Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
TEMPO.CO, Jakarta - Gubernur DKI Jakarta Anies Baswedan membacakan sebuah puisi saat menghadiri unjuk rasa solidaritas aksi bela Palestina di kawasan Monas, Jakarta Pusat, Ahad, 17 Desember 2017. Puisi tersebut ia bacakan sebelum mengakhiri pidatonya.
"Sebelum saya mengakhiri, izinkan saya membacakan sebuah syair. Sebuah syair yang ditulis dengan hati tentang Palestina. Palestina, Bagaimana Bisa Aku Melupakanmu oleh Taufik Ismail," kata Anies Baswedan.
Baca: Anies Baswedan Hadiri Aksi Bela Palestina di Lapangan Monas
Di hadapan ratusan ribu peserta aksi, Anies mengaku mendapatkan puisi ini dengan mendengarkannya langsung dari pengarangnya, Taufik Ismail, yang baru pulang dari Gaza, sekitar 1989. "Puisi dibacakan tahun 1989 sampai hari ini masih menjadi bagian dari memori kita bangsa Indonesia," ujarnya.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Seorang peserta aksi bela Palestina berdoa sebelum aksi selesai di Monumen Nasional, Jakarta Pusat, Ahad, 17 Desember 2017. Tempo/Hendartyo Hanggi.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Berikut ini isi puisi tentang Palestina yang dibacakan Anies Baswedan.
Ketika rumah-rumahmu diruntuhkan bulldozer, dengan suara gemuruh menderu, serasa pasir dan batu-batu dinding kamar tidurku bertebaran di pekaranganku meneteskan peluh merah dan mengepulkan debu yang berdarah.
Ketika luasan perkebunan jerukmu dan pepohonan apelmu dilipat-lipat sebesar sapu tangan lalu di Tel Aviv dimasukkan dalam file lemari kantor agraria, serasa kebun kelapa dan pohon manggaku di kawasan khatulistiwa, yang dirampas mereka.
Ketika kiblat pertama mereka gerek dan keroki bagai kelakuan reptilia bawah tanah dan sepatu-sepatu serdadu menginjaki tumpuan kening kita semua, serasa runtuh lantai papan surau, tempat aku belajar tajwid 40 tahun lalu. Di bawahnya ada kolam ikan yang air gunungnya bening kebiru-biruan kini ditetesi air mataku.
Bagaimana bisa aku melupakanmu. Ketika anak-anak kecil di Gaza belasan tahun bilangan umur mereka, menjawab laras baja dengan timpukan batu cuma, lalu dipatahi pergelangan tangan dan dipatahi lengannya, siapakah yang tak menjerit serasa anak-anak kami Indonesia yang dizalimi mereka.