Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Wawancara

Wawancara Sofyan Wanandi & Said Iqbal

13 Februari 2012 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Dua demo besar-besaran pecah di Bekasi, Jawa Barat, pada 19 dan 27 Januari lalu. Puluhan ribu buruh turun, memblokade jalan tol. Kemacetan mengular sampai ke Jakarta Timur. Kerugian ditaksir sekitar Rp 20 miliar. Presiden Susilo Bambang Yudhoyono menggelar rapat darurat dan memanggil tiga menteri yang terkait dengan masalah ini.

Demonstrasi itu disulut oleh kabar bahwa Pengadilan Tata Usaha Negara (PTUN) tetap menjalankan proses persidangan gugatan terhadap upah minimum kota/kabupaten (UMK). Asosiasi Pengusaha Indonesia (Apindo) menggugat keputusan Gubernur Jawa Barat tentang UMK sebesar Rp 1.491.866-1.849.913 per bulan. Kenaikan upah ini dianggap lebih tinggi dari kesepakatan pengusaha-buruh dalam pertemuan bipartit.

Apindo akhirnya mencabut gugatan itu. Tapi masalah belum selesai. Di Tangerang, Banten, para buruh mengancam akan menggelar demo serupa. Saling tuding pun tak terhindarkan. Pengusaha menuduh ada campur tangan politik di balik kenaikan upah minimum menjelang pemilihan kepala daerah. Menaikkan upah minimum dipandang sebagai cara politikus mengambil hati buruh. Masalahnya, tak semua perusahaan, terutama kelas kecil dan menengah, mampu membayar kenaikan tersebut. Sebaliknya, buruh punya dalih tersendiri yang tak kalah kuat.

Untuk memetakan masalah kedua belah pihak, wartawan Tempo Andari Karina Anom, Istiqomatul Hayati, Purwani Diyah Prabandari, dan Hermien Y. Kleden melakukan wawancara secara terpisah dengan Ketua Asosiasi Pengusaha Indonesia Sofjan Wanandi dan Presiden Konfederasi Serikat Pekerja Indonesia Said Iqbal. Perbincangan berlangsung di Jakarta, disusul pemotretan oleh fotografer Dwianto Wibowo dan Aditya Noviansyah.


Sofjan Wanandi:
Gerakan Buruh Dipolitisasi

Anda dianggap berada di balik kemarahan buruh.

Banyak yang bilang, (gugatan Apindo ke PTUN) ini maunya Sofjan Wanandi. Saya tahu risiko ini. Tapi saya hanya ingin agar hukum jangan sampai kalah dengan politik. Kalau tidak ada politik, kenapa reaksi (buruh) bisa begini? Ada yang bilang gantung Sofjan Wanandi dan membawa-bawa Cina. Saya sudah kenyang menghadapi yang seperti ini sejak 1965. I don’t mind.

Apa tanggapan Anda mengenai demo buruh di Bekasi yang menutup jalan tol?

Kami kaget karena selama ini hubungan yang terjalin antara pengusaha dan buruh baik sekali. Saya melihat sudah mulai ada politisasi urusan buruh. Ini bahaya, dan ini sebabnya saya kemarin ke PTUN.

Kenapa?

Karena saya tahu Dewan Pengupahan tidak dianggap, dan upah buruh malah ditentukan oleh demonstrasi.

Bagaimana seharusnya pengusaha merespons tuntutan kenaikan upah buruh?

Saya sepenuhnya setuju buruh harus kita perbaiki hidupnya. Tapi saya tahu betul banyak perusahaan besar membayar di atas upah minimum. Yang menjadi masalah bukan soal upah minimum, tapi efek sundulannya. Orang yang sudah digaji di atas Rp 10 juta juga minta naik 30 persen. Ini efek sundulan, yang tak diketahui semua orang.

Gerakan buruh kali ini termasuk yang paling sulit dihadapi pengusaha?

Tidak, tapi bisa menjadi lebih buruk kalau tidak segera diselesaikan. Buruh adalah manusia, yang bisa diajak bicara. Tapi, kalau sudah ada yang memprovokasi, ya susah.

Provokasi seperti apa?

Kami tidak tahu siapa yang main di belakang ini. Mungkin karena akan diselenggarakan pemilihan kepala daerah, orang partai berkampanye mencari isu populis. Masalah buruh sudah lama dipakai sebagai senjata ampuh, sejak zaman PKI, Soeharto, juga di negara lain. Yang penting, jangan sampai mereka dipolitisasi.

Bagaimana peran pemerintah sejauh ini?

Makin lama kita tahu (negara kita) out of competence dibanding luar negeri. Misalnya soal infrastruktur, ekonomi, dan biaya macam-macam, yang makin lama makin tinggi. Ini menyebabkan dalam sepuluh tahun terakhir tak banyak (investor) masuk ke labor intensive industry, sesuatu yang amat kita butuhkan.

Kenapa begitu?

Karena lebih dari 50 persen buruh kita adalah (tenaga) unskilled.

Apa dasar Anda mengatakan banyak investor asing bisa hengkang karena demo buruh?

Pada hari pertama demo (di Bekasi, 19 Januari), ada 50 perusahaan Korea yang hendak menemui saya. Mereka minta garansi saya supaya tak diganggu. Saya bilang, bicaralah baik-baik dengan buruh masing-masing, lalu sampaikan kemampuan kalian, baru bicara ke gubernur. Jadi, selesaikan urusan di dalam dulu. Kalau soal garansi, jangankan saya, pemerintah saja tak bisa memberi garansi.

Apakah pindah negara menguntungkan mereka?

Di Cina, upah buruh lebih tinggi sedikit, tapi produktivitasnya dua kali lipat daripada kita. Di Kamboja, buruh digaji tak lebih dari US$ 50 (Rp 450 ribu) per bulan, gaji tidak boleh berubah selama empat tahun, disesuai­kan dengan inflasi, tapi mereka tak boleh mogok. Makanya pengusaha-pengusaha asing bilang ke saya: ”How can I survive here, because it’s easy to move (to other country)?” Kadang buruh lupa, kalau investor itu pergi, di mana lagi mereka bekerja?

Apa solusinya?

Kita ingin meningkatkan labor intensive. Sebagai contoh, di Thailand, Korea, Taiwan, semua labor intensive. Kalau upah buruhnya sudah di atas US$ 5-6 (sekitar Rp 50 ribu) per hari, mereka akan pindah ke industri lain. Thailand, misalnya, pindah ke industri elektronik dan mobil. Di sini terlalu banyak tenaga kerja unskilled, sehingga banyak yang butuh pekerjaan.

Apa keberatan pengusaha menaikkan upah buruh?

Bagaimanapun, pengusaha harus bertahan hidup. Apalagi biaya listrik dan bahan bakar akan naik. Mereka harus mengembalikan modal ke bank, dan sebagainya. Perusahaan yang memeras buruh harus kita tertibkan. Tapi jangan mengorbankan perusahaan yang baik. Saya tidak keberatan pada tuntutan gaji lebih tinggi. Tapi tolong lihat apa yang sudah kita lakukan untuk kepentingan mereka juga.

Bukankah ada pilihan menekan biaya, misalnya invisible cost, selain upah buruh?

Di sini, high cost economy-nya gila-gilaan. Buruh hanya 30 persen dari total biaya. Logistik—mencakup transportasi, infrastruktur, dan sebagainya—bisa sampai 15 persen. Padahal, di luar negeri, logistik hanya memakan 5-6 persen dari total biaya. Kami mencoba menekan biaya lain juga, meskipun tarif listrik dan harga BBM akan dinaikkan.

Ada pendapat upah buruh yang dikorbankan….

Saya sayangkan buruh tidak tahu bahwa saya lakukan ini untuk mereka juga, bukan untuk pengusaha yang sudah kaya. Saya mencoba mencari jalan tengah.

Jalan tengah seperti apa?

Yang penting ada pembedaan level: perusahaan kecil bayar kecil, sesuai dengan kemampuan. Yang gede bayar gede. Jadi sesuaikan dengan size perusahaan, jangan belum-belum sudah diserahkan ke bupati. Kalau terjadi dispute baru (kita) lari ke pemerintah. Jangan menganggap pengusaha itu pasti kaya. Mereka juga menanggung banyak masalah.

Seberapa berat beban perusahaan kecil atas kenaikan upah ini?

Semua usaha kecil dan menengah berteriak. Hari ini (Rabu, 8 Februari 2012) mereka mengadakan press conference dan meminta saya ikut bersuara. Saya bilang, silakan bela diri sendiri, karena kalau saya yang bicara, malah disalahkan oleh semua orang. Jumlah pengusaha kecil dan menengah ini besar, mencapai 80 persen.

Peran pemerintah seperti apa yang Anda usulkan?

Pemerintah harus menjadi wasit yang baik. Kalau soal kebutuhan minimal dan hidup layak, itu sudah dijamin 100 persen dan sudah disetujui Dewan Pengupahan. Tiap bulan kami duduk bersama dan bernegosiasi, dan kami setuju pada satu angka. Kami ajukan ke bupati. Ternyata ada kelompok buruh lain yang tak menerima.

Siapa misalnya yang tidak setuju?

Serikat buruh itu banyak. Tidak tahu apakah benar atau tidak: ada yang cuma semacam LSM dan tak bekerja sebagai buruh (tapi namanya tercatat sebagai buruh). Ada juga tokoh serikat buruh berteriak anti-outsourcing, tapi mereka sendiri punya perusahaan outsourcing. Tapi, ya sudahlah, karena apa yang mereka perjuangkan— soal naik gaji—itu wajar. Kalau saya buruh, saya juga akan menuntut hal yang sama.

Sofjan Wanandi
Tempat dan tanggal lahir: Sawahlunto, Sumatera Barat, 3 Maret 1939 Pendidikan: Fakultas Ekonomi Universitas Indonesia Bisnis dan Organisasi: Wakil Presiden Direktur PT Dharma Kencana Sakti l CEO PT Pakarti Yoga l CEO Grup Gemala l Dewan Penasihat Capital Group dan Carlyle Group l Anggota Dewan Penasihat Deutsche Bank AG untuk Asia Pasifik l Ketua Asosiasi Pengusaha Indonesia (2003-2013)

Said Iqbal:
Upah Buruh Memang Soal Politik

Kenapa buruh membikin demonstrasi besar-besaran?

Kesepakatan upah yang sudah diambil melalui mekanisme Dewan Pengupahan dilawan Apindo dengan mekanisme hukum. Awalnya Apindo (daerah) sepakat mencabut gugatan dan akan menjalankan keputusan gubernur, tapi dipengaruhi oleh Apindo pusat. Mekanisme itu menjadi rancu ketika power ditunjukkan.

Bagaimana kalau tak semua pengusaha mampu menaikkan upah?

Di negara berkembang, termasuk Indonesia, negara memberlakukan upah minimum pokok agar para buruh tidak absolut miskin.

Jika pengusaha mengalihkan investasi ke negara lain karena tak mampu memenuhi tuntutan upah, apa saran Anda?

Kita pakai ukuran makro. Pertumbuhan ekonomi terjadi, kenapa upah tidak tumbuh? Di Cina dulu digembar-gemborkan upah murah. Hari ini upah buruh di Cina dua kali lipat upah buruh di Indonesia. Kenapa orang tetap berinvestasi di Cina? Di Malaysia, perusahaan harus memberi pensiun dan asuransi kesehatan seumur hidup kepada buruh, tapi kenapa orang lebih suka berinvestasi ke sana yang biayanya lebih tinggi? Berarti investor masuk atau keluar itu bukan soal upah.

Lalu soal apa?

Biaya investasi yang tinggi. Yang menyebabkan ekonomi biaya tinggi di Indonesia adalah overhead cost, biaya siluman, dan kinerja pemerintah. Yang membuat investor mau datang adalah produktivitas dan efisiensi kerja. Untuk bisa produktif, tingkat kesejahteraan (buruh) harus dipenuhi. Bisa berupa jaminan kesehatan, jaminan pensiun, sarana transportasi. Paradigma di serikat buruh sekarang adalah memperbaiki paradigma pengusaha. Kalau mau maju, dia harus menyejahterakan buruhnya, bukan malah mengundang pihak ketiga yang membutuhkan invisible cost.

Pihak ketiga itu pemerintah?

Cara terbaik dalam menjalin hubungan industrial adalah komunikasi bipartial (pengusaha dan buruh). Peran pemerintah tidak signifikan. Ukuran suksesnya adalah perjanjian kerja bersama. Jangan pernah mengharapkan hubungan industrial kalau tidak ada perjanjian kerja bersama. Dengan perjanjian kerja, buruh bisa melakukan negosiasi. Kalaupun tidak bisa sekarang, bisa diselesaikan dalam perjanjian kerja berikutnya.

Kami dengar para pengusaha Korea ketakutan oleh demo buruh.

Saya bertemu dan berdiskusi dengan Jakarta Japan Club. Ini gabungan semua pengusaha Jepang di Indonesia. Ketakutan mereka adalah apakah ada jaminan kejadian waktu itu tak akan terulang. Saya bilang, kalau Anda berbicara kepada pemerintah Indonesia (agar menyelesaikan masalah ini), bisa dijamin ini tak akan terulang.

Benarkah tuntutan buruh ini dipolitisasi menjelang pemilihan kepala daerah?

Dalam kampanye kepresidenan Barack Obama, salah satu isu yang amat disorot masyarakat adalah jaminan sosial dan upah minimum federal. Partai LDP Jepang, yang 30 tahun berkuasa, tumbang oleh Partai Demokratik yang didukung serikat buruh karena mengangkat isu upah. Jadi masuknya upah ke ranah politik adalah wajar dan penting. Tingkat upah (antara lain) menentukan kemajuan ekonomi satu negara.

Blokade tol dalam demo buruh sungguh mengganggu kepentingan publik. Apa itu direncanakan agar benar-benar menarik perhatian?

Di dunia, serikat buruh melumpuhkan sarana publik itu biasa. Pemogokan akan melumpuhkan sarana publik ketika hak publik diabaikan oleh negara. Di Prancis, Serikat Buruh Kereta Api Prancis mengumumkan sebulan sebelumnya: ”Kami deadlock karena pemerintah memotong dana pensiun kami, upah rendah. Kami mau mogok pada tanggal sekian bulan sekian. Kami lumpuhkan jalan kereta.” Masyarakat memiliki alternatif naik bus.

Nah, demo kemarin mengapa tak diumumkan sebelumnya?

Seharusnya kami melakukan itu. Kalau ada kepentingan publik terganggu dalam aksi-aksi selama ini, yang perlu diperbaiki adalah tata cara menjelaskannya kepada masyarakat. Pertama, mengapa harus ada pemogokan, di mana pemogokan, kapan, dan meminta maaf agar menggunakan alternatif lain. Kami akan memperbaiki metode dan cara menjalankan aksi.

Apa alasan utama melumpuhkan sarana publik dalam dua demo besar itu?

Kemarin itu spontanitas karena ada rasa keadilan yang terusik. Bayangkan, kasus di Bekasi. Ada gugatan di PTUN. Hakim mengatakan sekitar 1-2 Februari pengumuman keputusan akan diberikan. Tapi 26 Januari sudah diputuskan (menjelang gajian). Itu membuat keadilan terusik. Kedua, orang bersidang kan terbuka. Apa pun keputusan sidang dijelaskan dan diumumkan. Ini tidak. Yang ada putusan sela dan memancing Pak Sofjan Wanandi bilang, ”Pengusaha jangan bayar dulu upah minimum di Bekasi sebelum ada putusan tetap PTUN.” Keputusan sela di PTUN itulah yang membuat buruh Bekasi spontan bergerak.

Apakah gerakan kemarin merupakan puncaknya?

Bisa lebih buruk lagi. Bagi kami, aksi bukan pilihan pertama. Ini cara yang dibolehkan undang-undang. Mogok kerja dan demo adalah alat—ketika proses ke tujuan deadlock atau gagal—dan bukan tujuan

Berhasilkah demo di Bekasi itu?

Saya bilang ke (Menteri Koordinator Perekonomian) Pak Hatta Rajasa, ”Gara-gara kami tutup pintu tol, Bapak panggil kami, kan? Seharusnya Bapak panggil ketika persoalan ekonomi dan politik ini dibawa (Apindo) ke ranah hukum.”

Apa janji pemerintah dalam pertemuan setelah aksi itu?

Ada beberapa yang akan ditinjau. Persoalan upah, outsourcing, sisi kelembagaan. (Menteri Tenaga Kerja) Pak Muhaimin Iskandar berjanji merevisi Peraturan Menteri Tenaga Kerja dan Transmigrasi Nomor 17 Tahun 2005 tentang Pelaksanaan Komponen Hidup Layak, paling lambat Juni tahun ini. Kami juga meminta agar perwakilan Apindo dalam Dewan Pengupahan atau Tripartit daerah itu pengusaha, jangan bagian personalia. Selama ini kan bagian personalia, sehingga ketika mau diambil keputusan soal upah selalu tanya ke bosnya dulu.

Ini info yang kami peroleh: banyak anggota serikat buruh yang bukan buruh.

Lima tahun sebelumnya, mungkin masih banyak teman serikat buruh tak berasal dari buruh. Tapi dalam 5-7 tahun terakhir rata-rata kami berasal dari latar belakang (kaum) pekerja, termasuk saya.

Said Iqbal
Tempat dan tanggal lahir: Jakarta, 5 Juli 1968 Pendidikan: Fakultas Teknik Mesin Universitas Jayabaya (S-1) l Fakultas Ekonomi Universitas Indonesia (Master) Pekerjaan: Asisten Manajer PT Panasonic Shikoku, Cibitung, Bekasi (1991-sekarang) Organisasi: l Presiden Konfederasi Serikat Pekerja Indonesia l Anggota Dewan Pengupahan Nasional (2007 - sekarang) l Anggota Tripartit Nasional (2007-sekarang)

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
>
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum