Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
STAR WARS: THE FORCE AWAKENS
Sutradara: J.J. Abrams
Skenario: J.J. Abrams, Lawrence Kasdan, dan Michael Arndt Berdasarkan tokoh-tokoh kreasi George Lucas
Pemain: Harrison Ford, Carrie Fisher, Daisy Ridley, John Boyega, Oscar Isaac, Adam Driver, Lupita Nyong'o
Tiga puluh tahun kemudian.
Begitu banyak yang sudah terjadi. Begitu banyak yang datang dan pergi. Demikian juga dalam jagat Star Wars.
Pada notasi pertama soundtrack garapan John Williams itu, semua penggemar fanatik di dalam bioskop seperti terkena setrum: menjerit-jerit penuh kerinduan pada musik Star Wars. Sutradara J.J. Abrams langsung melesat pada pokok plot film ini.
Ini adalah Star Wars generasi baru. George Lucas sudah menjual hak kreatif ciptaannya kepada Disney, dan para penonton setianya menanti dengan berdebar. Apakah Star Wars akan jadi manis seperti gulali? Atau J.J. Abrams mampu menghidupkan franchise yang selama ini jadi pegangan generasi 1970-an dan 1980-an dan meraup generasi milenial?
Kita berkenalan dengan mereka yang jahat: generasi kelompok hitam dengan embusan brutal Darth Vader bernama First Order yang dipimpin Kylo Ren, Pangeran Kegelapan baru (yang diperankan Adam Driver dengan penuh kekejian). Yang penting kita juga berkenalan dengan anak-anak muda yang masih hijau yang menjadi pembawa narasi cerita ini: Rey (Daisy Ridley), seorang perempuan remaja, yatim piatu, yang mencari makan dengan mengorek-ngorek mesin bekas dan menjualnya untuk dibarter dengan makanan. Rey kelak berkenalan dengan Finn (John Boyega), seorang anggota stormtrooper yang lari dari pasukannya dan berbalik membantu Rebellion, para pemberontak rezim First Order. Rey adalah perwakilan rakyat jelata yang menganggap nama Luke Skywalker adalah mitos yang tak mungkin sehebat seperti yang didongengkan banyak orang.
Maka pahamlah kita, generasi baru Star Wars ini mengingatkan generasi saya, yang akrab dengan jagat perwayangan, dengan generasi Udrayana dan Udrayaka dalam Mahabharata, yang mengira kesaktian Eyang Arjuna atau Bima hanyalah mitos karena mustahil membayangkan kehebatan mereka demikian dahsyatnya. Abrams tampak ingin memberi penggemar Star Wars pelayanan kelas premium. Tokoh-tokoh penting dari trilogi awal yang berhasil merebut dan mencengkeram hati kita itulah yang kemudian menyatukan para penggemar fanatik Star Wars pada 1970-an dan anak-cucunya, para newbie masa kini yang kok ya juga sudah begitu fasih dengan kosakata Luke Skywalker, Han Solo, Lightsaber, The Force, dan Darth Vader.
Nama-nama dari trilogi awal (trilogi awal artinya justru Star Wars IV, V, dan VI, yaitu Star Wars: A New Hope; The Empire Strikes Back; dan Return of the Jedi) ini diucapkan seperti nama-nama keramat dan penuh mitos oleh para cucu-cicit, seperti halnya salah satu dalam dunia wayang ketika mengelus kuda Eyang Arjuna almarhum dan ternyata sang kuda mampu terbang karena si cicit adalah "kesatria piningit" pilihan jagat. Jadi bayangkanlah bagaimana jika generasi baru yang dekil dan kotor—karena mereka rakyat jelata yang hidup dari mengais barang bekas di padang pasir. Seorang perempuan remaja "biasa" yang suatu saat menyadari bagaimana The Force—sebuah kekuatan energi yang terdiri atas seluruh kekuatan makhluk hidup yang mampu membuat seseorang/makhluk melakukan apa saja, tapi hanya bisa muncul dalam diri seseorang pada waktu tertentu—bukan sekadar mitos.
Dalam durasi 2 jam 16 menit, berbagai pertempuran, pembunuhan massal, perkelahian pasukan Gelap melawan para Pemberontak itu berlangsung untuk satu hal: sebuah peta lokasi Luke Skywalker yang "menghilang" dari peredaran. Dan Abrams menerjemahkan peta dalam jagat Star Wars, lengkap dengan kompleksitasnya, secara brilian. Hal lain yang memang diakui para penggemar film, Abrams adalah si Midas dalam dunia sinema, yang selalu berhasil meniupkan roh film-film lama menjadi raksasa yang memuntahkan duit tak berkesudahan. Serial TV Mission: Impossible yang, apa boleh buat, kini menjadi trade mark Tom Cruise; serial film Star Trek; dan kini Star Wars adalah hasil olahan Abrams yang bersinar-sinar.
Sebagai penggemar fanatik Star Wars, Abrams tampak ingin memenuhi rasa haus penonton (masa kini): peran utama yang ditampilkan adalah seorang perempuan (di masa lalu salah satu kritik terhadap serial film Star Wars adalah karena film itu terlalu "boys club" dan "putih banget" alias kurang multikultural) ditemani seorang lelaki Afro-Amerika. Ini pilihan yang disengaja karena Star Wars sudah memasuki abad ke-21.
Abrams juga menyadari bahwa penonton Star Wars justru kecewa terhadap trilogi prekuel (Star Wars Episode I: The Phantom Menace; Attack of the Clones; dan Revenge of the Sith), yang justru disutradarai oleh penciptanya, George Lucas. Salah satu kekecewaan penonton—dari banyak kritik—adalah karena penggunaan CGI yang dianggap berlebihan dan karena "hilang"-nya tokoh-tokoh yang disukai penonton karena tokoh itu memang belum lahir pada edisi prekuel.
Maka tak segan-segan Abrams menyediakan bergentong air segar untuk para penonton haus: pertemuan generasi baru dan generasi lama Star Wars. Jadi, meski koreografi perkelahian lightsaber yang (sengaja) dibikin berantakan (maklum, tokohnya masih newbie); meski kecewa karena ingin menyaksikan lebih banyak aksi aktor Indonesia, Iko Uwais, Yayan Ruhian, dan Cecep Arif Rahman; serta meski terasa sangat Disney karena Abrams dengan penuh kesadaran meminimalkan adegan keji atau buas, harus diakui film pertama dari trilogi Star Wars terbaru ini adalah sebuah sukses baru.
Abrams tak hanya berhasil membuat sebuah skenario dan plot cerita yang berhasil memasukkan tokoh baru dan lama dengan cerita yang logis dan bisa diterima jagat Star Wars. Dia juga tidak hanya memasang aktor Harrison Ford atau Carrie Fisher sebagai elemen nostalgia atau cameo sekadarnya. Mereka tetap jantung dari film ini, dengan urat nadi para pemain muda yang berhasil memompa kehidupan dalam jagat George Lucas yang "tidur panjang" untuk waktu yang lama.
Droid baru BB8, yang berbentuk dua bola serta bertingkah dan menggelinding seperti anjing yang patuh dan lincah, untuk sementara seolah-olah sebagai pengganti R2-D2 yang cerdas atau C-3PO yang senewen melulu. Abrams juga paham betapa pentingnya para robot dan droid ini untuk melengkapi elemen persahabatan di dunia Star Wars.
Mungkin yang kurang menarik adalah para makhluk dari ras berbeda bertubuh atau berwajah seperti binatang purba dalam edisi ini tidak banyak peran kecuali Maz Kanata. Para spesies lain hanya berperan sambil lalu.
Abrams agaknya memusatkan perhatian pada hal yang paling penting dalam trilogi IV, V, dan VI: sekeren apa pun pesawat, robot, pasukan, atau dunia fantasi yang diciptakan George Lucas, para penonton tetap selalu menjagokan bagian emosional hubungan para tokohnya dalam film-film ini. Abrams menyajikannya dengan penuh perhitungan. Dan dia juga berhasil membuat semua pemain tampil prima.
Kita terluka. Terpukau. Kita ketagihan. Dan ingin menyaksikan lanjutannya. J.J. Abrams jelas telah memberikan "Force" baru ke dalam sebuah cerita klasik yang terlantas begitu lama.
Leila S. Chudori
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
- Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
- Akses penuh seluruh artikel Tempo+
- Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
- Fitur baca cepat di edisi Mingguan
- Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo