Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Wawancara

Sutiyoso: Pemimpin Harus Rada Gendeng

9 Januari 2006 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

FEBRUARI besok Gubernur Sutiyoso punya gawean baru: menegakkan Peraturan Daerah Pengendalian Pencemaran Udara. Pada aturan yang disahkan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah setahun lalu, ada pasal mengenai larangan merokok di sembarang tempat. Pelanggar bakal diganjar denda Rp 50 juta atau enam bulan penjara. Pasal lain mengatur kewajiban pemilik gedung menyediakan tempat bagi perokok, dan uji emisi bagi pemilik kendaraan bermotor.

Program lain yang kini dikebut Pemerintah Provinsi DKI Jakarta adalah 15 koridor busway dan monorel. Koridor satu, Blok M-Kota, sudah beroperasi sejak Februari 2004 dan rata-rata tiap bulan mengangkut 1,9 juta penumpang. Dari hasil survei, sekitar 14 persen pemilik mobil pribadi berpindah ke busway. Sutiyoso berharap, sebelum masa tugasnya berakhir pada pertengahan 2007, dua moda angkutan cepat itu bakal terealisasi. Termasuk juga pencanangan subway dan enam ruas tol dalam kota.

Dia membantah semua proyek itu untuk bekal dirinya maju kembali dalam pemilihan secara langsung Gubernur Jakarta periode 2007-2012. Mantan Pangdam Jaya yang sudah menjabat selama dua periode ini mengaku akan pensiun dan emoh bergabung ke partai politik.

Untuk mengetahui persiapannya menegakkan Perda Pengendalian Pencemaran Udara (PPU), realisasi proyek transportasi massal (PTM), dan ”kekerasan”-nya mengemudikan Jakarta, Untung Widyanto dan fotografer Hendra Suhara dari Tempo, Selasa pekan lalu, mewawancarainya.

Bagaimana Pemerintah Provinsi DKI Jakarta menyiapkan petugas untuk menegakkan Perda PPU?

Secara efektif, perda itu baru berlaku 4 Februari 2006. Selama setahun ini kami sudah mensosialisasinya melalui penyebaran brosur dan informasi lain. Kami juga meminta bantuan organisasi kemasyarakatan seperti Wanita Indonesia Tanpa Tembakau. Untuk penegakan perda ini, kami mengerahkan penyidik pegawai negeri sipil dan penyidik dari Polda Metro Jaya. Mereka tergabung dalam satu satuan tugas.

Berapa jumlahnya?

Memang belum terbentuk. Mereka kami rekrut dari semua dinas di Jakarta yang memiliki penyidik pegawai negeri sipil (PPNS). Kami akan menatar mereka agar mengenali Perda PPU tersebut, misalnya apa saja yang merupakan bentuk pelanggaran.

Di mana satgas itu akan disebar?

Mereka berada di titik-titik berkumpulnya masyarakat, mengobservasi dan langsung mengambil tindakan terhadap yang melanggar. Mereka juga akan memantau gedung-gedung, apakah menaati Perda PPU atau tidak.

Dalam Perda PPU, dijelaskan bahwa perokok bisa meminta haknya kepada pemilik ruang publik tempat untuk perokok. Bagaimana pemda memfasilitasi hal ini?

Kami memang mewajibkan setiap gedung memiliki kawasan untuk merokok dan dilengkapi persyaratan teknis alat pengisap udara. Namun, sampai saat ini belum terlihat upaya konkret di lapangan. Mereka baru sekadar memberikan penandaan atau menetapkan, misalnya kafe atau restoran, sebagai kawasan bebas rokok.

Apa yang dilakukan satgas terhadap pemilik gedung yang masih bandel?

Kami beri peringatan terlebih dulu. Jika beberapa peringatan tidak diindahkan, mereka akan mendapat sanksi.

Sanksinya?

Akan dikeluarkan oleh pengadilan.

Melihat belum siapnya penyidik di lapangan, banyak yang khawatir Perda PPU ini seperti perda larangan membuang sampah yang tidak berjalan….

Saya harap tidak seperti itu. Makanya, kami siapkan dengan baik mulai sosialisasi, personel, dan saya lakukan inspeksi mendadak. Dari sidak di lapangan, memang banyak yang kurang siap. Kami harapkan muncul kesadaran masyarakat bahwa ini semua untuk kebaikan bersama.

Soal sanksi bagi perokok Rp 50 juta, ada yang khawatir nanti pelanggar dan PPNS main mata.…

Memang itu semua penyakit petugas yang tidak boleh terjadi di sini. Masyarakat harus bekerja sama, dan jangan mau membayar denda, karena sanksi Rp 50 juta itu kan setinggi-tingginya. Bisa saja pelanggar cuma dihukum bayar Rp 1 juta atau Rp 100 ribu, tergantung tingkat kesalahannya.

Kontrol dari Pemerintah Provinsi DKI terhadap PPNS ini seperti apa?

Tiap pegawai kita monitor, baik terbuka maupun tertutup. Akan ada petugas yang mengikuti secara diam-diam gerak-gerik PPNS itu. Yang paling baik adalah masyarakat jangan melakukan, toh dia tidak dilarang merokok. Boleh merokok, asal di tempatnya. Ngapain susah, dihukum maupun dipungli sama petugas? Kan mending enggak usah dua-duanya dengan cara tidak merokok di sembarang tempat.

Apakah tak perlu memberi gaji yang tinggi kepada PPNS agar mereka tidak tergiur uang damai?

Penyidikan itu kan sudah pekerjaan mereka, seperti Trantib yang mempunyai gaji dan honor. Jadi, tidak setiap tugas lalu kita beri perangsang. Sejauh ini kami belum memikirkan seperti itu. Gaji itulah yang mereka terima.

Mengapa pemerintah DKI membatasi perokok namun tidak membatasi iklan rokok di luar ruangan?

Lho, kami tidak melarang merokok. Yang kami larang adalah merokok dengan cara yang mengganggu orang lain. Sebab, selama ini orang yang tidak merokok menghirup udara beracun. Ini tidak adil. Hak mendapat udara bersih bagian dari hak asasi manusia. Soal reklame itu enggak jadi masalah, dan tidak ada kaitannya dengan pembatasan merokok.

Misalnya di angkutan umum ada yang merokok, ke mana penumpang yang tidak merokok mengadukan pelanggaran itu?

Mereka bisa mengadu ke satgas yang akan berkeliaran di mana-mana. Para satgas itu mempunyai tanda-tanda tertentu.

Organda mengeluh tidak bisa menyediakan tempat merokok di angkutan umum karena terbatasnya ruang....

Di angkutan umum memang tidak boleh merokok. Kalau merokok, ya, di luar saja. Seperti di pesawat udara, kan juga dilarang merokok.

Realitasnya, di angkutan umum, seperti bus non-AC, masih ada yang merokok. Bagaimana ini?

Sekarang kan sudah ada perdanya. Ya, tangkap saja orang yang merokok itu. Satgas itu yang akan langsung menindak. Untuk semua kendaraan umum dan pribadi, uji emisi akan dilakukan pada bengkel-bengkel yang memperoleh sertifikat dari Pemerintah Provinsi Jakarta.

Bisakah warga mengadukan angkutan umum yang knalpotnya mengeluarkan asap hitam?

Tidak usah mengadukan, kami akan menangkap awak angkutan itu. Memang mereka bisa mengadu ke Dinas Perhubungan.

Dalam Perda PPU, disebutkan kendaraan umum dan milik dinas berbahan bakar gas. Sudah berapa persen itu?

Kami mulai dari busway untuk koridor satu dan seterusnya. Pada koridor satu (Blok M-Kota) tidak menggunakan gas karena Pertamina ketika itu tidak siap menyediakan bahan bakar gas. Kini kami sudah menandatangani MoU dengan Perusahaan Gas Negara dan Pertamina. Setelah busway, lalu kendaraan umum, dinas, diikuti oleh pemerintah pusat dan TNI/Polri gunakan gas. Pasokan gas juga harus mudah, begitu juga harganya lebih murah.

Apa lagi yang akan dilakukan untuk mengurangi pencemaran udara Jakarta?

Kami mengimplementasikan Pola Transportasi Makro. Menurut survei WHO, Jakarta termasuk kota yang terpolusi berat udaranya, nomor tiga setelah Kota Meksiko dan Bangkok. Kotornya udara ternyata 80 persen disumbang oleh kendaraan bermotor, yang kini jumlahnya mendekati 5 juta. Lihat sendiri bagaimana asap knalpot bus PPD dan lainnya, termasuk bajaj, yang melewati ambang batas.

Bagaimana menguranginya?

Kami harus menyediakan angkutan umum massal yang representatif, aman, dan nyaman. Dalam Pola Transportasi Makro itu ada busway, monorel, subway, dan angkutan air. Dari sini semua diatur secara integratif. Nantinya diharapkan kendaraan umum yang beroperasi ramah lingkungan. Busway sudah mulai menggunakan gas, nantinya bajaj dan taksi. Monorel dan subway nantinya menggunakan listrik. Angkutan umum massal itu dapat mengalihkan para pengguna mobil pribadi. Dengan langkah ini, dipastikan pencemaran udara akan terpangkas secara signifikan. Jadi, PTM memiliki dua tujuan, mengatasi transportasi (kemacetan lalu-lintas) dan mengurangi polusi udara. Tahun 2007 targetnya 10 koridor busway selesai, dan tahun itu monorel diharapkan mulai beroperasi.

Tapi, untuk monorel, sampai sekarang kan belum pasti investornya?

Pada 15 Januari ini harus sudah final siapa pengelolanya, apakah dia terus atau saya ganti. Namun selama ini pembangunan fisik terus berjalan, walaupun tidak gegap-gempita atau ngebut. Masih banyak konsorsium lain yang akan meneruskan. Kami tidak mengeluarkan dana, yang mencari dananya konsorsium itu.

Ada keluhan tidak siapnya feeder pada busway koridor satu.…

Memang, tapi sambil jalan kita perbaiki. Untuk busway koridor dua dan tiga, saya ajak pengusaha bus yang ada di situ juga, sehingga mereka mampu bekerja sama dengan baik sehingga feeder-nya baik. Saya melihat saat ini ada inisiatif dari masyarakat yang tinggal di kompleks perumahan membangun bus feeder sendiri. Busnya bagus-bagus, lagi. Misalnya warga Bintaro dan kompleks perumahan Citra.

Kenapa tempo hari Anda begitu ngotot soal busway, padahal tentangan datang dari berbagai pihak?

Jika kita tidak melakukan terobosan di bidang transportasi, paling lambat 2014 akan terjadi stagnasi transportasi di Jakarta. Menurut survei pada 2001, ada 4,5 juta tambahan pasokan kendaraan bermotor, atau 130 unit per hari. Busway ini kendaraan untuk orang kecil, jadi yang memaki-maki saya selama ini adalah orang-orang kaya yang merasa terganggu. Mungkin karena ada jalur yang hilang dipakai busway.

Apakah terjadi perpindahan dari pemilik kendaraan pribadi ke busway?

Dari survei, 14 persen penumpang kendaraan pribadi pindah ke busway jalur Blok M-Kota. Ini lebih tinggi dibandingkan dengan jalur di Kota Bogota yang cuma 4-5 persen. Saya yakin, kalau 10 koridor sudah terbangun dan monorel jalan, kemacetan lalu-lintas di Jakarta akan terurai paling tidak 20 persennya. Ini saya sebut langkah pertama. Ada dua langkah lagi yang akan kita lakukan, yakni membangun tol dalam kota dan pembatasan kendaraan pribadi.

Kapan realisasi pembangunan tol dalam kota itu?

Selama ini yang dibangun kan lingkaran dalam dan luar Jakarta. Nantinya akan dibangun enam tol yang memotong di dalam kota dan jalan layang. Tahun ini sudah mau dilelang dengan melibatkan swasta, yang investasinya Rp 23 triliun.

Pemerintah provinsi tidak sanggup membiayai?

Tidak. Memang ada BUMD yang ikut, yaitu Jakarta Propertindo. Untuk swasta, kami akan selektif dengan memilih investor yang kuat, agar tidak ada kemacetan seperti selama ini.

Untuk langkah ketiga?

Di kota besar mana pun di dunia selalu ada kebijakan membatasi kendaraan pribadi. Memang caranya lain-lain. Saya akan mencari formula yang tepat dan cocok setelah jaringan Pola Transportasi Makro ini terbentuk. Sekarang ini kan ada three in one. Mungkin cara ini tidak saya pertahankan lagi jika jaringan itu sudah cukup. Mungkin yang lebih fair lagi adalah dengan membayar. Duitnya itu kita kumpulkan untuk mensubsidi angkutan umum.

Mengapa sulit sekali merealisasi subway, yang konsepnya sudah lama ada?

Anda tahu sendiri, saya jadi gubernur delapan tahun, presidennya ganti lima kali sehingga kabinetnya gonta-ganti terus. Saya harus ngelobi terus...karena orang baru lagi. Waduh, capek. Sudah mau final, berubah lagi karena orang baru lagi, akhirnya jadi nol lagi. Kini ada soft loan dari Jepang, dan bolanya ada di pemerintah pusat.

Presiden Susilo Bambang Yudhoyono sudah menyetujuinya?

Beliau langsung menangkap, dan mengundang saya bersama pertemuan dengan Menteri Perhubungan. Jika tidak ada halangan, mestinya akhir tahun ini sudah dicanangkan. Soft loan dari Jepang itu bunganya 0,75 persen dengan jangka waktu 40 tahun, tenggang waktunya 10 tahun. Jadi 2006 kita pakai, baru 2016 kita mulai angsur. Karena itu, saya yakin kita bisa. Sebab, pendapatan daerah saja saya proyeksikan Rp 20 triliun pada 2007. Artinya, kita mampu. Jika subway jadi, busway koridor I (Blok M-Kota) akan hilang karena ini koridor sementara.

Busway sudah terwujud, dan Anda ngotot mewujudkan PTM lain. Apakah ini bekal untuk pemilihan Gubernur Jakarta secara langsung pada 2007?

Wah, siapa yang mau milih saya? Bisa jadi aturannya memungkinkan, karena dulu saya dipilih oleh DPRD, dan tahun depan pemilihan langsung. Namun, saya harus tahu dirilah. Dua periode menjabat gubernur sudah cukup, dan harus memberi kesempatan kepada yang lain.

Tapi, kalau banyak yang mendukung dan mendorong Anda maju lagi?

Tidaklah.…

Setelah tidak menjabat, akan ke partai?

Apalagi itu, saya enggak punya bakat. Politisi itu sudah jauh dari pribadi saya. Di partai politik, hijau bisa dikatakan merah, merah bisa dikatakan kuning. Kan susah ngomong seperti itu.

Ada yang mengkritik, delapan tahun menjadi gubernur, Anda tidak memperhatikan orang miskin. Misalnya dalam hal perumahan, kesehatan, dan pendidikan….

Pasti ini LSM yang menuduh seperti itu. Coba lihat, ada tidak sekolah gratis di Indonesia? Pemerintah pusat saja baru bercita-cita, tapi saya di Jakarta sudah menggratiskan. Artinya, orang miskin sampai 9 tahun menyekolahkan anaknya gratis. Ada enggak provinsi yang memberi subsidi pelayanan kesehatan sampai Rp 200 miliar? Untuk pembanding, yang namanya bantuan kompensasi BBM bidang kesehatan hanya Rp 10,4 miliar dari pusat. Anda tahu tidak? Ada program pemberdayaan masyarakat kelurahan, satu kelurahan Rp 2,4 miliar, yang bisa dipinjam oleh masyarakat tanpa bunga. Ini kan meningkatkan kesejahteraan orang miskin. Air bagi orang miskin di Jakarta lebih murah ketimbang di Bogor, Tangerang, dan Semarang, atau kota lain. Silakan menilainya.…

Kalau soal rumah, bagaimana? Kan banyak warga miskin yang tergusur.

Kami sudah membangun rumah susun massal di Cengkareng, Jakarta Barat. Padahal dulu, ketika kami melakukan penggusuran permukiman liar untuk rumah susun itu, penolakannya sangat keras. Kini, setiap saya datang, dicium habis tangan saya. Lalu di Kali Angke perumahan susun khusus buat nelayan.

Namun, jumlah orang miskin di Jakarta tetap saja besar….

Ini masalah yang selalu dihadapi setiap Gubernur DKI Jakarta. Misalnya ada 10 orang miskin di Jakarta. Saya sudah saya openin lima, logikanya kan tinggal lima yang belum tertangani oleh kebijakan pemerintah DKI. Namun, datang lagi delapan, melalui urbanisasi dari berbagai daerah. Jakarta itu memang begitu populer sehingga yang saya openi bukan warga Jakarta, tetapi orang-orang miskin dari daerah yang dikirim ke sini. Kami tidak mampu menolaknya.

Saya berasal dari keluarga miskin sehingga saya peka sekali dengan mereka. Saya selalu teringat zaman saya susah, jadi enggak mungkin saya tidak sensitif kepada orang miskin. Saya sudah kenyang dinilai negatif seperti itu. Dasar tuduhannya apriori saja. Ibaratnya aku bersiul dilaporkan ke polisi. Mereka setiap hari mendemo saya sampai uangnya habis. Mereka itu sesungguhnya kelompok anti-kemapanan.

Siapa kelompok itu?

Ya..., adalah.… Masuk akal tidak, sebuah teknologi pengolahan sampah yang kita ambil dari Berlin dan Vancouver? Di dua negara itu, instalasi mereka berada di tengah kota yang masyarakatnya peduli lingkungan, tapi tidak pernah ribut. Teknologi sejenis itu dibawa ke Bojong, Bogor, untuk diuji coba, eh... lantas dibakar. Bagaimana ini? Negeri ini tidak akan pernah membangun dirinya kalau kelakuan kayak begitu dibiarkan. Inilah bentuk anti-establishment itu. Mereka enggak mau jadi stabil.

Bisa jadi sosialisasi teknologi buat warga Bojong kurang?

Ah, sudah kuno. Masa, satu setengah tahun dianggap kurang. Ketika dibangun, masyarakat tahu. Namun ketika uji coba malah kendaraannya dibakar. Yang namanya uji coba kan dilihat apakah teknologi itu ramah lingkungan atau tidak. Udah begitu, warga ramai-ramai mencuri TV dan peralatan perusahaan pengolah sampah di Bojong. Ini kan memalukan. Jadi, pada zaman edan seperti ini, pemimpinnya harus rada-rada gendeng.

Ketika di AMN Magelang dan Suslafa Infantri Bandung, Anda dijuluki si Bendol atau Bandel?

Bendol itu panggilan saya di keluarga, waktu kecil, yang artinya bandel. Lalu terbawa di lingkungan teman-teman saya. Memang asal-usul saya seperti itu, namun karakter saya berubah total 180 derajat sejak masuk taruna. Saya jadi manusia yang genah.

Julukan itu tampaknya sesuai dengan kepemimpinan Anda di Jakarta, misalnya dalam hal penggusuran, busway, pagar Monas, dan lainnya?

Jadi pemimpin itu harus berani mengambil risiko. Pada setiap kebijakan besar, pasti ada yang dirugikan. Namun, pilihan harus dilanjutkan sepanjang kita meminimalisasi kerugian yang timbul untuk kepentingan yang lebih besar. Dalam soal PTM, misalnya, saya yakin yang membuat konsep adalah pakar dan profesor yang mengetahui masalah transportasi. Tidak hanya itu, saya datangkan juga konsultan dari Bogota, kota yang pertama kali berhasil menerapkan busway di dunia. Akhirnya saya meyakini PTM mampu menyelesaikan masalah, dan saya sebagai pemimpin harus berani memulainya, walaupun banyak caci-maki dan kecaman.

Sutiyoso

Lahir:

  • Semarang, 6 Desember 1944

Pendidikan:

  • 1963: tamat SMA di Semarang
  • 1968: masuk Akademi Militer Nasional (AMN)

Karier:

  • 1988-1992: Asisten Personel, Asisten Operasi, dan Wakil Komandan Jenderal Kopassus
  • 1994: Kepala Staf Kodam Jaya
  • 1996: Panglima Kodam Jaya
  • 1997 - 2002: Gubernur DKI Jakarta
  • 2002 - 2007: terpilih kembali menjadi Gubernur DKI Jakarta
  • 2004 - 2008: Ketua Umum PBSI
  • Ketua Asosiasi Pemerintahan Daerah Seluruh Indonesia

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
>
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus