Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Arsip

Salin Rupa Masjid Al Huda

Masjid Al Huda di Jatinangor, Sumedang, Jawa Barat, dibangun ulang dengan mengusung bentuk masjid tradisional di Jawa sebelum abad XIX. Ketiadaan kubah sempat mengundang pertanyaan warga sekitar.

30 Mei 2022 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Poin penting

  • Masjid Al Huda di Jatinangor dibangun ulang dengan mengusung bentuk masjid tradisional di Jawa sebelum abad XIX.

  • Tanpa kubah.

  • Mendapat pujian dari situs arsitektur ArchDaily.

BANDUNG Masjid Al Huda di sisi Jalan Raya Jatinangor, Sumedang, Jawa Barat, telah bertransformasi. Struktur dan nilai estetikanya mengundang pujian dari situs arsitektur ternama ArchDaily.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Berlokasi tak jauh dari kampus Universitas Padjadjaran di Jatinangor atau berdampingan dengan Kantor Urusan Agama, masjid itu pernah disinggahi Tempo pada Mei 2019. Kesan lawas langsung menyergap, terutama saat melihat bagian atap masjid yang berbentuk limas segi empat landai dengan kubah kecil berbahan logam di pucuknya. Endang, pengurus masjid, saat itu menyampaikan soal rencana pemugaran masjid bakda Idul Fitri.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Berada di jalur penghubung Bandung-Cirebon, para pelintas kerap singgah di Masjid Al Huda. Awalnya, bangunan berupa musala kecil yang kemudian dijadikan masjid di lahan seluas 6.000 meter persegi pada 1970. Presiden Joko Widodo pernah salat Jumat di sana pada 27 Juli 2018.

Keluarga Rochany, pemilik masjid, mendatangi biro arsitek JXA Studio di Bandung pada tahun yang sama. Mereka ingin masjid itu dipugar supaya bisa menampung lebih banyak orang, khususnya saat salat Jumat, tapi harus mempertahankan desain lama.

Arsitek Ruky Rukmono, yang mengepalai proyek pemugaran itu, mengatakan persiapan memakan waktu sampai satu tahun. Proses itu terdiri atas pembuatan rancangan dan desain arsitektur, sekitar tiga sampai lima bulan. Ada juga rangkaian diskusi dengan keluarga besar. Sisanya untuk sosialisasi dengan warga, tokoh masyarakat, dan institusi.

Ketika sosialisasi, muncul pertanyaan soal atap masjid yang sonder kubah. “Desain yang paling mudah adalah bentuk atap masjid bukan kubah, melainkan tumpang susun yang beranjak dari masjid Nusantara,” kata Ruky kepada Tempo, pada Jumat pekan lalu. Selain atap, bagian lain—dari tempat parkir kendaraan, area wudu, sampai ruang salat—tidak berbeda dari masjid lain.

Salah satu sudut Masjid Al Huda di Jatinangor, Sumedang, Jawa Barat, 26 Mei 2022. TEMPO/Prima Mulia

Tim merancang atap tumpang susun itu menjadi lebih modern. Dua lapisan paling bawah atap dibuat dari beton yang bagian dalamnya dilapisi kayu. Sedangkan pucuk atap memakai pelat metal yang dioles warna emas. “Dengan sistem atap seperti itu, respons terhadap iklim akan lebih baik,” kata Ruky.

Ketinggian atap sekitar 10 meter untuk memberi kesan megah. Mayoritas peserta sosialisasi, menurut dia, cenderung setuju dengan atap masjid tanpa kubah. Meski demikian, pembangunan masjid didanai sepenuhnya oleh keluarga.

Masjid itu mulai diratakan dengan tanah pada Oktober 2019. Ketika masjid dan rumah di belakangnya dibongkar, tim arsitek menemukan banyak material yang bisa dipakai ulang, seperti batu bata dan kayu. Mereka menggunakannya kembali demi menguatkan nilai sentimental yang diminta keluarga Rochany. “Material itu kami kombinasikan untuk bagian finishing masjid,” ujar Ruky.

Gerbang masuk pria (kiri) dan wanita di Masjid Al Huda di Jatinangor, Sumedang, Jawa Barat, 26 Mei 2022. TEMPO/Prima Mulia

Masjid Al Huda kini terbagi menjadi dua lantai. Area parkir kendaraan dibuat lebih tinggi dari jalan untuk mengantisipasi jika ada peninggian jalan raya atau agar limpasan air hujan tidak banyak masuk ke area tapak. Selanjutnya, level dibuat semi-basemen ke bawah. “Dari mulai masuk, kami sediakan reflecting pool buat cooling down, transisi dari luar yang hiruk pikuk,” ujar Ruky.

Di lantai dasar itu ada tempat berwudu dan area salat. Selain itu, terdapat ruang kantor pengurus masjid, taman, dan fasilitas pendukung lainnya. Adapun lantai atas sepenuhnya menjadi area salat, termasuk beranda. Dengan luas bangunan 1.600 meter persegi, kata Ruky, diperkirakan masjid itu bisa menampung 190 orang di lantai bawah dan 472 orang di lantai atas. Adapun area parkir kendaraan bisa menampung 12 mobil dan 24 sepeda motor. Beradaptasi dengan pandemi Covid-19, wastafel terjejer di pinggir pelataran parkir kendaraan.

Di bagian belakang, lahannya dialokasikan untuk area keluarga pemilik. Selain tempat parkir, ada gudang dan tempat peristirahatan. “Bagian paling belakang adalah makam keluarga,” ujar Ruky. Pembangunan ulang Masjid Al Huda rampung pada akhir Maret 2022, tapi sementara ini masjid masih ditutup. Keluarga menyampaikan akan membuka masjid saat pandemi usai. Sambil menunggu, mereka menyusun organisasi kepengurusan Masjid Al Huda. 

ANWAR SISWADI (BANDUNG)

#INFO METRO 7.1.1-Masjid Al Huda

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya
Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus