Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Arsip

Tersebab Semua Unsur Pembunuhan Berencana Terpenuhi

Hakim memvonis Ferdy Sambo dan Putri Candrawathi melebihi tuntutan jaksa. Unsur pembunuhan berencana terhadap Yosua terpenuhi.

14 Februari 2023 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar
Terdakwa kasus pembunuhan berencana terhadap Brigadir Nofriansyah Yosua Hutabarat, Ferdy Sambo bersiap menjalani sidang putusan di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan, Jakarta, 13 Februari 2023. ANTARA/Aprillio Akbar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Poin penting

  • Hakim menyatakan tidak ada hal meringankan dari Ferdy Sambo.

  • Ferdy terbukti bermufakat bersama para terdakwa lain.

  • Putri Candrawathi juga terlibat dalam pembunuhan berencana ini.

JAKARTA Riuh sorak-sorai pengunjung sidang memenuhi ruang sidang utama di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan. Suasana sidang pada Senin sore yang semula tenang berubah riuh oleh teriakan pengunjung ketika ketua majelis hakim Wahyu Iman Santoso membacakan vonis mati terhadap Inspektur Jenderal Ferdy Sambo, terdakwa kasus pembunuhan Brigadir Nofriansyah Yosua Hutabarat.

Hadir di antara pengunjung sidang, ibunda Yosua, Rosti Simanjuntak. Selama putusan dibacakan, Rosti yang hadir di persidangan dengan ditemani kuasa hukumnya, Kamaruddin Simanjuntak, terus memegang erat foto Yosua yang dibawa sejak dimulainya pembacaan putusan. Rosti dengan berapi-api menyatakan vonis mati terhadap Ferdy Sambo merupakan kemenangan bagi rakyat Indonesia. “Masyarakat Indonesia, baik di dalam maupun di luar negeri, telah memperoleh keyakinan, kepastian hukum, dan kemapanannya,” ujarnya seusai sidang pembacaan putusan, Senin, 13 Februari 2023.

Majelis hakim Pengadilan Negeri Jakarta Selatan memvonis mati Ferdy Sambo, terdakwa pembunuhan berencana terhadap Brigadir Yosua, ajudannya sendiri. Yosua tewas dibunuh di rumah dinas Ferdy di Kompleks Polri Duren Tiga, kawasan Pancoran, Jakarta Selatan, pada 8 Juli 2022. Awalnya, kepolisian menyebutkan Brigadir Yosua tewas dalam insiden baku tembak dengan Bharada Richard Eliezer Pudihang Lumiu, ajudan Ferdy lainnya. Namun belakangan kepolisian meralatnya dan memastikan mantan Kepala Divisi Profesi dan Pengamanan Polri itu menjadi otak pembunuhan serta pelaku yang juga menembak Yosua.

Hakim Wahyu mengatakan terdapat sejumlah pertimbangan yang memberatkan sehingga majelis hakim menjatuhkan vonis pidana mati terhadap bekas jenderal polisi bintang dua itu. “Menyatakan terdakwa Ferdy Sambo terbukti melakukan pembunuhan berencana dan tanpa hak menyebabkan sistem elektronik tidak berfungsi sebagaimana mestinya,” ujar Wahyu saat membacakan amar putusan. “Menjatuhkan terdakwa dengan pidana mati.”

Vonis ini melebihi tuntutan jaksa. Dalam sidang pada 17 Januari lalu, jaksa menuntut Ferdy dihukum dengan pidana penjara seumur hidup. Dia dianggap melanggar Pasal 340 Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP) tentang pembunuhan berencana juncto Pasal 55 ayat 1 ke-1 KUHP tentang penyertaan. Adapun istri Ferdy, Putri Candrawathi, dituntut 8 tahun penjara karena dianggap turut serta membantu dalam kasus pembunuhan tersebut.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Majelis hakim memaparkan sejumlah hal yang memberatkan. Hakim Wahyu mengatakan Ferdy Sambo terbukti melakukan pembunuhan berencana terhadap ajudannya, Brigadir Yosua, yang telah mengabdi selama tiga tahun. Perbuatan itu mengakibatkan duka mendalam bagi keluarga Yosua serta membuat kegaduhan di masyarakat. Hal itu juga tak patut dilakukan aparat hukum yang juga perwira tinggi Korps Bhayangkara.

“Perbuatan terdakwa mencoreng institusi Polri, menyebabkan anggota Polri lainnya terlibat. Terdakwa juga berbelit-belit memberi keterangan serta tidak mengakui perbuatannya,” ujar hakim Wahyu. “Tidak ada hal meringankan dalam perkara ini.” 

Unsur Pembunuhan Berencana Terpenuhi

Dalam pertimbangannya, majelis hakim menyebutkan unsur-unsur pembunuhan berencana yang dilakukan Ferdy terpenuhi. Hakim menyatakan Ferdy terbukti bermufakat bersama para terdakwa lain sebelum mengeksekusi Yosua.

Pemufakatan itu bermula dari disebut terjadinya kasus pelecehan seksual yang dilakukan Yosua terhadap Putri Candrawathi di Magelang, Jawa Tengah. Setelah mendengar informasi itu, Ferdy memerintahkan ajudannya, Brigadir Kepala Ricky Rizal Wibowo, menyita senjata api jenis HS dan laras panjang jenis Steyr Aug yang kerap dibawa Yosua tepat sehari sebelum eksekusi.

"Terdakwa Ferdy Sambo memikirkan bagaimana caranya melakukan pembunuhan tersebut,” kata Wahyu. “Terdakwa masih bisa memilih lokasi, masih bisa memilih alat yang akan digunakan, dan terdakwa menggerakkan orang lain untuk membantunya."

Rencana eksekusi untuk membunuh Yosua, kata hakim, sebelumnya diinstruksikan kepada Ricky. Namun Ricky tidak menyanggupinya sehingga Bharada Richard Eliezer yang diminta mengeksekusi Yosua. Wahyu mengatakan terungkap pula skenario yang disusun Ferdy dengan dalih terjadi insiden tembak-menembak antara Richard Eliezer dan Yosua guna menutupi perkara pembunuhan selain untuk melindungi Putri Candrawathi dari jeratan hukum.

"Semuanya dirancang dan dipikirkan dengan baik, tenang, tidak tergesa-gesa, dan tidak pula dalam keadaan emosional yang tinggi," ujar hakim. "Majelis menimbang bahwa unsur dengan rencana lebih dulu telah nyata terpenuhi."

Majelis hakim juga menyebutkan Ferdy turut berperan dalam mengeksekusi Yosua. Dari daftar penyitaan barang bukti, hakim menyebutkan, antara lain satu pucuk senjata api Glock 17 Austria 9x19 dengan nomor seri 135, satu pucuk senjata Glock kaliber 9 milimeter warna hitam dengan 5 butir peluru tajam warna silver merek Luger, serta 7 butir peluru tumpul warna emas seri 9x19. Hakim menyebutkan senjata Glock 17 Austria nomor seri 135 dan 5 butir peluru tajam merek Luger merupakan milik Ferdy.

Hakim mengatakan, saat di lokasi kejadian di kawasan Duren Tiga, terdakwa Ferdy diketahui membawa senjata di pinggang kanannya, terdakwa memiliki sepucuk senjata Glock 17 Austria dengan nomor seri 135 dan peluru luger yang identik dengan peluru yang dimiliki terdakwa. “Berdasarkan keterangan terdakwa, saksi, dan ahli, majelis hakim memperoleh keyakinan bahwa terdakwa menembak korban.”

Perihal kasus pelecehan seksual yang ditudingkan terhadap Yosua, sebagai awal peristiwa pembunuhan, hakim Wahyu menilai hal tersebut tidak terbukti. Berdasarkan keterangan Ricky Rizal, Putri Candrawathi sempat menanyakan keberadaan dan bertemu dengan Yosua saat masih berada di rumah Magelang. Hakim menilai janggal atas keterangan adanya gangguan stres pascatrauma dan tahapan pemulihan bagi korban pelecehan seksual. Hakim juga menilai hal yang dilakukan Putri justru bertentangan dengan profil menuju proses pemulihan korban.

"Tindakan Putri memanggil dan menemui Yosua di kamarnya terlalu cepat bagi seorang korban yang mengalami kekerasan seksual," ucap Wahyu. "Majelis hakim tidak memperoleh keyakinan yang cukup soal pelecehan seksual tersebut." 

Respons Ferdy dan Pengacaranya 

Mendengar vonis hukuman mati tersebut, ekspresi Ferdy, yang dalam persidangan mengenakan pakaian kemeja putih dan rambut berkilau yang disisir ke belakang, terlihat datar saja. Saat dibawa ke mobil tahanan, Ferdy Sambo yang mengenakan kembali rompi tahanan kejaksaan memilih mengunci rapat mulutnya ketika dimintai tanggapan oleh awak media. 

Terdakwa Ferdy Sambo (tengah) setelah menjalani sidang putusan atas pembunuhan Brigadir Nofriansyah Yosua Hutabarat di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan, 13 Februari 2023. TEMPO/Febri Angga Palguna

Arman Hanis, ketua tim pengacara Ferdy, mengatakan kliennya sudah siap dengan risiko dan konsekuensi atas putusan ini. Kendati begitu, Arman menilai vonis terhadap kliennya menimbulkan tanda tanya. Arman menilai hakim tidak mempertimbangkan pembelaan yang diajukan kliennya. Menurut dia, majelis hakim mengambil keputusan berdasarkan asumsi belaka karena ditengarai berada dalam tekanan.

“Beberapa pertimbangan hakim itu tidak berdasarkan keputusannya,” kata Arman. “Saya cuma menilai hakim berada dalam tekanan karena keputusan tidak diambil berdasarkan fakta persidangan, semua berdasarkan asumsi.”

Vonis 20 Tahun bagi Putri Candrawathi 

Setelah pembacaan vonis terhadap Ferdy, sidang dilanjutkan 90 menit kemudian dengan vonis terhadap Putri Candrawathi. Majelis hakim yang sama memutuskan memvonis Putri Candrawathi dengan hukuman pidana selama 20 tahun penjara. Putri disebut terbukti terlibat dalam pembunuhan berencana ini. Vonis ini lebih tinggi daripada tuntutan jaksa yang menuntut 8 tahun penjara. 

Terdakwa Putri Candrawathi menjalani sidang putusan terkait dengan pembunuhan Brigadir Nofriansyah Yosua Hutabarat di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan, 13 Februari 2023. TEMPO/Febri Angga Palguna

Hakim anggota, Alimin Ribut Sujono, mengatakan terdapat pertimbangan yang memberatkan dalam pengambilan keputusan terhadap Putri. Menurut dia, sebagai seorang istri Kepala Divisi Propam Polri dan Bendahara Umum Bhayangkari, Putri seharusnya menjadi teladan serta contoh bagi anggota Bhayangkari lainnya. Atas perbuatannya, Putri telah mencoreng nama baik organisasi para istri Bhayangkari. Selain itu, Putri dinilai berbelit-belit dan tidak berterus terang sehingga menyulitkan jalannya persidangan.

“Terdakwa tidak mengakui kesalahannya, tapi justru memosisikan dirinya sebagai korban. Perbuatannya juga telah berdampak dan menimbulkan kerugian yang besar bagi berbagai pihak, bahkan memutus masa depan banyak anggota kepolisian,” kata Alimin. “Untuk hal yang meringankan, tidak ada alasan pembenar dan pemaaf dari perbuatan terdakwa.” 

Harapan Keluarga Korban   

Rosti Simanjuntak mengatakan puas akan keputusan majelis hakim yang menjatuhkan vonis ultra petita terhadap Ferdy Sambo dan Putri Candrawathi. Menurut dia, vonis yang diberikan sesuai dengan ganjaran yang harus diterima para terdakwa dalam kasus ini. Terlebih, tudingan bahwa Yosua telah melakukan pelecehan seksual terhadap Putri Candrawathi pun termentahkan dalam persidangan ini.

“Supaya tidak ada lagi perempuan yang suka memfitnah atau memberikan cerita kepada suaminya untuk melakukan kejahatan,” kata Rosti. “Saya harap jangan ada lagi Yosua-Yosua yang terbunuh secara keji dan biadab di negara kita.”

Rosti juga berharap penegak hukum menolak upaya banding yang akan dilakukan oleh tim kuasa hukum Ferdy Sambo dan Putri Candrawathi. Dengan melihat berbagai pertimbangan majelis hakim, menurut Rosti, segala pembelaan dan upaya hukum yang diajukan terdakwa sepatutnya ditolak.

Dari Jambi dilaporkan, Roslin Simanjuntak, tante Yosua, juga bersyukur atas vonis hakim terhadap Ferdy Sambo. Dia yakin doanya selama ini telah didengarkan Tuhan. “Sudah tujuh bulan kami menanti. Terima kasih Tuhan karena mendengarkan doa kami,” ujarnya sembari menangis di rumahnya, Sungai Bahar, Muaro Jambi.

RAMOND EPU (JAMBI)

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya
Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
>
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus