Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Arsip

Agar Mereka Mencintai Sastra

Media sosial dirasa efektif dalam menarik minat anak muda terhadap puisi.

4 Mei 2019 | 00.00 WIB

Komunitas Malam Puisi Jakarta, 6 Januari 2018. Dok.Malam Puisi Jakarta
Perbesar
Komunitas Malam Puisi Jakarta, 6 Januari 2018. Dok.Malam Puisi Jakarta

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

slot-iklan-300x100

Aktris Happy Salma punya cara tersendiri agar anak-anak muda mencintai sastra. Ia mengangkat karya-karya sastra penulis ternama ataupun kisah tentang mereka ke atas pentas dalam bentuk teater atau musikal. Lewat Titimangsa Foundation yang didirikannya, Happy Salma telah mementaskan, antara lain, kisah tentang Chairil Anwar, Amir Hamzah, puisi-puisi cinta sejumlah penyair Indonesia, hingga adaptasi novel Bumi Manusia karya Pramoedya Ananta Toer dalam pementasan teater "Bunga Penutup Abad".

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

slot-iklan-300x100

Tentu saja, anak-anak muda itu tidak akan langsung tahu tanpa usaha lain, yakni menggaet mereka lewat media sosial. Ia juga berkeliling ke sejumlah tempat dan bekerja sama dengan berbagai komunitas. Cara lainnya, Happy menjelaskan, adalah menghadirkan pemain film yang memiliki jam terbang tinggi dan dikolaborasikan dengan pemain teater senior. "Saya ajak pemain film yang ada ketertarikan untuk asah aktingnya di panggung," ujarnya.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

slot-iklan-300x600

Hasilnya, penonton teater menjadi lebih variatif. Ia berujar memang sejak awal ingin menggaet penonton sebanyak-banyaknya dari berbagai latar belakang. "Biasanya penonton teater kan komunitas atau orang yang paham saja. Sekarang anak muda banyak," tuturnya.

Penggagas Malam Puisi, Bentara Bumi, melihat kecintaan masyarakat terhadap puisi bisa berkembang jika ada ruang-ruang untuk mengekspresikannya. Ia melihat sekarang di kota-kota besar ruang-ruang itu sudah ada dan tantangannya sudah tidak lagi sesulit lima tahun lalu. Tantangannya justru menghidupkan komunitas puisi yang berada di luar kota-kota besar.

Bumi melihat ada jarak antara masyarakat dan puisi yang harus dikikis. Jarak itu terjadi akibat adanya rasa penghakiman ketika diminta membacakan puisi di depan kelas sewaktu sekolah. Belum lagi ketika anak sekolah diberi puisi-puisi perjuangan ala Chairil Anwar yang dianggap tidak dekat dengan dunia remaja. "Padahal, Chairil punya puisi patah hati dan jatuh cinta."

Ia pun bercita-cita suatu saat akan berkeliling ke kota-kota kecil di luar Jawa untuk membuat lokakarya mengenai puisi. "Banyak teman yang haus puisi, tapi jauh dari pusat kota. Mereka bergelut dengan diri mereka sendiri," tutur Bumi. Ia bersyukur dengan hadirnya film seperti Ada Apa Dengan Cinta yang turut membantu membuat masyarakat mengenal puisi. Lahirnya gelombang penyair baru, seperti Aan Mansyur dan Adimas Immanuel, juga membuat anak muda semakin melirik puisi dan karya sastra.

Bumi juga menyemangati anak muda yang memiliki minat terhadap puisi untuk terus menulis sekaligus terus membaca. "Tidak perlu berpikir ini masuk karya sastra atau tidak. Tapi lebih kepada ini kamu benar merasakannya atau tidak." Yang terpenting, menurut Bumi, terus konsisten menulis dengan jujur sampai akhirnya menemukan gaya puisinya sendiri.

Rasa malu-malu sebagian anak muda untuk membaca puisi juga ditemukan Arco Transep di Palembang. Ia merasa kesulitan mengumpulkan orang untuk membacakan puisi saat awal menggerakkan Malam Puisi Palembang. Ia pun berkampanye melalui media sosial dengan mengunggah konten-konten orang sedang membaca puisi dalam bentuk foto dan video.

Pergerakan melalui media sosial dirasa cukup efektif dalam menggaet anak muda agar semakin gandrung terhadap puisi dan karya sastra. "Kami buat konten media sosial semenarik mungkin di Twitter dan Instagram," kata Arco.

Senada dengan Arco, penulis Adimas Immanuel memandang media sosial menjadi sarana promosi yang baik bagi karya-karya sastra. Ia juga melihat puisi kini banyak yang disajikan secara digital melalui audio visual. Misalnya disampaikan melalui rekaman suara yang bisa dinikmati di Spotify dan dalam bentuk visualisasi puisi yang bisa diunggah ke media sosial. "Tanggapannya jauh lebih baik, jauh lebih populer, dan lebih bisa diterima," tuturnya.

Adimas memandang apresiasi terhadap puisi semakin baik. Ia mencontohkan kehadiran acara malam puisi di berbagai kota hingga peringatan hari puisi makin dirasakan penting oleh masyarakat. Jumlah penerbitan buku-buku puisi setiap tahun pun meningkat.

Adapun Ayu Meutia dari Unmasked mengaku sudah mengatur sedemikian rupa agar acara yang diadakan dapat mengundang minat anak muda. Mereka ingin dalam setiap acara open mic berlangsung santai, sehingga tidak menimbulkan kesan kaku dan bosan. "Kadang-kadang kami juga mengundang bintang tamu musikus agar lebih banyak tamu yang datang." PARLIZA HENDRAWAN | DIKO OKTARA

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya
close

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

slot-iklan-300x100
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus