Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Wawancara

Taufan Mokoginta: Industri Kopi Kita di Fase Penuh Inovasi

Besar harapan Taufan Mokoginta agar permintaan kopi di Indonesia semakin meningkat demi mendongkrak kualitas industri kopi.

10 Desember 2023 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar
Juara Dunia di acara World Coffee Roasting Championship, Taufan Mokoginta berpose di Jakarta, 8 Desember 2023. TEMPO / Hilman Fathurrahman W

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Poin penting

  • Taufan Mokoginta sukses menjuarai World Coffee Roasting Championship atau WCRC 2023 di Taiwan.

  • Biji kopi beraroma buah-buahan diprediksi makin diminati pencinta kopi Indonesia.

  • Taufan pantang menganggap remeh es kopi susu sebagai primadona konsumen kopi dalam negeri.

Seperti kopi yang baru diseduh, nama Taufan Mokoginta semerbak harum di lini masa media sosial dan media berita dalam beberapa pekan terakhir. Musababnya, Taufan sukses menjadi juara dalam World Coffee Roasting Championship (WCRC) 2023 di Taiwan, 16-20 November lalu.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Taufan menjadi yang terbaik dari coffee roaster lain, seperti Talha Erdinc Bas asal Turki, Andrew Coe dari Amerika Serikat, dan Yoshikuyi Nakamura asal Jepang. Bagi Taufan, gelar juara ini tak cuma untuk dirinya. Ia mempersembahkan kemenangan dalam WCRC 2023 untuk dunia kopi di Tanah Air. "Ini sudah lama kami inginkan," katanya ketika ditemui di Jakarta Convention Center, Jakarta, Jumat lalu.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Taufan berharap prestasi ini bisa membawa khazanah kopi Indonesia dikenal dunia. Dia optimistis industri kopi Tanah Air sedang memasuki masa perkembangan cukup pesat. Bahkan gairah tersebut terasa sampai di kebun-kebun kopi.

Kepada Indra Wijaya dari Tempo, Taufan bercerita tentang perjalanan kariernya di dunia kopi, dari kasir kedai kopi, beranjak menjadi barista, hingga kini sebagai pemanggang kopi atau coffee roaster. Dia juga bercerita tentang jalannya kompetisi WCRC di Taiwan pada November lalu, yang ia anggap teramat ketat.

Ada juga pandangan Taufan tentang es kopi susu yang masih menjadi primadona konsumen kopi di Indonesia. "Jangan anggap sebelah mata, siapa tahu itu nanti jadi trademark kopi Indonesia," ujarnya. Berikut ini wawancara Tempo dengan Taufan Mokoginta. 

Juara World Coffee Roasting Championship, Taufan Mokoginta. Dokumentasi Pribadi

Bagaimana perasaan Anda menjuarai World Coffee Roasting Championship?

Saya tentu senang. Akhirnya Indonesia punya juara dunia di specialty coffee. Itu sudah lama kami inginkan. Ini kompetisi dunia pertama yang saya ikuti. Sebelumnya, saya ikut kompetisi roasting di tingkat nasional pada 2022 dan jadi juara kedua. Lalu, pada (kompetisi roasting nasional) 2023, saya juara satu. Karena itu, saya bisa mewakili Indonesia dalam kompetisi dunia.


Bagaimana perjalanan Anda dalam kompetisi tersebut? Kopi apa yang Anda roasting dan bagaimana prosesnya?

Kompetisi ini sebenarnya berjalan pada 16-20 November lalu, lima hari. Hari pertama, kami melakukan pertemuan orientasi untuk membahas masalah pemanggang kopi dan regulasinya. Semacam tata cara kompetisi. Jadi, kalau ada peserta yang ingin bertanya, bisa di situ.

Pada hari pertama juga ada kegiatan praktik laboratorium. Dalam agenda ini, semua kompetitor diberi green bean atau biji kopi yang akan kami roasting. Sayangnya, biji-biji kopi ini tidak boleh dibawa pulang. Jadi, ya, dicek di laboratorium itu untuk tahu biji kopi ini sifatnya seperti apa, karakternya seperti apa. Tapi tidak boleh mencobanya, hanya mengecek bahan mentah. Kami cek dulu kadar air dari biji itu, lalu kepadatannya seperti apa, warna dan aroma seperti apa. 


Lalu?

Keesokan harinya atau hari kedua, kami masuk sampling coffee, open cupping, dan practice production roast, yakni sampel dan produksi. Nah, hasil produksi itulah yang akan dinilai juri. Production roasting itu dibagi lagi jadi dua, yakni single origin coffee dan blend coffee. Single origin coffee berarti kopi yang berasal dari satu daerah doang.

Jadi, pada hari kedua, kami mengolah sampel kopi, lalu kami lakukan cupping atau mencicipi rasanya seperti apa. Kami berlatih untuk production roast di mesin besarnya. Namanya latihan, jadi enggak dinilai. Kami diberi waktu setengah jam untuk mencoba mesin roasting. Itu pun tidak pakai biji kopi untuk kompetisi. 


Hari ketiga?

Pada hari ketiga atau 18 November, kami masuk kompetisi yang sebenarnya. Dalam production roast, kami pakai biji kopi yang sudah dinilai. Pada tahap ini menggunakan biji kopi El Salvador, prosesnya natural. Itu semua kopi dari panitia. Kopi El Salvador itu cita rasanya lebih ke buah tropis dan rasa karamel.

Lalu pada hari keempat atau 19 November, kami melanjutkan kompetisi untuk blend coffee. Kopinya ada empat. Untuk single origin, kami pakai El Salvador yang natural. Adapun campurannya ada tiga, yakni Ethiopian natural, Costa Rica honey, dan Taiwan Fu washed. Hal yang dinilai juri itu banyak. Ada roast plan atau teknik, suhu, dan warna kopi. Teknis banget. Intinya, ya, rasa kopinya yang punya bobot terbesar.

Taufan Mokoginta berpose di Jakarta, 8 Desember 2023. TEMPO / Hilman Fathurrahman W


Hari kelima?

Pada hari terakhir, ada open cupping atau menjajal kopi buatan semua peserta kompetisi. Nah, itu kopinya enak semua. Enggak ada yang enggak enak sedikit pun. 


Seperti apa persaingannya dengan kontestan lain? 

Sebenarnya, untuk roasting, ya, kita harus bersaing dengan siapa saja. Intinya, siapa yang bisa bikin kopi dari panitia menjadi yang paling enak. Jadi, kalau ditanya bagaimana persaingannya, menurut saya sangat ketat karena saya melawan juara dari setiap negara.


Bagaimana tantangan roasting biji kopi itu? Apakah penggunaan peralatan mempengaruhi hasil akhir rasanya?

Penggunaan alat pasti mempengaruhi rasa karena secara ilmiah memang berbeda. Cuma, tantangan kemarin bagi saya itu cuma iklim karena di Indonesia tidak ada musim dingin. Kompetisi kemarin dilakukan saat musim dingin. Jadi pendekatan terhadap biji kopi sangat dijaga. Sebab, suhu iklim itu mempengaruhi meski kopi kita roasting.

Tantangan lainnya, penggunaan air. Air yang saya pakai di sana berbeda dengan di Indonesia. Jadi saya harus bikin kopi yang sesuai atau cocok dengan air di sana. Sebab, air pengaruhnya besar banget terhadap rasa hasil akhir seduhan kita.

Jadi sebenarnya banyak banget hal yang harus diperhatikan untuk membuat secangkir kopi nikmat. Selain soal air, ada mesin penggiling dan suhu memanggang kopi. Kalau mau dijabarkan semua, banyak banget.


Bagaimana cara Anda mengkalkulasi setiap tahapan hingga bisa menghasilkan seduhan kopi terbaik?

Saya hitung satu per satu. Proses hitung itu juga pakai perkiraan, sudah benar atau tidak. Hitungan itu angka pasti. Tapi, balik lagi, kopi itu hasil alam yang tidak pasti. Sejujurnya sangat rumit meski kalau ditonton cuma begitu doang, ya. He-he-he. 

Bagaimana awalnya Anda mengenal kopi? Sekadar penikmat minum kopi atau bagaimana?

Saya memulai pada 2013/2014, saat saya kerja sebagai kasir di sebuah kedai kopi. Pekerjaan saya terus berkembang jadi barista dan roaster. Itu saya lakukan ketika masih kuliah di Jakarta dan Surabaya. Saya sempat kuliah empat semester di IKJ (Institut Kesenian Jakarta) sebelum saya pindah kuliah ke Surabaya di Unair (Universitas Airlangga) jurusan antropologi.


Apa yang membuat Anda jatuh cinta pada kopi? Nikmatnya kopi di mana?

Kalau ditanya nikmatnya kopi di mana, itu sangat unik, ya. Kopi itu hasil alam yang bisa berubah-ubah rasanya. Kalau kita minum kopi, ada rasa buah-buahan lain, seperti rasa nanas atau semangka, yang tipis-tipis. Kenikmatan lain dari kopi itu masih banyak inovasi yang bisa kita lakukan. Ini justru bukan jadi akhir, melainkan industri kopi seperti baru dibuka. Masih banyak hal yang bisa dieksplorasi. Rasa kopinya masih bisa berubah-ubah lagi. Unik.

Taufan Mokoginta. Dokumentasi Pribadi


Bagaimana proses Anda belajar kopi?

Saya ikut kelas-kelas kopi. Saya tanya banyak orang dari dulu sejak mau jadi barista. Saat itu saya banyak tanya bagaimana bikin espreso, latte art, dan lainnya. Begitu pula saat saya mendalami coffee roaster, saya tanya bagaimana memilih kopi terbaik dan proses pemanggangan yang sempurna.

Kalau ditanya belajar dari siapa saja, saya belajar dari banyak orang. Seperti hari ini, saya datang di acara kopi ini memang untuk banyak tanya ke orang lain bagaimana memanggang biji kopi terbaik. Selain itu, baca buku dan jurnal tentang kopi. Tidak lupa praktiknya untuk menggabungkan teori dari banyak orang tadi dengan kenyataan prosesnya. 


Apakah Anda sampai terjun ke kebun kopi?

Iya, saya ke kebun kopi juga. Cuma, kalau di kebun kopi, saya belum banyak terlibat. Nah, ke depan memang saya ingin coba lebih banyak terlibat di kebun kopi. 


Banyak pencinta kopi garis keras atau disebut pendekar kopi yang menuntut dirinya turun ke kebun kopi memilih kopi-kopi terbaik. Bagaimana menurut Anda?

Itu pilihan saja, sih. Saya memang suka jalan-jalan, jadi saya main saja ke kebun kopi sembari tanya-tanya ke banyak orang. Sebenarnya, mau bagus atau jelek kualitasnya, semua kopi itu ada yang ambil. Tergantung pilihan kita saja. Lagi pula, kalau biji kopi kualitas rendah, pasti diambil pabrik-pabrik pembuat kopi. Yang perlu dilihat adalah bagaimana meningkatkan kualitas di keseluruhan hasil kopi kita. Sebab, itu pasti akan sampai ke semua pihak, dari petani hingga ke keseluruhan industri kopi. Hasil kopi yang lebih banyak akan membuat kualitas kopi naik juga. 


Apa tren kopi di Indonesia saat ini?

Ya, sudah pasti es kopi susu. He-he-he. Bagi saya pribadi, es kopi susu bukan sebuah keburukan. Sebab, di specialty coffee pun ada kapucino yang pakai susu. Tapi yang saya ingin perjuangkan adalah penggunaan produk yang bagus mulai dari bahan kopi mentah. Lalu pengolahan yang benar sehingga masyarakat meminum kopi yang sehat. 


Apakah layak es kopi susu jadi minuman spesial di kedai-kedai kopi karena banyak pencinta kopi garis keras yang menolaknya?

Layak, sih, menurut saya kalau dilihat dari kacamata bisnis. Wajar saja, sih. Enggak apa-apa. Sebab, dalam kompetisi barista, signature drink itu biasanya bukan es kopi susu. Signature drink itu pakai bahan-bahan alami yang dibuat sendiri sehingga rasanya jadi lain dari yang lain.

Tapi, melihat industri kopi di Indonesia mayoritas konsumennya masih suka es kopi susu sampai sekarang, ya, wajar saja ada kedai kopi yang memilih es kopi susu sebagai signature drink. Kalau memang kedai kopi itu bisa hidup dari es kopi susu, ya, mengapa enggak? Cuma, balik lagi, es kopi susu bukan perkara utama. Yang penting bahan baku dan pengolahan harus tepat. Sebab, es kopi susu bisa saja jadi trademark kopi Indonesia suatu saat nanti.

Yang penting, kedai-kedai kopi itu benar memilih bahan baku kopi yang bagus. Lalu baristanya tidak malas belajar mengolah kopi dengan benar. Jadi yang penting orang-orang yang minum sehat. Menurut saya, enak itu subyektif, tapi sehat itu harus. 


Banyak kedai kopi yang lebih banyak menjual es teh ketimbang kopi signature drink mereka. Bagaimana tanggapan Anda?

Bisa jadi karena barista kedai itu keahliannya bukan di kopi. Tapi saya juga menemukan barista tidak percaya diri bikin kopi, lalu akhirnya dia berjualan yang lain. Saya pernah alami itu. Jadi barista itu harus mau belajar dan percaya diri.

Kedua, bisa jadi menu kopi kita kurang menarik buat konsumen. Kita tidak mungkin menyalahkan konsumen. Atau branding kedai kopi kita kurang kuat. Misalnya, namanya saja kedai kopi, tapi di dalamnya kurang banyak menjual menu kopi.

Kedai kopi bisa melakukan beberapa hal untuk meningkatkan kualitas kopinya, seperti membuat kompetisi kopi antar-barista setiap pekan. Ini bisa mempertajam kemampuan barista. Lalu beli kopi-kopi berkualitas tinggi sehingga bisa merasakan perbedaan rasa dan kualitas kopi terbaik dan kopi ala kadarnya. Akhirnya, itu bisa bikin kita percaya diri menjual kopi karena tahu kopi kita enak. 


Soal tren kopi third wave (gelombang ketiga) yang belakangan menurun, bagaimana menurut Anda?

Menurut saya, tidak. Sebab, industri kopi kita sedang ada di fase penuh inovasi. Seperti di Kolombia, inovasi kopi itu tinggi sekali. Saya lihat di Indonesia lingkungan kopinya masih kompetitif, bahkan sampai di kebun kopi.

Bukti lainnya, skala kompetisi industri kopi Indonesia dalam tujuh tahun terakhir semakin besar. Buktinya, acara-acara kopi semakin banyak dan besar. Berarti pasarnya semakin luas, bukan malah mengecil. Menurut saya, semua inovasi kopi di Indonesia itu terserap semua di pasar. 


Sebelumnya, profil kopi yang bright, floral, bahkan winey sempat jadi tren, tapi kini menurun. Bagaimana prediksi profil kopi ke depan?

Rasa kopi yang bright dan floral inilah yang membuat saya jatuh cinta pada specialty coffee. Tapi sepertinya arah profil kopi ke depan lebih intens ke rasa buah-buahan. Misalnya rasa stroberi, ya sudah, rasa lebih dominan ke stroberi. Jadi bukan yang terlalu kompleks seperti lima tahun lalu.

Taufan Mokoginta: Industri Kopi Kita di Fase Penuh Inovasi


Bagaimana prediksi Anda tentang tren kopi dalam beberapa tahun ke depan?

Ini pertanyaan susah sekali. Tapi, menurut saya, specialty coffee mungkin dalam waktu lima tahun ke depan akan lebih besar. Jadi pelaku industri lebih banyak, lebih berkualitas, serta konsumen lebih banyak dan tersebar ke berbagai daerah. Terlebih kalau ada acara kopi internasional yang diselenggarakan di Indonesia, ini bisa semakin jadi pemantik. 


Ada kritik bahwa biji kopi Indonesia bagus, tapi kualitasnya tidak konsisten. Bagaimana kualitas biji kopi Indonesia di kancah internasional?

Saya tidak begitu tahu soal itu. Cuma, menurut saya, kopi itu hasil alam sehingga yang menentukan hasilnya juga alam. Makanya, di specialty coffee, yang saya tahu, banyak orang di perkebunan kopi yang menerapkan protokol kerja agar hasil panen lebih terjaga kualitasnya. 


Sekarang di Jakarta banyak pemain kopi besar yang turun ke jalan dengan sepeda. Bagaimana menurut Anda?

Saya senang karena ini upaya bahu-membahu memperkenalkan kopi ke masyarakat Indonesia. Terserah apa tujuan mereka, tapi yang jelas mereka mengajak orang minum kopi. Yang dibutuhkan saat ini adalah makin banyak orang minum kopi, lalu makin banyak orang suka kopi. Itu yang terpenting. Seperti kasus es susu kopi, saya senang saja karena orang banyak yang minum kopi dan jadi suka kopi. 


Apa tantangan bisnis kopi ke depan?

Buat saya, makin banyak kedai kopi dan pemanggangan, kopi akan makin baik. Sebab, berarti semakin banyak orang yang optimistis dengan bisnis itu. Jika sudah begini, ya, harus lebih kreatif agar mampu bersaing dengan kedai kopi sebelah. Ini akan membuat persaingan antar-kedai kopi semakin sehat. 


Apa saran Anda untuk coffee roaster lain, terlebih yang masih muda?

Baca buku, baca jurnal, tanya orang, latihan roasting kopi, dan catat semua hal yang terjadi saat memanggang biji kopi. Selain itu, harus obyektif saat mencicipi hasil pemanggangan sendiri. Jangan karena kita sendiri yang bikin jadi dirasa selalu enak. Kalau misalnya tidak enak, ya, tidak enak. Tidak untuk dijual. Evaluasi saja ke depan seperti apa. 


Apa hobi Anda?

Semua sudah tercurahkan di bidang kopi ya. He-he-he. Karena saya senang jalan-jalan, saya jalan-jalan karena kopi. Saya juga suka diskusi. Nah, di dunia kopi, saya juga sering diskusi. (*)

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya
Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
>
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus