Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
JAKARTA – Kepala Badan Pajak dan Retribusi Daerah DKI Jakarta, Faisal Syafruddin, mengatakan pemasangan plang dan stiker tunggakan pajak bumi dan bangunan (PBB) dimulai pekan ini. Penanda itu akan dipasang pada obyek pajak yang melewati tenggat pembayaran pada akhir September lalu. "Itu langkah persuasif, selanjutnya surat paksa," kata dia, kemarin.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Setelah hartanya dipasangi plang tunggakan pajak, menurut Faisal, wajib pajak juga akan dikenai sanksi denda 2 persen per bulan dari nilai pokok pajak terutang. Bila wajib pajak tak melunasi tunggakan hingga akhir tahun, Badan Pajak bakal mengirim surat paksa.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Surat paksa itu bakal diikuti penyitaan obyek pajak. Dasarnya adalah Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2000 tentang Penagihan Pajak dengan Surat Paksa. Selama ini, kata Faisal, tunggakan pajak hanya diumumkan dengan memasang papan pemberitahuan tanpa ada penyitaan. Tahun ini, target perolehan pajak bumi dan bangunan DKI Jakarta sekitar Rp 8,5 triliun. Hingga pekan lalu, realisasi penerimaannya Rp 8,02 triliun.
Dalam upaya menggenjot penerimaan lainnya, Faisal menambahkan, Badan Pajak menggandeng Kepolisian Daerah Metro Jaya untuk merazia kendaraan bermotor sejak pekan lalu. Dalam razia, polisi mengecek kelengkapan dokumen kendaraan serta riwayat pembayaran pajaknya. Target pajak kendaraan bermotor tahun ini Rp 8,35 triliun. Hingga Rabu lalu, realisasi penerimaannya baru 72,36 persen, atau sekitar Rp 6,042 triliun.
Selama razia, menurut Faisal, kepolisian sekaligus memberi tahu sanksi atas kedaluwarsanya surat tanda nomor kendaraan (STNK). Dalam Undang-Undang Nomor 22 Tahun 2009 tentang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan, STNK berlaku lima tahun dan wajib divalidasi setiap tahun, bersamaan dengan pembayaran pajak kendaraan. STNK yang tidak didaftar ulang dua tahun sejak masa berlakunya habis bakal diblokir dan tak bisa didaftarkan lagi.
Direktur Eksekutif Center for Indonesia Taxation Analysis, Yustinus Prastowo, mengatakan, di samping menggenjot pajak bumi dan bangunan, juru sita seharusnya berkonsentrasi pada pajak reklame, pajak hotel, dan pajak restoran. "Itu lebih prospektif ketimbang pajak kendaraan bermotor yang jumlahnya banyak tapi nilainya kecil," kata dia. LINDA HAIRANI
- Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
- Akses penuh seluruh artikel Tempo+
- Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
- Fitur baca cepat di edisi Mingguan
- Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo