Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
SEEKOR kambing disembelih untuk tahlilan tujuh hari meninggalnya Suparjo bin Joyodikromo. Kerabat, handai-taulan, dan tetangga mengirim doa bagi warga Desa Waru, Kecamatan Kebak Kramat, Karanganyar, Jawa Tengah, yang dikabarkan berpulang saat menunaikan ibadah haji bulan lalu itu. "Kematian suci," begitu kerabat menyebut meninggalnya pria berusia 60 tahun itu, sehingga tahlilan harus digeber 40 hari nonstop.
"Keluarga sudah menyediakan seekor kambing lagi untuk tahlilan hari ke-40," kata salah satu anak Suparjo, Ari Saptarinan. Kesedihan makin memuncak saat Sadiyah, istri almarhum, pulang bersama kloter 29 tanpa didampingi suami tercinta. Cerita sedih Sadiyah membuat pembacaan doa-doa kian khusyuk.
Baru memasuki hari ke-27, pihak keluarga tiba-tiba menghentikan acara rutin tahlilan. Para tetangga pun kaget. Selain telanjur tidak menyiapkan makan malamberharap mendapat berkatanmereka juga mempertanyakan niat baik keluarga mengirim doa. Selidik punya selidik, ternyata keluarga mendapat kabar bahwa Suparjo masih hidup dan kini sedang dirawat di Rumah Sakit Dr. Muwardi, Solo. Lo , bangkit dari kubur? Tetangga pun penasaran.
Keluarga akhirnya sibuk menjelaskan kabar simpang-siur itu. Selama dirawat di Rumah Sakit Mina Medical Centre, Mina, bukan cairan infus yang diterima Suparjo. Madu juga tidak. Mulutnya hanya ditetesi air oleh perawat. Meski Suparjo masih hidup, petugas rumah sakit sudah menyerahkan identitas jemaah, seperti gelang haji dan tas berisi paspor dan visa, dan memberitahukan kepada Sadiyah bahwa suaminya telah meninggal. Sedangkan aturan main rumah sakit melarang keluarga menjenguk pasien.
Beruntung, Suparjo yang hampir sekarat bertemu seorang dokter yang memindahkannya ke rumah sakit lain. Di rumah sakit baru ini ia dirawat dengan baik sampai sembuh. Ia kemudian pulang bersama kloter 42 dan sesampai di Tanah Air langsung dibawa ke rumah sakit Dr. Muwardi.
Pekan lalu, Suparjo pulang ke rumah. Kerabat dan tetangga menyambutnya dengan gembira. Namun, kegembiraan itu tidak berlaku bagi kambing yang harusnya urung disembelih karena acara tahlilan hari ke-40 juga batal. Sebab, keluarga memutuskan mempercepat memotong kambing untuk acara syukuran atas kepulangan Suparjo. Ia hanya mampu memprotes: "Mbueekkk "
Kurikulum Jelangkung
DATANG tak diundang, pulang tak diantar." Ajian jelangkung yang ngetop lewat film itu tidak berlaku bagi jelangkung Riau. Gara-gara diundang datang tapi tidak diantar pulang, para arwah itu menyerang 40 siswa di tiga sekolah. Serangan itu berlangsung selama sepekan.
Peristiwa pertama terjadi di SMU Hamdayani, Pekanbaru, Senin dua pekan lalu. Saat masuk kelas selepas upacara bendera, Rista, siswa kelas II, menjerit histeris sambil mengacak-acak rambutnya. Saat kepanikan terjadi, delapan teman sekelas Rista ikut-ikutan histeris. Keruan saja seisi sekolah berhamburan keluar kelas. Kegaduhan itu mengundang perhatian warga sekitar sekolah. Entah siapa yang mengundang, sejumlah ustad dan paranormal datang untuk menyembuhkan siswa yang kesurupan. Dua sekolah lain yang diserang adalah SMUN 6 Pekanbaru dan SMUN 2 Siak Hulu, Kampar.
Kedatangan arwah gentayangan itu ternyata memang diundang siswa SMU Hamdayani yang iseng bermain jelangkung dua hari sebelumnya. Haryati, siswa kelas II, mengakui saat menunggu jemputan dia bersama lima kawannya menggelar upacara pemanggilan jelangkung. Namun, karena jemputan telanjur datang, permainan itu dihentikan di tengah jalan.
Menurut paranormal Nurhamid, yang membantu menenangkan siswa kesurupan, roh yang datang itu arwah Mbah Sumi anak Raja Blitar. Mbah Sumi datang bersama pengawalnya ke Riau bertepatan dengan permainan jelangkung siswa SMU Hamdayani itu. "Belum sempat bicara, siswa itu pulang," kata Nurhamid. Para jin itu minta dijamu ayam dan kambing hitam sebagai syarat untuk pulang. Benar saja, setelah syarat itu dipenuhi, para jin itu kembali ke "tempat kos"-nya dan tidak mengganggu lagi.
Kepala Dinas Pendidikan Riau, Drs. Emrizal Pakis, mengambil hikmah dari peristiwa itu. Menurut dia, setelah kejadian tersebut pelajaran agama di semua sekolah harus lebih serius ditingkatkan. "Mata pelajaran agama amat penting, jangan sekadar aksesori saja," katanya. Ini namanya campur tangan jelangkung dalam kurikulum sekolah.
Agung Rulianto, Imron Rosyid (Solo), Jupernalis Samosir (Pekanbaru)
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
- Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
- Akses penuh seluruh artikel Tempo+
- Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
- Fitur baca cepat di edisi Mingguan
- Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo