Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
NAMA Iko Uwais mulai jadi perhatian sejak film pertamanya, Merantau, mewarnai dunia sinema Tanah Air. Lalu berturut-turut film yang dibintanginya berhasil merebut pasar, seperti The Raid: Redemption dan The Raid 2: Berandal. Bahkan kedua film The Raid yang disutradarai Gareth Evans itu sukses menembus pasar internasional hingga ke Amerika dan Eropa.
Berawal dari situ, Iko mulai menapak pusat perfilman dunia: Hollywood. Bersama Yayan Ruhian dan Cecep Arif Rahman—keduanya juga bermain di The Raid—Iko ikut dalam film terbaru produksi Disney, Star Wars: The Force Awakens, yang diluncurkan Rabu pekan lalu. Ia berperan sebagai Razoo Qin-Fee, anggota geng kriminal antargalaksi Kanjiklub yang dipimpin Tasu Leech (diperankan oleh Yayan).
Bagi Iko, bermain di film Hollywood dimanfaatkannya untuk ikut mengharumkan nama Indonesia di kancah internasional. Tentu saja ia juga berusaha menjadi "duta besar" pencak silat di setiap proyek film internasional. Selain tampil di Star Wars, Iko terlibat dalam beberapa film Hollywood lainnya, seperti Man of Tai Chi, Beyond Skyline, dan Mile 22 (belum syuting).
Dalam film-film itu, Iko berinteraksi dengan nama-nama beken Hollywood. Sebut saja J.J. Abrams, Harrison Ford, Frank Grillo, Jackie Chan, Keanu Reeves, hingga Peter Berg. "Jujur, ada rasa minder berinteraksi dengan mereka. Memangnya gue siapa," kata Iko, yang seharusnya tampil di red carpet pemutaran perdana Star Wars di Hollywood, pekan lalu. Dia tak bisa hadir karena tengah mengerjakan sebuah proyek film di Tanah Air.
Dalam dua kesempatan, Iko menerima wartawan Tempo Tulus Wijanarko, Tito Sianipar, Dini Pramita, Cheta Nelawaty, videografer Ryan Maulana, dan fotografer Aditya Noviansyah untuk wawancara di Hotel Sultan, Jakarta, Rabu pekan lalu. Saat pertama bertemu, Iko tampak serius, lalu semua menjadi cair saat wawancara selama total dua jam tersebut. Dia beberapa kali bercanda dan tertawa lepas.
Bagaimana awal ceritanya sampai terlibat dalam film Star Wars?
Proyek ini dari Gareth Evans. Dia dapat dari Management 360 di Amerika. Sebenarnya dia sudah mendapatkannya enam bulan sebelumnya, tapi dirahasiakan dari saya. Kira-kira saat itu bulan puasa 2014, kami sedang promo film The Raid 2 di Amerika. Kami dijadwalkan untuk meeting dengan (sutradara Star Wars) J.J. Abrams langsung.
Siapa saja yang hadir dalam pertemuan itu?
Abrams bersama manajemennya, termasuk produsernya. Saya hanya berdua bersama Yayan karena kebetulan Gareth ada rapat di tempat lain. Dia menceritakan tentang rencana tersebut. Dia memberi beberapa ide bagi tim The Raid, karena kami dipercaya sebagai koreografernya juga. Lalu kami tunjukkan beberapa gerakan di depan dia, dan dia tertarik. Tapi ada beberapa ide saya yang ditolak. Dia bilang, "Wah, keren banget. Tapi Iko, ini film untuk semua umur." Ha-ha-ha....
Karakter sebagai Razoo Qin-Fee sudah diberi tahu saat itu?
Belum. Itu diberi tahu pas coba kostum. Soalnya kostumnya juga ribet dan sangat detail. Desainnya ada beberapa lapisan bahan. Pas kami bikin koreonya, ternyata tidak sesuai dengan harapan kami. Sebab, untuk action butuh gerak dan nyaman. Ternyata kami pakai sepatu bot, beberapa bagian sangat nge-press di badan, dan ada kayak bahan tikar di perut. Jadi susah untuk bergerak kompleks dan cepat. Setelah (coba kostum) itu, baru dikasih tahu karakternya seperti apa.
Pada pertemuan pertama itu Anda sudah menjawab "iya"?
Benar. Sebab, bagi saya, ini merupakan satu kesempatan besar. Bukan buat saya sendiri, tapi juga bagi Indonesia. Sebab, Star Wars bukan hanya film bioskop biasa, tapi sudah jadi satu budaya film dunia, bukan hanya Amerika. Dan, alhamdulillah, sekarang Indonesia dipercaya untuk berkolaborasi dengan sineas-sineas dunia. Film ini legend dan besar dengan huge budget.
Abrams sempat mengatakan bahwa dia fan The Raid?
Iya, dia ngomong dia nonton The Raid 1. Dia jujur dan ngomong apa adanya. Di situ kami sadar bahwa (ajakan) ini serius, bukan basa-basi. Dia bilang bahwa dia suka style-nya. Tapi, karena ini film semua umur, jadi tidak bisa semua koreo masuk.
Seperti apa sosok Abrams?
Dia ramah banget. Setiap take syuting, dia samperin kami. Dan dia berkomentar, "Wah, keren. Bagaimana keadaan kalian? Semua baik-baik saja?" Dia sangat peduli terhadap pemain. Seorang J.J. Abrams ngomong seperti itu ke kami yang bukan siapa-siapa, rasanya bangga banget. Dia berhubungan langsung dengan pemain, tidak menggunakan perantara untuk menyampaikan pesannya.
Berapa lama proses syutingnya?
Saya dan Yayan duluan syuting di UK, kurang-lebih dua minggu. Sebab, kami create koreonya juga. Ketika sudah selesai dan lagi latihan, Kang Cecep datang. Langsung coba kostum dan latihan di set lokasi.
Berapa besar sumbangan koreografi Anda di Star Wars?
Semua diterima. Dan biasanya dalam satu kali take sudah selesai, mereka sudah puas. Padahal biasanya, untuk film Indonesia, satu adegan bisa sampai sepuluh kali take.
Anda berada satu adegan bersama Harrison Ford. Tentu menyenangkan, ya?
Wah, siapa yang tak kenal Harrison Ford. Sebenarnya pas sebelum syuting sudah ketemu. Dia turun dari set dan kami sedang di tenda, dia lewat dan melihat kami. Dia menghampiri dan menyalami satu per satu. Kami, wow, megang tangannya Harrison Ford.
Apa yang kalian bicarakan?
Dia kemudian duduk di samping saya. Akhirnya ngobrol. Padahal bukan niat kami untuk ngajak ngobrol. Dia nanya dari mana, dan bilang pernah ke Indonesia. Dia bilang ada beberapa kasus di Indonesia yang terkait dengan hutan.
Dia masih peduli terhadap hutan Indonesia?
Iya, masih. Dan dia masih ingat semua dengan apa yang dia alami ketika datang ke sini, termasuk ketemu dengan Menteri (Kehutanan Zulkifli Hasan). Dia bilang, "Saya marah-marah, tapi kenapa kok dia ketawa, ya?"
(Harrison Ford bertemu dengan Menteri Zulkifli Hasan pada 9 September 2013 dalam rangka pembuatan film dokumenter berjudul Years of Living Dangerously. Video Ford dan Zulkifli itu bisa ditonton di situs YouTube.)
Kabarnya ada klausul kontrak untuk tidak membocorkan apa pun tentang Star Wars sebelum pemutaran perdana?
Iya, benar. Kami tandatangani, (bahwa) kami tidak boleh ngomong. Masuk studio syuting saja, handphone disegel barcode. Di situ ada sensor, jadi ketahuan kalau dibuka. Ada kejadian orang minta foto, langsung diambil handphone-nya dan minta dihapus fotonya. Saya juga pernah menerima panggilan telepon, dikira memvideokan. Sampai dicek sekuriti. Sangat dijaga kerahasiaannya.
Apa lagi cara mereka menjaga kerahasiaan itu?
Untuk skrip, misalnya. Saya dikasih skrip, diminta membaca. Hari itu juga skrip harus dikembalikan, tidak boleh dibawa ke hotel untuk dipelajari. Ketika mengembalikan harus tanda tangan lagi. Skrip yang dikasih juga hanya bagian kami, tidak keseluruhan. Contoh lain, tidak boleh duduk nongkrong di aspal. Sebab, tidak boleh memakai kostum di tempat terbuka. Takutnya ada paparazzi.
Ada ajakan untuk premiere di Los Angeles, Amerika, kemarin?
Ada undangannya. Seharusnya berangkat tanggal 13 Desember, tapi tidak bisa karena ada kerjaan di Batam.
Tidak menyesal melewatkan satu kesempatan tampil di red carpet Star Wars?
Iya, mau bilang apa. Saya masih punya tanggung jawab di sini. Masih banyak kerjaan syuting film Indonesia: Headshot.
Selain bermain di Star Wars, Anda terlibat dalam beberapa film Hollywood lain, misalnya Man of Tai Chi. Apa perbedaan cara kerja masing-masing?
Dari sisi kerja tidak jauh beda. Cuma (beda) lokasinya, di Hong Kong. Yang direct Man of Tai Chi, Keanu Reeves, yang sangat low profile. Dia turun tangan langsung men-direct saya. Dia asyik banget. Bahkan dia minta foto bareng saya. Itu satu kehormatan bagi saya. Saya juga langsung kasih HP dan difotoin sekalian.
Sempat ketemu Jackie Chan juga di situ?
Iya, benar. Itu kebetulan set terakhir. Saya dikasih tahu hairstylist bahwa ada bintang Hollywood akan datang. Saya cuekin aja, tidak percaya. Ternyata beneran Jackie Chan yang datang. Saya sempat bengong dan berpikir, "Ini (dari) Madame Tussauds atau bukan? Ha-ha-ha...." Akhirnya saya dipanggil Keanu dan dikenalin dengan Jackie.
Sempat ada obrolan apa dengan Jackie Chan?
Dia nanya style apa, dari mana. Saya jawab pencak silat dari Indonesia. Saya juga megang HP. Malu enggak malu, udah, sodorin saja HP, minta foto bareng juga, ha-ha-ha….
Jackie Chan itu idola Anda. Apakah akan mengikuti jejak dia akting tanpa stuntman?
Benar, dia idola saya banget. Kalau soal pakai stuntman, selama ini memang saya sendiri yang lakukan. Sebab, memang koreonya saya yang buat. Masak, saya yang buat, saya kasih ke orang lain? Kalaupun nanti ada adegan yang butuh stunt, akan saya perhitungkan dulu. Kalau memang tidak bisa, saya akan jujur tidak bisa. Tapi, selama masih bisa, akan saya lakukan sendiri.
Ada dua film Hollywood lain yang akan Anda bintangi, Beyond Skyline dan Mile 22. Sudah sampai mana prosesnya?
Yang Beyond Skyline sudah mau rilis. Sedang mengumpulkan materi untuk pemasaran, foto-foto, trailer, dan sebagainya. Untuk Mile 22 sama sekali belum syuting. Saya juga tidak berani memastikan bahwa tahun depan akan syuting. Mungkin Bang Ricky bisa menambahkan.
Ricky Siahaan (manajer Iko): Dalam pekan-pekan ini akan mendapatkan perkembangan terbaru penggarapan Mile 22. Kalau untuk syuting masih harus menunggu dan menyesuaikan dengan jadwal Mark Wahlberg yang masih sibuk.
Dalam film Beyond Skyline, Anda beradu akting dengan Frank Grillo. Bagaimana reaksi dia terhadap silat?
Dia awalnya termasuk cuek. Dasar bela diri dia adalah boxing. Gaya pukulan dia sempit karena boxing itu peching, yang menghampiri boxer-nya. Dia sempat mencoba saya. Dia banyak bertanya dan saya ajarin soal pencak silat. Dia sempat bercanda, "Oke Iko, saya akan kembali ke Amerika dan belajar silat. Saya akan mengalahkan kamu." Setidaknya ada yang positif dari situ, bahwa Frank Grillo akan belajar silat.
Kami dengar Anda sempat berlatih bersama Ronda Rousey?
Kalau latihan, belum. Cuma, dulu ketemu di Amerika. Dia saat itu sedang berfokus bertanding di UFC (Ultimate Fighting Championship). Itu beberapa hari sebelum dia melawan Cat Zingano.
(Saat itu Ronda Rousey juara kelas bantam UFC. Pertandingan melawan Zingano, Februari 2015, itu dimenangi Rousey dalam waktu 14 detik. Pertengahan bulan lalu, Rousey dikalahkan Holly Holm.)
Ada rasa minder bekerja dengan bule?
Itu otomatis. Saya juga punya keterbatasan bahasa. Bahasa Inggris saya tidak bagus. Misalnya, saat syuting Beyond Skyline, saya banyak bertanya ke (sutradara) Liam O'Donnell langsung. Saya juga tidak malu untuk mengakui itu kepada Frank Grillo. Saya minta mereka mengajari saya. Untuk meningkatkan kemampuan bahasa Inggris, saya sekarang belajar dengan (manajer saya) ini, Bang Ricky.
Anda banyak bikin koreografi fighting. Dari mana idenya?
Saya mengaplikasikan apa yang saya pelajari dari perguruan saya, Tiga Berantai. Awalnya saya belajar silat cuma menghafal apa yang dikasih guru saya, Haji Ahmad Noer, yang kebetulan paman saya. Lalu guru saya bilang, "Gerakan bukan untuk dihafalin, tapi buat dihayati." Jadi, apa yang dirasakan, itu dikeluarkan. Itu modal saya.
Bagaimana awal ceritanya Anda di pencak silat?
Pertama kali belajar umur 10 tahun. Waktu itu masih gila bola, berlatih dengan SSB Bina Taruna di lapangan Bea-Cukai. Sehabis latihan, saya melihat ada anak-anak sepantaran pakai seragam silat. Saya tanya, dan kemudian bergabung di situ. Akhirnya, setelah saya mulai rutin latihan, Ibu bertanya apakah serius mau latihan silat. Ibu lalu memberi tahu mending belajar ke Uwak (abang Ibu) sendiri. Uwak saya adalah pelatih pencak silat dan itu turunan dari kakek, yang guru besar pencak silat. Ternyata keluarga saya tidak mau memaksakan anak-anaknya harus belajar pencak silat. Mereka seperti menunggu keinginan untuk belajar silat lahir dari diri sendiri. Kalau latihan karena disuruh, mungkin hasilnya akan beda.
Di sepak bola, Anda sempat bermain di divisi II. Bagaimana ceritanya?
Klub saya waktu itu MNA, Merpati Nusantara Airlines, di Depok, Jawa Barat. Sebelumnya, saya di Bina Taruna, Jakarta Timur. Saya hengkang ke divisi II karena yang megang MNA saya kenal: Agus Haz, anaknya wakil presiden (saat itu), Hamzah Haz. Dia beli klub MNA dan saya diajak. Cuma setahun di situ, kemudian bangkrut karena bapaknya sedang menurun. Dan saya sempat frustrasi karena itu. Saya kemudian balik lagi latihan pencak silat di rumah Uwak. Sama beliau, saya dimarahin, "Kamu tahu, Uwak yakin, di sepak bola, Iko enggak bisa ke mana-mana. Tapi, dengan main silat, Iko akan bisa ke luar negeri dan terkenal." Masya Allah, ini saya jadi merinding mengingat itu (sambil mengelus lengannya).
Sempat jadi atlet pencak silat?
Saya sempat ikut porda (pekan olahraga daerah) dan popnas (pekan olahraga pelajar nasional). Saya mendapat kategori penampilan terbaik di nomor solo pada 2005 itu.
Apakah tidak ada niat melanjutkan sebagai atlet pencak silat?
Sebenarnya ada. Tapi pada 2006 ketemu Gareth (Evans) dan akhirnya diajak kerja. Ketika itu saya memutuskan untuk cari uanglah. Sebelumnya, saya dua tahun bekerja sebagai sopir di Esia (PT Bakrie Telecom Tbk). Ketika itu mendapat tawaran ekshibisi pencak silat di Inggris, padahal baru dua minggu kerja. Saya urus izinnya dan atasan memberikan. Cuma saya driver yang izin untuk ke luar negeri, ha-ha-ha....
Gareth cukup berperan dalam karier Anda. Seperti apa pertemuan pertama dengan Gareth?
Dia ketika itu bikin dokumenter tentang pencak silat. Dia ke perguruan saya, Tiga Berantai. Sebelumnya, dia ke Sumatera Barat dan Jawa Barat, dan baru di Jakarta ketemu saya. Dia tertarik pencak silat dan menawari saya untuk bermain film sebagai tokoh utama. Saya sempat tidak percaya, saya pikir cuma jadi fighter. Soalnya, saya tidak tahu acting dan tidak punya pengalaman. Akhirnya diyakinkan Gareth dan jalan.
Sebelum ketemu Gareth, dulu pernah ikut casting. Benarkah?
Itu setelah lulus SMA. Saya mendapat agen di Jalan Munjul, Cibubur. Bayar Rp 50 ribu untuk keanggotaan. Sempat syuting untuk iklan sepeda motor di Sentul. Dari pukul 5 pagi, selesai pukul 12 malam. Setelah itu dikabarin manajemen mendapat honor Rp 100 ribu, tapi dibilang untuk bayar keanggotaan lagi. Terus enggak mendapat apa-apa. Akhirnya tidak mau ikut dunia gituan lagi. Itulah kenapa awalnya tidak percaya kepada (ajakan) Gareth.
Berarti sempat antipati terhadap dunia showbiz?
Oh iya, sangat. Saya lebih suka yang realistis: main bola tarkam dan dibayar. Itu lebih berasa. Meski capek, kalah atau menang tetap mendapat bayaran, meski cuma Rp 100 ribu.
Anda sekarang juga berlatih fitness bersama Ade Rai. Karena tuntutan peran?
Bukan untuk penampilan, tapi lebih karena kesehatan. Sehabis syuting Berandal, hancur banget badan saya. Setiap hari (minum) teh manis sama biskuit gula, bisa habis dua bungkus. Gula semua. Berat badan sempat naik sampai 70 kilogram. Alhamdulillah, sekarang sudah 64 kilogram.
Body building itu karena tuntutan film-film Hollywood?
Bukan. Itu otomatis saja. Kesadaran saya sebagai pemain film action saja. Dengan kerja seperti ini, kalau badan saya blebek-blebek, kan tidak cocok juga. Setelah itu juga terasa bedanya, lebih punya stamina dan lebih segar.
Anda tidak mengenyam pendidikan tinggi. Kenapa?
Saya sempat mau kuliah dan ditawarin orang tua. Saya bilang, "Enggak ah. Gue mau istirahat dulu. Pusing lihat buku." Soalnya, saya orangnya paling malas. Akhirnya nganggur. Kemudian cari duit dan luntang-lantung kayak gitu. Teman saya becandain, "Dari satu pohon, pasti ada buah yang busuk. Nah, di keluarga, elu yang busuknya." Ha-ha-ha.... Soalnya semua abang dan kakak saya kuliah. Apalagi ayah saya ustad.
Setujukah kalau dibilang Anda berada di jajaran aktor papan atas Indonesia karena menembus Hollywood?
Saya tidak setuju disebut sebagai aktor. Sebab, aktor itu harus bisa memainkan segala peran. Di sini ada Deddy Mizwar, Didi Petet, Rano Karno, dan banyak lagi. Mereka yang layak disebut aktor. Saya lebih suka dibilang seorang fighter. Saya berakting karena berlaga. Mungkin karena kemampuan saya memang itu. Saya belum layak disebut aktor.
Ada keinginan mengembangkan diri menjadi seperti mereka?
Itu pasti. Tapi butuh waktu dan proses. Doakan saja. Apalagi sekarang sudah 30-an tahun, tenaga saya tidak mungkin seperti sekarang terus.
Anda adalah pemain film laga setelah era Advent Bangun dan Barry Prima. Ada beban terhadap itu?
Bagi saya, tidak ada beban sama sekali. Sebab, saya hanya menjalani hidup. Memang Indonesia selama ini sudah kangen pada aktor laga. Sudah 15-20 tahun kosong. Sekarang beda zaman. Secara spesifik, saya memperkenalkan silat. Mereka basic-nya beda, meski ketika itu disebut sebagai film silat. Bagi saya, ada semacam tanggung jawab untuk mengenalkan pencak silat yang benar. Apalagi silat tidak populer di masyarakat kita sendiri. Di pencak silat itu semua ada. Tendangan, pukulan, bantingan, pernapasan, bahkan kebatinan. Tapi ini bukan zamannya lagi ada film ngeluarin bola api dari tangan, ha-ha-ha....
Uwais Qorny alias Iko Uwais TEMPAT DAN TANGGAL LAHIR: Jakarta, 12 Februari 1983 ISTRI: Audi Item, mempunyai satu anak PENDIDIKAN: SMA YMIK Jakarta (2001) KARIER: Sopir di PT Bakrie Telecom Tbk (2004-2005), Pemain film Merantau (2009), The Raid: Redemption (2012), Man of Tai Chi (2013), The Raid 2: Berandal (2014), Star Wars: The Force Awakens (2015), Beyond Skyline (2015) PRESTASI: Meraih medali perunggu pencak silat Pekan Olahraga Daerah 2003, Meraih medali perunggu pencak silat Pekan Olahraga Pelajar Nasional 2005, Meraih medali emas Kejuaraan Pencak Silat Panasonic Cup (2005) |
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
- Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
- Akses penuh seluruh artikel Tempo+
- Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
- Fitur baca cepat di edisi Mingguan
- Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo