Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Poin penting
DPR telah menyetujui tiga anggota dewan pengawas sovereign wealth fund (SWF) dari unsur profesional.
Dewan pengawas SWF sedang menyeleksi 30 orang yang akan menjadi anggota dewan direktur.
Pemerintah berharap lembaga ini dapat berperan membantu pemulihan ekonomi nasional.
PEKERJAAN Menteri Badan Usaha Milik Negara Erick Thohir, 50 tahun, makin bertambah di masa pandemi Covid-19. Di tengah kesibukannya mencari vaksin ke sejumlah negara dan mendistribusikannya ke seluruh Indonesia bersama Kementerian Kesehatan, Erick ikut terlibat menyiapkan lembaga pengelola investasi atau sovereign wealth fund (SWF). Dalam beberapa bulan terakhir, panitia seleksi telah menyaring calon anggota dewan pengawas dari kalangan profesional dan dewan direktur lembaga baru itu. Erick juga ikut mempromosikan SWF kepada investor asing.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Setelah sekitar satu bulan menyeleksi 218 orang yang mendaftar sebagai anggota dewan pengawas SWF dari unsur profesional, panitia seleksi yang diketuai Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati dan beranggotakan Erick Thohir, Wakil Menteri Keuangan Suahasil Nazara, Wakil Menteri BUMN Kartika Wirjoatmodjo, serta Muhammad Chatib Basri dari unsur independen menyodorkan enam nama kepada Presiden Joko Widodo. Presiden kemudian memilih tiga nama yang diusulkan kepada Dewan Perwakilan Rakyat, yaitu Yozua Makes, Darwin Cyril Noerhadi, dan Haryanto Sahari. DPR telah menyetujui ketiga nama itu. “SWF ini terobosan yang luar biasa sehingga para profesional siap berkontribusi dan ingin memastikan pengelolaannya profesional dan transparan,” kata Erick dalam wawancara khusus dengan Tempo di kantornya, Jumat, 22 Januari lalu.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Lembaga yang kini bernama Indonesia Investment Authority itu diberi kewenangan khusus mengelola investasi pemerintah sesuai dengan amanat Undang-Undang Cipta Kerja. Pemerintah yakin lembaga tersebut dapat berperan membantu pemulihan ekonomi nasional pada tahun ini dengan menarik investasi serta menggenjot pembangunan infrastruktur, seperti jalan tol dan bandar udara. “Investasinya di dalam negeri supaya ada hubungan dengan pembangunan di dalam negeri,” ujar Erick.
Kepada wartawan Tempo, Sapto Yunus, Hussein Abri Dongoran, dan Aisha Shaidra, Erick menjelaskan sejumlah hal mengenai SWF, dari proses pemilihan tiga anggota dewan pengawas dari unsur profesional, rencana investasi, hingga pemilihan anggota dewan direktur yang sedang berjalan. Mantan pemilik klub sepak bola Italia, Inter Milan, itu juga menuturkan ihwal pengadaan vaksin Covid-19.
Bagaimana proses pemilihan tiga anggota dewan pengawas SWF dari kalangan profesional?
Panitia seleksi menyeleksi calon anggota dewan pengawas dari 218 pendaftar menjadi seratusan orang, lalu menyusut tinggal 28 orang. Kami mewawancarai 28 orang tersebut satu per satu. Interviunya sampai bongkok karena mulainya malam, dari pukul 7 sampai 12 malam.
Seperti apa pembagian tugas antara dewan pengawas dari pemerintah dan profesional?
Ada job desk yang diatur oleh dewan pengawas. Nanti diumumkan. Latar belakang anggota dewan pengawas terpilih ada yang hukum, Pak Yozua Makes. Pak Cyril dan Pak Haryanto di bidang pasar modal. Tapi Pak Haryanto pun latar belakangnya auditor.
Bagaimana proses Presiden memilih tiga orang itu?
Setelah 28 orang diwawancarai, tersisa enam orang. Nah, enam orang itu yang kami ajukan ke Presiden. Kalau ditanya enam orang itu siapa saja, saya tidak bisa jawab. Pokoknya, dari enam orang itu, Presiden memilih tiga.
Ketika memilih tiga orang itu, Presiden berkonsultasi dengan panitia seleksi?
Iya, kami dipanggil. Beliau bertanya, 28 orang itu seperti apa, mengapa dari 28 orang itu dipilih enam orang. Ketika membaca tentang enam orang itu, beliau bilang, “Wah, ini bagus.” Kami ditanyai satu per satu. Beliau kan sangat detail. Pertemuan itu sekitar tiga jam.
Apakah Presiden mengatakan alasannya memilih tiga orang tersebut kepada panitia seleksi?
Beliau menyampaikannya di rapat terbuka bahwa tiga orang itu menjadi pilihannya. “Kita siapkan suratnya. Saya juga sudah melakukan pengecekan lebih dalam.”
Semua calon mendaftarkan diri atau ada yang dijaring panitia seleksi?
Semua mendaftarkan diri, sesuai dengan aturan itu (peraturan pemerintah tentang lembaga pengelola investasi). Yang jadi pertanyaan kami, kok, banyak dari kalangan profesional mau mendaftar? Mereka menjawab, “Ini sesuatu yang luar biasa buat Indonesia.” Di negara lain, seperti India dan Mesir, SWF model seperti ini sudah duluan. Bahkan, kalau kita lihat SWF bentuk lain, seperti Temasek dan GIC (Government of Singapore Investment Corporation), itu sudah ada sejak 1970-an. Kita belum punya sampai sekarang. Kita sangat jauh ketinggalan. Jadi SWF ini terobosan yang luar biasa sehingga para profesional siap berkontribusi dan ingin memastikan pengelolaannya profesional dan transparan.
Pemilihannya menggunakan sistem skor atau ada rekomendasi dari pejabat?
Enggak ada rekomendasi. Seperti lelang jabatan. Terbuka semua, kok.
Benarkah ada yang direkomendasikan oleh seorang menteri dan disetujui Presiden?
Tidak ada yang pernah direkomendasikan oleh siapa pun. Semua ikut pemilihan secara terbuka. Saya kira di panitia seleksi sangat transparan.
Apakah ada yang mencoba menitipkan orang?
Ya, pastilah.
Bagaimana ceritanya?
Begitu pendaftaran sudah tutup, ada yang bertanya, “Oh, sudah tutup, ya? Tidak bisa dimasukin, ya?” Kalau dari awal prosesnya tidak profesional, ya akan rusak dari awal. Ketika sudah mengerucut ke enam orang, kami minta investor asing membaca. Bukan mencoret, lho. Ini bukan berarti kita disetir asing. Mereka bilang ini oke. Penting bagi kita membangun kepercayaan mereka dan penting juga memperlihatkan kepada mereka bahwa di Indonesia juga banyak orang profesional dan dipilih lewat proses profesional.
Sebagai Menteri BUMN dan anggota panitia seleksi, bagaimana Anda menilai kapabilitas ketiga orang itu?
Pak Haryanto sangat senior, pernah di PricewaterhouseCoopers, dan dikenal di market. Mendingan cek di market, pendapat market seperti apa. Pak Cyril kan pernah di bursa efek. Saya rasa track record-nya sampai hari ini tidak aneh-aneh. Pak Yozua Makes punya track record dalam investasi. Investasinya cukup dihargai banyak pihak. Saya rasa enam nama yang kami berikan kepada Presiden itu sangat qualified.
Menteri BUMN Erick Thohir (kiri) berbincang dengan salah satu peserta vaksinasi COVID-19 untuk tenaga kesehatan (nakes) di Rumah Sakit Pusat Pertamina (RSPP), Jakarta, Senin (18/1/2021)./ANTARA FOTO/Dhemas Reviyanto/rwa.
Berapa lama proses dari awal sampai mengerucut ke enam nama?
Sekitar sebulan.
Sejumlah nama calon anggota dewan direktur sudah beredar luas, di antaranya Pandu Sjahrir, Arief Budiman, dan Arsjad Rasjid. Sudah berapa nama yang terjaring oleh dewan pengawas?
Kami masih memikirkan direktur utama, belum memikirkan dewan direktur. Calon direktur utama sudah ada 30-an. Dari 30 itu, kami sudah melihat ada beberapa yang mungkin dijadikan CEO atau direktur. Problemnya, lima orang yang kami pilih harus bekerja full time. Mereka kan harus resign dalam waktu beberapa bulan. Ini terus terang cukup menantang.
Benarkah ada nama-nama yang diusulkan langsung ke dewan pengawas?
Tidak ada. Kami memakai lembaga seperti headhunter profesional. Ada dua-tiga perusahaan. Semua proses transparan.
Sosok CEO seperti apa yang dicari?
Kriteria pertama, dia punya pengalaman internasional. Itu penting. Kedua, dia juga sudah CEO. Itu juga penting. Jangan sampai nanti karbitan. Jadi bukan orang yang levelnya direktur jadi CEO. Kami tidak berani. Ketiga, dia mempunyai latar belakang keuangan di bidang investasi. Keempat, pasti ada pendalaman lagi, misalnya di Korupsi Pemberantasan Korupsi, Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan, pajak, dan lain-lain. Tapi itu domain Ibu Sri Mulyani sebagai ketua.
Sudah ada calon kuat?
Belum, karena problemnya begini, kalau dibilang calon kuat pun, bisa atau tidak dia bergabung.
Benarkah informasi yang menyebutkan bahwa Pandu Sjahrir, keponakan Menteri Koordinator Kemaritiman dan Investasi Luhut Binsar Pandjaitan, menjadi calon kuat?
Enggak, belum. Semuanya sama. Apakah Pak Pandu Sjahrir masuk list 30? Masuk. Pak Arsjad Rasjid dan Arief Budiman juga ada dalam list.
CEO harus orang Indonesia atau bisa orang asing?
Secara aturan harus orang Indonesia. Ya, memang tidak mudah. Kalau dibandingkan dengan banyak negara lain, seperti Malaysia, Singapura, India, global CEO mereka banyak sekali. Itu realitas yang harus kita hadapi.
Kapan dewan direktur diumumkan?
Masih perlu waktu, lah. Besok malam (Sabtu, 23 Januari 2021) kami rapat.
Dalam rapat itu sudah bisa mengerucut ke CEO dan dewan direktur?
Baru awal. Kan, baru tahu jumlahnya.
Apa yang membedakan SWF ini dengan lembaga serupa, seperti PT Sarana Multi Infrastruktur, dan skema pembiayaan investasi non-anggaran pemerintah?
Saya tentu tidak bisa menjawab domain pihak lain. Yang membedakan, size dan aset SWF ini besar. Modal awalnya saja US$ 5 miliar. Kita mau melakukannya karena kita setor US$ 5 miliar dan kita mendapatkan US$ 15 miliar. Berarti total US$ 20 miliar. Kira-kira komposisinya seperti itu. Karena itu, banyak negara sahabat, seperti Uni Emirat Arab, Jepang, dan Amerika Serikat, tertarik. Bukan hanya G to G (antar-pemerintah) sekarang dana pensiun dari Kanada dan Eropa pun tertarik.
Seberapa besar asetnya?
Salah satunya tentu aset yang ada di BUMN, termasuk yang di BUMN karya. BUMN karya sekarang membangun banyak jalan tol. Investasi di jalan tol kan delapan tahunan baru agak biru. Ini cocok dengan SWF yang penanaman modalnya bisa 10-20 tahun. Yang awal ini jalan-jalan tol yang sudah jadi dan sudah menghasilkan perputaran uang. Tentu ini bagus buat kita, juga buat BUMN karya karena memang jalan tolnya bayak. Hari ini, BUMN karya terlalu banyak beban utangnya. Ini kesempatan kita untuk mengurangi beban utang dan mendapatkan modal untuk membangun lagi.
Para calon investor itu sudah berkomitmen?
Ada hitam di atas putihnya. Sekarang dewan pengawas baru resmi dan dewan direktur belum ada, tapi sudah ada komitmen investasi US$ 9,5 miliar. Ini kan positif.
Dana US$ 9,5 miliar itu dari mana saja?
Detailnya jangan disebut, tidak enak. Yang sudah tertulis di media kan Japan Bank for International Cooperation US$ 4 miliar dan United States International Development Finance Corporation US$ 2 miliar.
Apa saja persyaratan yang diajukan para calon investor?
Mereka ingin SWF dikelola secara profesional dan transparan. Karena itu, sejak awal mereka mengusulkan anggota dewan pengawasnya tiga orang dari profesional. Tidak semua orang pemerintah. Aset juga harus bagus. Tapi bukan berarti kita tidak menjaga keseimbangan buat kepentingan umum. Toh, ini yang paling penting, yang kita berikan ke mereka hak pengelolaannya, mungkin selama 20 tahun. Setelah masa itu berakhir, ya kembali ke kita lagi.
Anda bisa menunjukkan surat komitmen investasinya?
Oh, kertasnya tidak boleh. Kan, duitnya belum masuk. Dia sudah public statement. Nanti, lah, kalau duitnya masuk.
Selain di jalan tol, SWF akan berinvestasi di bandar udara?
Airport belum diputuskan yang mana. Sekarang airport kan sudah mulai terbuka berpartner dengan pihak lain. Itu bukan sesuatu yang aneh selama memenuhi tiga hal. Pertama, pelayanan kepada masyarakat tetap maksimal atau bahkan lebih baik. Kedua, jangan membebani keuangan negara. Ketiga, yang tidak kalah penting, kalau memang dikelola dengan baik, bisa menghasilkan yang baik. Bandara di Jeddah dan Bandara Gatwick di London itu dikelola secara terbuka. Kita juga mulai ke sana.
Mengapa SWF justru berinvestasi di proyek-proyek yang sudah menghasilkan?
Jalan tol sekarang terbuka, tidak hanya dimiliki BUMN. Ada banyak tol yang dimiliki swasta. Tugas BUMN yang utama adalah menjadi lokomotif pembangunan dan ketika sudah berjalan BUMN bisa divestasi aset lagi, membangun lagi. Itu realitas hidup BUMN, ada yang korporasi, ada yang penugasan sebagai stabilisator.
Apa yang membedakan Indonesia Investment Authority dengan SWF kebanyakan?
Kebanyakan SWF dananya diinvestasikan di macam-macam, bahkan bisa di luar negeri. Kalau ini dikunci, investasinya di dalam negeri supaya ada hubungan dengan pembangunan di dalam negeri. Berbeda dengan, misalnya, Temasek dan GIC, yang bisa berinvestasi di mana-mana. Bukan salah. Mungkin suatu hari kita bisa punya SWF seperti itu.
Bagaimana memastikan hak-hak masyarakat terlindungi?
Di dalam SWF ini jelas diatur pasal-pasal perlindungan kepada masyarakat. Misalnya jalan tol ini nanti dikelola swasta, tentu pihak swasta tidak bisa secara sepihak memutuskan tarif tol. Kebijakannya tetap ada di pemerintah melalui BPJT (Badan Pengatur Jalan Tol). Pemerintah juga kan punya modal di SWF. Dalam pelaksanaannya, pemerintah yang memutuskan, tidak dibebaskan semaunya.
Mengenai pengadaan vaksin, mengapa BUMN yang dilibatkan paling depan?
Bio Farma kan memang perusahaan vaksin dan itu mitra Kementerian Kesehatan. Jadi bukan tiba-tiba ada perusahaan titik-titik. Pada saat itu, situasi (angka kasus) Covid-19 masih tinggi. Karena itu, Menteri Kesehatan berfokus di dalam negeri. Kita punya hubungan dagang dengan Cina dan Uni Emirat Arab. Dari hasil diskusi, kita lakukan dua pendekatan. Menteri Luar Negeri melalui G to G. Jadi pemerintah melihat tandem yang strategis. Karena itu, kami pergi membawa surat resmi dari Presiden. Kami ditugasi mencari vaksin. Sekitar Juni-Juli, kami mengontak teman-teman di Amerika Serikat dan Eropa, tapi tidak direspons. Mungkin kita bukan negara prioritas. Kami ke London juga karena Oxford waktu itu sudah mulai dengan AstraZeneca. Pak Nadiem Makarim (Menteri Pendidikan dan Kebudayaan) waktu itu saya minta juga mengontak Oxford. Bukan buat vaksin, buat hubungan pendidikan. Di London kan saya ketemu BP soal renewable energy. Saya ketemu menteri mereka, bicara soal industri pertahanan, yang tank Scorpio. Kita buka melalui itu.
Erick Thohir
Tempat dan tanggal lahir: Jakarta, 30 Mei 1970 • Pendidikan: S-1 Komunikasi Glendale Community College, California, Amerika Serikat (1990); S-2 Administrasi Bisnis National University, California (1993) • Karier: Pendiri dan Komisaris Utama Mahaka Group (1992-2019), Direktur PT Visi Media Asia (2011-2013), Direktur Utama ANTV (2014-2019), Presiden Direktur PT Lativi Media Karya (TVOne, 2007-2010), Presiden Direktur PT Intermedia Capital Tbk (2013-2019), Ketua Klub Basket Satria Muda (1999-2019), Presiden FC Internazionale (2013-2018), Direktur Oxford United FC (2018-2019), Menteri Badan Usaha Milik Negara (2019-sekarang) • Organisasi: Ketua Umum Komite Olimpiade Indonesia (2015-2019), Ketua Panitia Pelaksana Asian Games (2018), Ketua Tim Kampanye Nasional Joko Widodo-Ma’ruf Amin (2018-2019), anggota Komite Olimpiade Internasional (2019-sekarang), anggota Dewan Federasi Basket Internasional (2014-sekarang)
Ihwal rencana melibatkan swasta dalam pengadaan dan distribusi vaksin, bagaimana perkembangannya?
Semua keputusan ada di Kementerian Kesehatan. Untuk distribusi vaksin gratis, Menteri Kesehatan sudah bilang akan melibatkan BUMN dan swasta karena cold chain-nya tidak cukup kalau hanya Kementerian Kesehatan. Kalau yang vaksin mandiri, saya rasa nanti juga akan melibatkan swasta bukan sebagai importir. Tapi kebijakannya di Kementerian Kesehatan karena ini pandemi.
Benarkah waktu mencari vaksin ke luar negeri Anda dan rombongan menggunakan jet pribadi Andi Syamsuddin Arsyad alias Haji Isam?
Ya, benar. Saya tidak punya pesawat jet pribadi, tapi saya tidak bisa melihat jet pribadi itu hanya sebuah kemewahan. Tapi di dalam tugas-tugas kadang kita harus melakukan itu. Itu menyangkut rute dan waktu. Saya bukannya riya atau takabur. Selama saya melakukan hal-hal itu (menyewa jet pribadi), saya bayar dengan uang pribadi, tidak memakai uang negara. Sekarang kan laporan keuangan saya dicek. Selama 2019 pun saya menggunakan jet pribadi satu-dua kali, bukan karena kemewahan, tapi pekerjaan yang harus saya selesaikan. Saya tidak cuma pakai satu merek. Mungkin selama 2018 ada lima kali saya pakai jet pribadi, bon-bonnya juga ada, pasti saya laporkan. Silakan cek di Badan Pemeriksa Keuangan, Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan, PPATK.
Ketika menyewa pesawat Haji Isam, Anda yang langsung mengontak dia?
Enggak. Tim saya yang biasa mengontak.
- Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
- Akses penuh seluruh artikel Tempo+
- Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
- Fitur baca cepat di edisi Mingguan
- Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo