Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
TEMPO.CO, Depok - Kondisi Rumah Cimanggis di Kecamatan Cimanggis, Kota Depok, sangat memprihatikan. Seluruh atap bangunan peninggalan Gubernur Jenderal Vereenigde Oostindische Compagnie (VOC) ke-29 (1761-1775), Petrus Albertus van der Parra, sudah runtuh.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Berdasarkan pemantauan Tempo, di beberapa bagian gedung terlihat tumpukan bata yang merupakan dari puing dinding yang roboh. Di dalam rumah terlihat tumbuham liar yang menjalar sampai ke tembok.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Wakil Presiden Jusuf Kalla sebelumnya menyampaikan rencana pembangunan gedung Universitas Islam Internasional Indonesia (UIII) di Cimanggis, Depok, yang lokasinya dekat dengan Rumah Cimanggis.
Di tengah rencana pembangunan tersebut, timbul desakan agar salah satu situs bersejarah di sekitar area rencana pembangunan kampus itu, yaitu Rumah Cimanggis diselamatkan.
JK menanggapi desakan tersebut dengan mengatakan tidak ada yang bisa dibanggakan dari rumah Cimanggis. Ia mengatakan situs tersebut adalah bekas rumah istri kedua pejabat VOC yang korup.
Sejarawab JJ Rizal meralat pernyataan Kalla mengenai rumah peninggalan VOC di Cimanggis, Depok. Menurut dia, hal itu menunjukan pemerintah masih dijangkiti penyakit hongeroedeem alias busung lapar sejarah. Pernyataan JK disebutnya ibarat pohon kering yang tak punya akar, sehingga tak memberi keteduhan. "Beberapa hal yang secara faktual bermasalah, bahkan berbahaya dari pernyataan Pak JK," ujar Rizal.
Rizal mengatakan, jika rumah Cimanggis dianggap tidak layak sebagai situs sejarah karena bekas bangunan penjajah yang korup, maka akan banyak sekali bangunan sejarah di Indonesia yang perlu dihancurkan dan dikoreksi karena tidak layak sebagai situs sejarah. Dia mencontohkan Museum Sejarah Jakarta dan seluruh area Kota Tua Jakarta yang menjadi pusat pemerintahan VOC yang juga berperilaku korup.
Ketua Depok Herritage Community, Ratu Farah Diba, mengatakan Rumah Cimanggis berarsitektur Belanda dan Betawi. Ornamen dan pilar itu memperlihatkan gaya bangunan peninggalan Eropa. "Kalau atapnya itu mengadopsi bangunan Betawi dengan bentuk limas dengan ciri khas atap tinggi, kata Farah Diba kepada Tempo, Ahad, 21 Januari 2018.
Siti Shalehah, 77 tahun, salah satu warga yang pernah tinggal di dalam Rumah Ciamnggis, mengatakan dulu pernah ada 13 kepala keluarga karyawan Radio Republik Indonesia (RRI) yang tinggal di Rumah Cimanggis. Mereka menempati bangunan rumah sejak tahun 1969. "Sejak tahun 2002, pada dapat tanah kapling, jadi pindah deh sehingga rumah jadi tidak terawat lagi," kata Shalehah.
Menurut Shalehah yang akarab dipanggil Nenek Fauzi, sejak ditinggal oleh penghuninya tumbuhan liar sudah banyak tumbuh ke dalam bangunan. Atap juga mulai bocor tidak ada lagi yang memperbaiki. "Mungkin enam tahun lalu kalau tidak salah ya atapnya roboh," tutur Shalehah.
Hikmatul Yakin, Satpam Pemancar RRI, mengatakan bahwa atap Rumah Cimanggis runtuh pada 2012, padahal cuaca sedang cerah. "Tiba-tiba saja roboh atap bangunannya bersamaan. Jatuhnya bersamaan dari kiri dan kanan," ungkap Yakin.