpo Sastrosatomo, Dirut PT Samudera Indonesia. Selain memiliki saham yang cukup besar di situ, bersama 'raja' kapal Indonesia itu, JT juga duduk sebagai komisaris dalam Bank Niaga. Dia agaknya lebih suka tampil sebagai komisaris: juga dalam Freeport Indonesia, itu maskapai tembaga di Irian Jaya yang diketuai Ali Budiardjo. Partner Dengan Ibnu Ia termasuk figur yang tak suka menonjolkan diri, memang. Sekalipun dialah yang pertama kali berhasil mendirikan Tugu Insurance, perusahaan asuransi yang terkenal di Hongkong, dan baru kemudian disertai Ibnu Sutowo, eks Dirut Pertamina. Kedua tokoh itupun merupakan "partner" dalam maskapai Far East Oil di Tokyo. "Dia memang orang yang unik", puji seorang anak buahnya. Yang dimaksud mungkin bukan saja karena JT mempunyai banyak tangan di berbagai bisnis. Tapi sebagai bekas militer yang terjun ke dunia minyak dua tahun setelah pengakuan kedaulatan RI, Tahija juga banyak menyumbangkan waktunya dalam urusan yang tak punya hubungan dengan fulus. Ia aktif dalam Mitra Budaya. Juga Tahija dikenal besar jasanya dalam mengumpulkan benda-benda bersejarah untuk keraton Surakarta. Dia juga duduk sebagai anggota dewan penyantun ITB dan gubernur dari Asian Institute of Management di Manila. T: Tapi mengapa selama ini Julius Tahia dan Caltex bersikap low profile tak suka publisitas? A pakah sikap demikian disebabkan policy dari Texaco dan Socal yang dikenal sebagai maskapai minyak yang amat konservatif dan tertutup itu? J: Sebabnya memang itu. Tapi kalau Caltex di Indonesia low proJile, salahkan saya, deh. Selamanya ini saya tekankan. Saya memang tak suka banyak omong. Di PIBA saudara lihat sendiri kita tak pernah banyak omong. Tapi kalau perlu kita tekan satu knop saja, sudah jalan. Soalnya yang pegang pimpinan itu harus terdiri dari orang-orang yang sudah menunjukkan bahwa dia berhasil. Kalau seorang sudah berhasil, orang lain akan turut dan mau mendengar. T: Texaco kabarnya terkenal pelit. Apakah Caltex di sini sering mendapat kesulitan dari mereka? J: Memang yang penting bagi saya adalah sikap mereka di Indonesia. Sampai sekarang, boleh dibilang saya tak punya keluhan. Meskipun saya sering bentrok, kalau perlu. Berbeda dengan di tempat lain, Caltex di sini tak tergabung dalam Caltex Corporation -- yang menggabungkan semua perusahaan Caltex di dunia. Kita lapor langsung. Dan kalau perlu wakil dari mereka datang ke mari. Tak ada hubungan dengan wakil dari Caltex Corporation. Ini memang permintaan saya. Karena saya merasa perlu untuk hanya berbicara dengan para pembuat keputusan, dan tidak melalui lain orang. T: Apa perlu minta izin untuk melakukan kegiatan seperti dalam PIBA ? J: Mereka malah mendukung saya. Sepuluh tahun lalu, saya membawa keliling para anggota PIBA (Tahija adalah pendiri dan Ketua Pacific Indonesia Business Association -- Red.) ke dalam dan luar negeri. Saya menggunakan segala fasilitas Caltex, termasuk pesawat terbang. Sebabnya? Karena saya beranggapan dapat mempertanggungjawabkan terhadap hati nurani saya. Perusahaan sebesar ini harus menyumbng pada negara di mana dia bekerja. Kalau tidak lebih baik pulang saja. T: Bagaimana pak Tahija menjelaskan suasana penanaman yang terasa menurun sekarang? J: Memang mengurang. Ini bukan karena disengaja. Tapi karena keadaan yang terjadi akhir-akhir ini, hingga pemerintah hams mengambil beberapa tindakan yang mereka tahu konsekwensinya. Sekarang terserah kepada dunia usaha, dalam memberikan, yah, advis kepada pemerintah, agar keadaan tak menjadi lebih sulit. Satu hal yang jelas: pembangunan di Indonesia sekarang dengan pemerintah dan rakyat yang properusahaan swasta -- tak bisa lagi distop. T: Jenis industri yang non ekstraktif mana saja yang kiranya masih cocok untuk masuk ke mari? J: Yang sesuai dengan maksud pemerintah untuk melakukan pemerataan. Peranan dari modal asing perlu dijaga jangan sampai mendominir kapital di Indonesia. Tapi di lain fihak, kita juga tak mau didominir oleh sekelompok kecil saja orang di Indonesia, yang memakai paspor Indonesia. Baik itu asli maupun tidak asli. Menjadi pertanyaan, adakah Tahija akan tetap bergumul dengan minyak, setelah dia berhenti sebagai orang pertama Caltex? Sebab, seperti dikatakan seorang pengusaha, 'stempel' minyaknya lebih menonjol kemana pun dia pergi. Apakah JT akan membuka lembaran dunia minyak sendiri? Ia tak segera menjawabnya. Ia sendiri tak suka bicara soal minyak, selama masih berlangsungnya negosiasi sekarang. T: Berapa lama lagi produksi Caltex yang 830 ribu barrel sehari akan bisa bertahan? J: Itu tergantung dari cara produksi. Setiap tahun, baik dari Minas maupun lapangan Caltex yang lain, produksi rata-rata berkurang dengan 15%. Tapi kami melakukan program secondary recovery. Hasilnya memang tak sebanyak dulu. Juga biaya untuk memprodusir setiap tambahan barrel dari sumur yang sama menjadi lebih mahal. T: Apakah suasana pencarian minyak yang umumnya berkurang sekarang akan mempengaruhi produksi keseluruhan? J: Saya tidak tahu itu. Dari Caltex, yang masih terus melakukan seismic (pencarian minyak -- Red), produksi sehari adalah sekitar 830 ribu barrel. Jadi tentang yang lain, yang sekarang tak lagi melakukan seismic, setiap tahun produksinya mesti merosot. T: Mungkinkah produksi Caltex suatu waktu kembali pada rekor sejuta barrel sehari? J: Itu semua tergantung pada insentif yang diberikan. T: Apakah insenfif yang akan diberikan pemerintah itu memadai? J: Saya tak mau bicara soal ini, karena selama perundingan sekarang, faktor suasana itulah yang paling penting. T: Bagaimana dengan insentif yang telah diberikan kepada kelompok bagihasd ? J: Inipun tak bisa saya katakan. T: Baiklah. Tapi mengapa Caltex dari sejak dulu tak terdengar tertarik pada pencarian minyak di lepas pantai? J: Sebenarnya pernah ada, oleh perusahaan Amoseas, punya Texaco dan Socal juga, dan saya sendiri menjabat sebagai wakil presidennya. Tapi kegiatan di Selat Lombok itu tak berhasil menemukan minyak. T: Apakah pak Tahija akan membuka perusahaan minyak sendiri, setelah keluar nanti? J: Itu semua tergantung dari keadaan di dalam negeri. Tapi yang terpenting adalah: saya ingin membantu mengembangkan usaha minyak di Indonesia, kalau diminta. Agar pengalaman saya ini bisa dipakai.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
>
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus