Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Wawancara

Sengsara Dahulu, MRT Kemudian

21 Oktober 2013 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Terbengkalai lebih dari 20 tahun, proyek mass rapid transit (MRT) Jakarta akhirnya dimulai pada Oktober ini. Gubernur DKI Jakarta Joko Widodo-"tuan rumah" proyek raksasa ini-tampaknya sadar betul akan efek sosial dan transportasi yang bakal timbul selama pembangunan MRT Jakarta. "Sosialisasi kepada warga harus diberikan setiap hari. Jadi, kalau ada caci-maki, tidak ke MRT, tapi ke saya," ujar Jokowi pada peletakan batu pertama, 10 Oktober lalu.

Tadinya Jokowi sempat berkeberatan menandatangani surat pernyataan bertanggung jawab penuh terhadap penggunaan dana-yang merupakan syarat Kementerian Keuangan untuk pencairan dana hibah. Dia juga menganggap beban biaya yang sedianya menjadi tanggungan Pemerintah Provinsi DKI Jakarta terlalu berat. Toh, aneka negosiasi keras berakhir dengan peletakan batu pertama. Dan Jokowi memilih Dono Boestami, 50 tahun, untuk memimpin pelaksanaan proyek MRT Jakarta.

Datang dari dunia keuangan, Dono punya jejak panjang di wilayah perbankan hingga badan-badan usaha milik negara. Dia mengaku paham akan kompleksnya kesulitan yang akan mereka hadapi: dari urusan kemacetan, utilitas, hingga problem teknis pembangunan. "Tapi semua sudah diperhitungkan. Yang penting, biarkanlah kami membangun dulu," Presiden Direktur PT MRT Jakarta ini menegaskan.

Moda transportasi cepat berbasis rel ini akan membentang sekitar 110,8 kilometer-terbagi dalam dua koridor, yakni Selatan-Utara (Lebak Bulus-Kampung Bandan), sekitar 23,8 kilometer, dan Timur-Barat (Cikarang-Balaraja), sejauh lebih-kurang 87 kilometer. Tahap pertama yang kini sedang dibangun adalah wilayah Lebak Bulus-Bundaran HI-dan akan disusul Bundaran HI-Kampung Bandan. Menurut Dono, pada awal 2018 diharapkan MRT Jakarta sudah bisa beroperasi.

Sejak Maret lalu, Dono berupaya mendekatkan diri dengan dinamika transportasi publik. Dia mulai menjarangkan naik mobil pribadi-dan menggantinya dengan "kombinasi kendaraan umum": dari taksi hingga kereta. "Mudah dan praktis ke mana-mana," ujarnya seraya tertawa.

Di tengah jadwal rapatnya yang padat sepanjang Senin pekan lalu, Dono menerima wartawan Tempo Purwani Diyah Prabandari, Hermien Y. Kleden, Tomi Aryanto, dan Mitra Tarigan untuk wawancara ini. Perbincangan berlangsung di kediamannya yang simpel dan asri di Jalan Bangka XI, Jakarta Selatan.

Kenapa proyek ini baru dikerjakan sekarang?

PT MRT Jakarta berumur lima tahun, tapi studinya sudah dimulai pada 1986. Menurut saya, Jakarta ketinggalan jauh dibanding negara-negara tetangga. Perbandingannya begini: sekitar sepuluh tahun lalu, kita berada pada level yang sama dengan Bangkok, Manila, dan Kuala Lumpur-tidak usah menyebut Singapura atau Hong Kong. Sekarang kita sudah sangat ketinggalan. Saya selalu bilang, kita harus menjaga jangan sampai ketinggalan oleh Myanmar.

Mereka sudah datang dan belajar ke MRT Jakarta?

Mereka datang berkunjung dan minta belajar. Saya bilang, "Kami saja belum jalan, kok, Anda sudah datang?" Mereka bilang, "Kami ingin mempelajari semuanya. Ini adalah titik awal untuk belajar. Termasuk kesalahan atau kesulitan apa saja yang mungkin timbul. Juga peraturannya apa saja."

Studi proyek ini sudah lebih dari 25 tahun, dan pembaruan terakhir dilakukan pada Februari lalu. Apa saja intisari pembaruannya?

Semuanya. Awalnya proyek ini senilai sekitar Rp 8 triliun. Setelah diperbarui, menjadi Rp 16 triliun. Desainnya juga berubah. Awalnya hanya sampai Dukuh Atas. Tapi, begitu dikaji lagi, diputuskan sampai Bundaran HI. Jadi track-nya diperpanjang sampai ke Kedutaan Jepang. Skema pendanaan serta metode pembayaran pun berubah.

Bisa lebih detail soal skema pendanaan?

Proyek ini sudah fully funded (terpenuhi seluruh pembiayaannya). Dasarnya Peraturan Daerah Nomor 3 Tahun 2008 tentang Pembentukan BUMD PT MRT Jakarta dan Perda Nomor 4 Tahun 2008 tentang Penyertaan Modal Pemerintah terhadap PT MRT Jakarta. Itu sudah direvisi pada 25 September lalu. Maka modal dasarnya sekarang menjadi Rp 14,8 triliun, dan disetor bertahap sesuai dengan kemajuan proyek. Pendanaan proyek ini dari Japan International Cooperation Agency (JICA), Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara, serta Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah. Ini proyek pertama di Indonesia yang memakai sub-agreement tiga level.

Level apa saja?

JICA dengan pemerintah pusat ada persetujuan pinjaman. Pemerintah pusat dengan Pemerintah Provinsi DKI Jakarta ada dua level pendanaan: hibah 49 persen dan pinjaman 51 persen. Nah, pendanaan dari DKI ke PT MRT Jakarta adalah sebagai penyertaan modal pemerintah.

Sistem tanggung jawab pembayarannya bagaimana?

Pinjaman itu adanya di pemerintah pusat. Pusat berkewajiban mengembalikan 100 persen pinjaman. Pemerintah provinsi ke pusat bebannya hanya 51 persen. Nah, 100 persen dana yang masuk ke kami dari pemerintah provinsi berupa ekuitas penyertaan modal. Jadi ini wujudnya badan usaha milik daerah (BUMD).

Dengan lain kata, MRT Jakarta tidak perlu memusingkan urusan pembayaran pinjaman?

Itu urusan di pemerintah pusat. Tenornya 40 tahun, grace period (masa tenggang) 10 tahun. Bunganya 0,1 dan 0,2 persen, dalam yen. Untuk pemerintah DKI, dana yang harus ditanggung hanya 51 persen. Menurut saya, itu seperti gratis. Hanya, ini sifatnya tight loan.

Maksudnya?

Kontrak kami adalah mendesain dan membangun. Tight loan itu mengikat, jadi ada kewajiban 30 persen barang harus datang dari Jepang.

Bagaimana Anda mengatur hal yang sudah mengikat dalam tender terbuka?

Tetap ada tender dan dengan standar internasional. Bayangkan saja, ini proyek 16 kilometer dibagi menjadi delapan paket. Untuk pekerjaan sipil saja dibagi atas enam paket, bawah dan atas. Belum soal track dan gerbongnya. Jadi memang dibagi-bagi atas beberapa paket dan mereka mendapat kesempatan. Tapi ini bukan arisan.

Apakah ada jaminan proyek ini tetap berjalan andai di tengah jalan terjadi pergantian pemimpin Provinsi DKI Jakarta?

Seharusnya tidak ada perubahan lagi. Ketuk palu untuk perdanya sudah dilakukan pada 25 September lalu, walaupun memang ada peraturan yang belum beres.

Peraturan apa?

Perjanjian konsesi. Ada peraturan demikian: tiga bulan sebelum MRT beroperasi secara komersial, pemerintah dengan Direktorat Jenderal Kereta Api harus menetapkan tarifnya.

Kira-kira berapa prediksi tarifnya?

Kami ini kan BUMD. Mau berapa pun tarif yang ditentukan, tak ada masalah bagi kami. Yang penting, ada biaya operasional.

Boleh kami tahu ancar-ancarnya?

Sebaiknya kami tidak berbicara soal itu dulu. Sebab, berapa pun angka yang dinyatakan sekarang, belum tentu relevan dengan masa lima tahun lagi, saat proyek ini kelar.

Seperti apa rencana integrasi dengan moda transportasi publik lain?

Integrasi artinya kita ngomong tentang mengatasi kemacetan Jakarta. Masalah ini tak bisa diselesaikan hanya dengan MRT. Jadi harus ada integrasi. Yang sudah pasti dengan kereta rel listrik (KRL). Stasiun Dukuh Atas nanti amat dekat dengan stasiun KRL. Juga Lebak Bulus, karena di sana ada terminal bus antarkota. Nanti ada juga kereta api bandara, yang rencananya dimulai pada 2017, dari Manggarai. Salah satu perhentiannya di Stasiun Dukuh Atas. Lalu ada Transjakarta, jalan tol dalam kota, KRL Loop, dan monorel.

Bagaimana Anda mengatur pekerjaan konstruksi di wilayah padat dengan jalan-jalan sempit macam Fatmawati?

Kami usahakan tidak mengurangi kapasitas angkut jalan. Dan kami mengerjakannya pada jam senggang lalu lintas. Misalnya malam hari. Saat pagi, hanya kami ambil satu jalur. Yang tiga tetap digunakan. Pada puncak kesibukan lalu lintas, kami kembalikan ke empat jalur. Juga akan ada pengalihan lalu lintas. Jadi bisa saja lalu lintas dialihkan ke Buncit atau Ampera.

Tentang sosialisasi kepada publik, apa strategi yang Anda rencanakan?

Sosialisasi sudah aktif kami lakukan dengan macam-macam cara: dari selebaran, website, media, hingga pertemuan langsung dengan komunitas masyarakat. Saya selalu bilang, proyek MRT ini merupakan sengsara yang membawa nikmat. Tolonglah bertahan bersama kami. Mari kita bersusah-susah dulu karena kemacetan akibat pembangunannya. Tapi nanti Lebak Bulus-Bundaran Hotel Indonesia bisa kita capai hanya dalam 30 menit. Untuk wilayah Fatmawati, kini sedang ada pelebaran 10 meter pada setiap sisi. Tapi itu oleh Pekerjaan Umum, bukan kami. Mereka yang menertibkan.

Perlawanan masyarakat semacam di Fatmawati apa sudah diperhitungkan?

Kami melakukan rapat koordinasi dengan Wali Kota Jakarta Selatan, dinas tata ruang, dan lain-lain. Kami juga memberi masukan serta informasi yang perlu.

Di mana warga Jakarta bisa mendapat informasi terbaru tentang kondisi riil lalu lintas di wilayah pembangunan MRT?

Kami menggunakan CCTV di www.jakartamrt.com. Jadi, sebelum ke kantor, masyarakat bisa mengecek situasi lalu lintas. Juga, bila ada kegiatan memasukkan alat berat di titik tertentu, informasinya bisa dicek di situs ini. Dengan demikian, masyarakat bisa memilih jalan lain atau siap macet. Kami juga akan menyesuaikan jadwal. Misalnya, kami tidak akan memindahkan barang berat pada jam makan siang.

Persoalan utilitas adalah salah satu yang krusial. Komentar Anda?

Memang harus hati-hati sekali. Kami sudah memperhitungkan dan menanyakannya ke berbagai instansi pemilik kabel-kabel bawah tanah. Jadi jangan sampai terjadi seperti di Dukuh Atas kemarin. Kami menggali, tiba-tiba menemukan pipa gas. Padahal, saat kami melakukan rapat koordinasi dengan Perusahaan Gas Negara, mereka bilang tidak punya apa-apa di situ. Untunglah pipa itu sudah tidak berfungsi, dan kami pindahkan dulu ke atas. Kami sudah diminta Wakil Gubernur (Basuki Tjahaja Purnama) membuat rencana utilitas.

Jakarta penuh dengan gedung menjulang dan punya problem struktur tanah. Apa jaminannya bahwa seluruh konstruksi akan aman?

Pembangunan di tiap titik akan menggunakan metode berbeda. Kami tidak memakai pasak bumi, tapi mengebornya dulu, agar lebih aman. Kemudian kami menggali tanah pelan-pelan sembari mengecek apakah di dalam masih ada utilitas. Setelah itu, baru tembok beton dibangun. Jalanannya juga kami yang mendesain dengan sistem single tunnel (terowongan tunggal), single track (satu jalur). Diameternya tidak terlalu besar, 6-7 meter. Jadi nantinya ada dua terowongan. Ini akan kami sesuaikan dengan struktur tanahnya.

Soal banjir bagaimana?

Semua sudah dipikirkan, termasuk pola banjir tahunan.

Dalam hitungan Anda, seberapa besar kemacetan lalu lintas Ibu Kota akan menurun oleh kehadiran MRT?

Soal ini gampang-gampang susah. Misalnya saja, kami tidak memprediksi adanya low cost green car, tapi tiba-tiba keluar kebijakan ini. Memang pemerintah DKI kemudian membuat sistem electronic road pricing, memahalkan ongkos parkir, dan menaikkan pajak kendaraan bermotor. Angka kemacetan diperkirakan bisa diturunkan 30-35 persen.

Bagaimana perhitungan nilai manfaat MRT?

Studi JICA dan konsorsium lain sepanjang 2004-2005 menunjukkan, kalau tidak menggunakan MRT, potensi kerugian kita mencapai Rp 12,8 triliun per tahun. Itu hanya dari sektor kemacetan. Kalau hingga 2020 tetap tidak ada perbaikan, akumulasi potensi kerugian mencapai Rp 65 triliun. Ini belum bicara polusi. Sekitar 80 persen polusi Jakarta adalah akibat kendaraan. Juga soal ruang terbuka hijau yang sudah habis.

Hal apa saja yang Anda pandang sebagai hambatan utama selama masa konstruksi?

Pertama, kondisi lapangannya tak selalu bisa diperkirakan. Misalnya, kami sudah mengebor hingga kedalaman 50 meter, tapi belum tentu menemukan tanah yang homogen. Kedua, soal utilitas. Kami harus amat hati-hati. Jangan sampai kami sudah bikin macet, listriknya padam pula. Ketiga, kesiapan warga Jakarta bila MRT sudah beroperasi. Ini penting karena ada saja orang yang khawatir soal keamanan bawah tanah, soal preman, hingga membeli tiket dengan mesin.

Berapa lama warga Jakarta harus menghadapi kemacetan terburuk akibat pembangunan proyek ini?

Tiga sampai empat tahun.

Dono Boestami:
Tempat dan tanggal lahir: 13 Januari 1963 Pendidikan: Sarjana Teknik Sipil University of Wisconsin-Platteville (1985) | Master Manajemen Proyek dan Konstruksi Golden Gate University (1989) Karier: Presiden Direktur PT MRT Jakarta (sejak Maret 2013) |Direktur Keuangan PT Atlas Resources Tbk (2011-2013) | Direktur Keuangan PT Bukit Asam (Persero) Tbk (2006-2011) | Direktur PT Barclays Capital Securities Indonesia (2004-2006) | Presiden Direktur PT Citigroup Securities Indonesia (2001-2004) | Direktur Perbankan Investasi (Investment Banking) PT Danareksa (1996-2001)

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
>
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus