Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Ekonomi

PLTA Sentani, 1979

Kerjasama di bidang pelistrikan antara ri-png yang ditanda tangani 2 tahun lalu, tampak belum ada tanda-tanda akan diwujudkan. konon, indonesia belum siap.

19 Maret 1977 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

ADA yang terluput dari perhatian: suatu gagasan kerjasama di bidang perlistrikan telah dilontarkan oleh PM Papua Niugini, Michael Somare, ketika berkunjung ke mari dua bulan lalu. Bersama setumpuk usul kerjasama di bidang perminyakan dan kehutanan, disinggungnya gagasan itu dalam pembicaraan dengan para teknokrat di Jakarta waktu itu. Sebenarnya, ide kerjasama itu bukan barang baru. Tahun 1975, di Jakarta sudah ditandatangani perjanjian tukar-menukar tenaga listrik melalui perbatasan Irian Jaya-PNG antara PLN dengan PNG Electricity Commission. Perjanjian itu merupakan hasil kunjungan asisten manajer umum Komisi Listrik PNG, M. Dryer ke Irian Jaya dan Jakarta. Kalau PLTA Sentani memang jadi dibangun, PNG berminat untuk mengimpor tenaga listriknya guna menghidupi daerah industri perkayuan di Vanimo, hanya 40 Km dari perbatasan kabupaten Jayayura. Sebaliknya dekat perbatasan sebelah selatan, tak jauh dari Merauke, PNG sedang mempersiapkan pembukaan tambang tembaga Ok Tedi. Tambang itu akan dihidupkan dengan tenaga listrik dari PLTA Sungai Purari. PLTA itu pun sudah akan dibangun oleh PNG dalam waktu dekat. Sehingga ada kemungkinan mengekspor sebagian tenaga listriknya ke kabupaten Merauke. Gagasan yang masuk akal, memang. Sebab transmisi listrik lintas-batas itu tak perlu menyeberangi laut. Paling banter menyeberangi beberapa sungai, hingga dapat dikerjakan dengan kabel udara tegangan tinggi. Pihak PNG sudah menghubungi Bank Dunia dan Bank Pembangunan Asia (ADB), yang kabarnya tertarik dengan rencana tukar-menukar tenaga listrik itu. Kini di sebelah timur perbatasan yang berwujud hutan perawan itu daerahnya sudah dibuka. Tambang tembaga Ok Tedi -- yang kedua di sana setelah Bougainville - tak lama lagi akan mulai bekerja, setelah satu konsortium multinasional yang dipimpin perusahaan Australia Broken Hill Pty Ltd menyatakan setuju. Begitu pula industri perkayuan di Vanimo, menurut Dubes PNG Robin Kumaina yang minggu ini pulang ke Port Moresby. Tapi sementara itu, di sebelah barat perbatasan Rl-PNG orang masih tenangtenang saja. Juga kalangan pemerintah di Jakarta behlm menunjukkan tanda-tanda mau mewujudkan kerjasama perlistrikan itu, seperti disepakati dua tahun lalu. Apakah Indonesia masih berminat? Menurut sumber TEMPO, Indonesia memang belum siap mewujudkan gagasan itu. Studi penjajakan yang sudah diadakan, barulah untuk rencana PLTA Sentani itu saja. Bagaimana menyalurkan tenaga listriknya ke Vanimo, atau bagaimana 'mengimpor' tenaga listrik dari Purari ke Merauke, tampaknya belum dijajaki. Pembangunan PLTA Sentani sendiri, juga belum dapat dimulai. "Masih ada problim teknis dalam studi penjajakan PLTA Sentani itu, sehingga ADB mendahulukan proyek-proyek perlistrikan di daerah lain dulu", kata seorang pejabat Bappenas. Baru pada tahun 1979, ADB akan meninjau Danau Sentani untuk meneliti perincian dana yang dibutuhkan. Yakni sekitar $AS 40 juta, berdasarkan harga sekarang. Sedang untuk tahun 1977 dan 1978 pinjaman ADB akan terpusat pada proyek distribusi listrik di Jawa dan Medan serta proyek transmisi di Minahasa. Jadi sementara itu, para industriaan kayu di Vanimo harap menyediakan kebutuhan listriknya sendiri. Dan bagaimana pula orang-orang di sekitar Merauke mau bicara soal impor listrik dari Timur, kalau rencana penggunaannya pun belum dibuat? Namun pihak PNG tampaknya juga belum ingin buru-buru mewujudkan kerjasama perlistrikan itu. Kata dubes Robin Kumaina pada TEMPO: "Kalau mau usaha pembangunan bersama semacam ini betul-betul dinikmati oleh rakvat di kedua belah pihak, wadahnya harus dibentuk dulu. Juga perencanaan harus matang. Baik dalam penyediaan tenaga kerja yang mau dilibatkan dalam proyek itu, maupun dalam keamanan lintas-batas di kemudian hari. Orang-orang setempat hendaknya diberi prioritas utama dalam mengerjakan dan memanfaatkan kerjasama perlistrikan itu". Katanya lagi: "Juga perlu seleksi yang ketat terhadap personil yang bekerja di situ". Maklumlah, baik RI maupun PNG masih ada urusan dengan gangguan keamanan di wilayahnya. Baik dari yang menyebut dirinya GPM pimpinan "Brigjen Seth Rumkorem di perbatasan Utara, maupun gerakan 'Papua Besena' pimpinan Josephine Abaiyah -- seorang anggota parlemen PNG yang mau memisahkan Papua dari PNG -- di perbatasan Selatan.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
>
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus