ADA yang terluput dari perhatian: suatu gagasan kerjasama di
bidang perlistrikan telah dilontarkan oleh PM Papua Niugini,
Michael Somare, ketika berkunjung ke mari dua bulan lalu.
Bersama setumpuk usul kerjasama di bidang perminyakan dan
kehutanan, disinggungnya gagasan itu dalam pembicaraan dengan
para teknokrat di Jakarta waktu itu.
Sebenarnya, ide kerjasama itu bukan barang baru. Tahun 1975, di
Jakarta sudah ditandatangani perjanjian tukar-menukar tenaga
listrik melalui perbatasan Irian Jaya-PNG antara PLN dengan PNG
Electricity Commission. Perjanjian itu merupakan hasil kunjungan
asisten manajer umum Komisi Listrik PNG, M. Dryer ke Irian Jaya
dan Jakarta.
Kalau PLTA Sentani memang jadi dibangun, PNG berminat untuk
mengimpor tenaga listriknya guna menghidupi daerah industri
perkayuan di Vanimo, hanya 40 Km dari perbatasan kabupaten
Jayayura. Sebaliknya dekat perbatasan sebelah selatan, tak jauh
dari Merauke, PNG sedang mempersiapkan pembukaan tambang tembaga
Ok Tedi. Tambang itu akan dihidupkan dengan tenaga listrik
dari PLTA Sungai Purari. PLTA itu pun sudah akan dibangun oleh
PNG dalam waktu dekat. Sehingga ada kemungkinan mengekspor
sebagian tenaga listriknya ke kabupaten Merauke.
Gagasan yang masuk akal, memang. Sebab transmisi listrik
lintas-batas itu tak perlu menyeberangi laut. Paling banter
menyeberangi beberapa sungai, hingga dapat dikerjakan dengan
kabel udara tegangan tinggi. Pihak PNG sudah menghubungi Bank
Dunia dan Bank Pembangunan Asia (ADB), yang kabarnya tertarik
dengan rencana tukar-menukar tenaga listrik itu.
Kini di sebelah timur perbatasan yang berwujud hutan perawan itu
daerahnya sudah dibuka. Tambang tembaga Ok Tedi -- yang kedua di
sana setelah Bougainville - tak lama lagi akan mulai bekerja,
setelah satu konsortium multinasional yang dipimpin perusahaan
Australia Broken Hill Pty Ltd menyatakan setuju. Begitu pula
industri perkayuan di Vanimo, menurut Dubes PNG Robin Kumaina
yang minggu ini pulang ke Port Moresby.
Tapi sementara itu, di sebelah barat perbatasan Rl-PNG orang
masih tenangtenang saja. Juga kalangan pemerintah di Jakarta
behlm menunjukkan tanda-tanda mau mewujudkan kerjasama
perlistrikan itu, seperti disepakati dua tahun lalu. Apakah
Indonesia masih berminat?
Menurut sumber TEMPO, Indonesia memang belum siap mewujudkan
gagasan itu. Studi penjajakan yang sudah diadakan, barulah untuk
rencana PLTA Sentani itu saja. Bagaimana menyalurkan tenaga
listriknya ke Vanimo, atau bagaimana 'mengimpor' tenaga listrik
dari Purari ke Merauke, tampaknya belum dijajaki. Pembangunan
PLTA Sentani sendiri, juga belum dapat dimulai. "Masih ada
problim teknis dalam studi penjajakan PLTA Sentani itu, sehingga
ADB mendahulukan proyek-proyek perlistrikan di daerah lain
dulu", kata seorang pejabat Bappenas.
Baru pada tahun 1979, ADB akan meninjau Danau Sentani untuk
meneliti perincian dana yang dibutuhkan. Yakni sekitar $AS 40
juta, berdasarkan harga sekarang. Sedang untuk tahun 1977 dan
1978 pinjaman ADB akan terpusat pada proyek distribusi listrik
di Jawa dan Medan serta proyek transmisi di Minahasa. Jadi
sementara itu, para industriaan kayu di Vanimo harap
menyediakan kebutuhan listriknya sendiri. Dan bagaimana pula
orang-orang di sekitar Merauke mau bicara soal impor listrik
dari Timur, kalau rencana penggunaannya pun belum dibuat?
Namun pihak PNG tampaknya juga belum ingin buru-buru mewujudkan
kerjasama perlistrikan itu. Kata dubes Robin Kumaina pada TEMPO:
"Kalau mau usaha pembangunan bersama semacam ini betul-betul
dinikmati oleh rakvat di kedua belah pihak, wadahnya harus
dibentuk dulu. Juga perencanaan harus matang. Baik dalam
penyediaan tenaga kerja yang mau dilibatkan dalam proyek itu,
maupun dalam keamanan lintas-batas di kemudian hari. Orang-orang
setempat hendaknya diberi prioritas utama dalam mengerjakan dan
memanfaatkan kerjasama perlistrikan itu". Katanya lagi: "Juga
perlu seleksi yang ketat terhadap personil yang bekerja di
situ".
Maklumlah, baik RI maupun PNG masih ada urusan dengan gangguan
keamanan di wilayahnya. Baik dari yang menyebut dirinya GPM
pimpinan "Brigjen Seth Rumkorem di perbatasan Utara, maupun
gerakan 'Papua Besena' pimpinan Josephine Abaiyah -- seorang
anggota parlemen PNG yang mau memisahkan Papua dari PNG -- di
perbatasan Selatan.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini