Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Arsip

Bamus Betawi Tolak Nama Jalan Mustafa Kemal Ataturk, Ini Usul Gantinya

Bamus Betawi menilai Mustafa Kemal Ataturk memimpin Turki secara sekuler dan dinilai bertanggungjawab mengakhiri era kesultanan Turki Usmani.

21 Oktober 2021 | 11.05 WIB

Foto spanduk Pendiri Turki modern Mustafa Kemal Ataturk (kiri) dan Presiden Turki Recep Tayyip Erdogan, menghiasi bangunan saat berlangsungnya reli untuk referendum Turki di wilayah Laut Hitam, Turki, 3 April 2017. AP Photo
Perbesar
Foto spanduk Pendiri Turki modern Mustafa Kemal Ataturk (kiri) dan Presiden Turki Recep Tayyip Erdogan, menghiasi bangunan saat berlangsungnya reli untuk referendum Turki di wilayah Laut Hitam, Turki, 3 April 2017. AP Photo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

slot-iklan-300x100

TEMPO.CO, Jakarta - Badan Musyawarah (Bamus) Betawi mengusulkan Turki Usmani sebagai nama alternatif untuk menggantikan rencana Mustafa Kemal Ataturk sebagai salah satu nama jalan di DKI Jakarta. Ketua Umum Bamus Betawi Abraham Lunggana atau Lulung dalam keterangan tertulis menyatakan Jalan Turki Usmani bisa menjadi pilihan lantaran memiliki sejarah bagi peradaban dunia, khususnya Islam, ketimbang Mustafa Kemal Ataturk yang kontroversial.

"Saya kira, kenapa tidak Turki Utsmani saja, kan banyak juga nama tempat atau daerah jadi nama jalan di Jakarta. Sebagai simbol peradaban Islam terakhir di dunia, penamaan Turki Utsmani akan menjadi doa dan inspirasi bagi generasi ke depan," kata Lulung di Jakarta, Kamis, 21 Oktober 2021.

Bamus Betawi keberatan dengan rencana nama jalan di Jakarta menggunakan nama Mustafa Kemal Ataturk karena dianggap memimpin Turki secara sekuler dan dinilai bertanggungjawab mengakhiri era kesultanan Turki Usmani.
"Dia tokoh sekuler sehingga tidak layak namanya dijadikan nama jalan di sini." 

Ketua DPW PPP DKI Jakarta itu meminta pemerintah tidak sembarangan menempatkan nama jalan di Jakarta sebelum ditinjau semua aspek sejarah dan geografisnya. Jika rencana dipaksakan, menurutnya akan mencederai perasaan umat Islam di Indonesia.

Mantan anggota DPR ini mengaku sangat mengapresiasi ide baik pemerintah Indonesia dan Turki yang saling memberikan nama jalan untuk menguatkan hubungan bilateral kedua negara. Namun, Lulung meminta pemerintah dan Dubes Turki di Indonesia memahami realitas penolakan terhadap rencana penggunaan nama Ataturk yang memicu protes dan kondisi masyarakat Betawi sendiri.

"Kami sepenuhnya mendukung tukar guling usulan nama yang semangatnya adalah untuk menguatkan hubungan bilateral Indonesia-Turki," kata Lulung. Dalam waktu dekat pihaknya juga akan segera berkirim surat ke Kedutaan Besar Turki untuk menyampaikan keberatan itu.

Duta Besar RI untuk Turki Lalu Muhamad Iqbal mengatakan 
usulan nama Ataturk oleh Turki karena Mustafa Kemal Pasha dianggap sebagai pahlawan oleh Turki, termasuk menjadikan Turki menjadi negara sekuler sebagai revisi atas kemerosotan wibawa, pengaruh dan sikap kesultanan yang jauh dari nilai-nilai Islam.


Kemal Pasha juga dianggap sebagai pembebas Turki dari cengkeraman kekuatan barat yang ingin menguasai bagian-bagian Turki sekarang lewat Perjanjian Sevres yang menyatakan menerima kekalahan kesultanan dalam Perang Dunia I dari sekutu, dengan memimpin perlawanan.

"Menilai sosok seseorang tak bisa hanya satu sumber, karena segala kebijakan biasanya mempunyai latar sosiologis dan politik tertentu. Bagi rakyat Turki, Kemal Pasha adalah pembebas negeri itu dari penjajahan barat. Semua mengakui jasanya sebagai pendiri Republik Turki, bahkan fotonya masih dipajang di gedung dan lembaga pemerintahan," kata Lalu Muhamad Iqbal.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

slot-iklan-300x100

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

slot-iklan-300x600
close

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

slot-iklan-300x100
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus