Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Menurut Anda, apakah etis Taufiq Kiemas menyebut Susilo B. Yudhoyono seperti anak kecil? (5 - 12 Maret 2004) | ||
Ya | ![]() | |
8,65% | 98 | |
Tidak | ![]() | |
87,73% | 994 | |
Tidak tahu | ![]() | |
3,62% | 41 | |
Total | 100% | 1.133 |
Susilo Bambang Yudhoyono menjadi news maker minggu-minggu ini. Penyebabnya, tentu saja, ”ketegangan” hubungannya dengan Presiden Megawati yang berakhir dengan pengumuman pengunduran dirinya sebagai Menteri Koordinator Bidang Politik dan Keamanan, 11 Maret.
Ihwal ketidakharmonisan ini muncul setelah terbetik berita di media bahwa Yudhoyono dikucilkan dari kabinet dan tak dilibatkan dalam soal-soal penting yang menjadi salah satu bidang tugasnya. Di antaranya adalah dalam tim monitoring pemilu, yang dipimpin oleh Menteri Sekretaris Negara Bambang Kesowo.
Bocornya keretakan ini ke media yang membuat Taufiq Kiemas, suami Presiden Megawati, menyebut Yudhoyono sebagai jenderal kekanak-kanakan. ”Mestinya dia datang ke Ibu Presiden, tanya kok enggak diajak, bukannya ngomong di koran, anak kecil kan begitu, ngomong di luar. Masa, jenderal bintang empat takut ngomong ke Presiden,” ujar Taufiq, saat ditanya di sela-sela pembekalan juru kampanye nasional PDI Perjuangan di Hotel Santika, 2 Maret.
Mayoritas responden yang mengikuti jajak pendapat di Tempo Interaktif, pekan lalu, menilai pernyataan Taufiq itu tidak etis. ”Buat apa dia menyebut orang lain seperti itu. Berkacalah pada diri sendiri,” kata Ishak, salah seorang responden. Ada 994 (87,73 persen) responden yang berpendapat senada.
Tak hanya itu. Sebagian kalangan militer gerah juga dengan sindiran itu. Ketua Umum Barisan Nasional, Letjen (Purn.) Kemal Idris, mengatakan bahwa Taufiq harus meminta maaf kepada Yudhoyono. Dia menilai ucapan itu sebagai penghinaan terhadap Yudhoyono sebagai pribadi dan korps TNI.
Indikator Pekan Ini: Peluit tanda kampanye telah berbunyi. Sejak 11 Maret, umbul-umbul, bendera, serta poster partai politik, calon anggota legislatif dan anggota Dewan Perwakilan Daerah pun bertebaran di jalan dan sudut-sudut kota. Selain itu, para orator juga berkeliling untuk menjajakan visi dan misi partainya agar lebih dikenal dan dipilih orang saat hari pemilihan, 5 April mendatang. Seperti di masa lalu, kampanye merupakan salah satu fase yang tergolong rawan dalam proses pemilihan umum. Dalam pemilihan 1999, kampanye juga diwarnai kekerasan. Komisi Pemilihan Umum dan partai politik mengantisipasinya dengan membuat ikrar kampanye damai, 9 Maret lalu. Akankah minggu-minggu kampanye ini bisa dilalui dengan damai? Kami tunggu pendapat Anda di www.tempo.co.id. |
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
- Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
- Akses penuh seluruh artikel Tempo+
- Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
- Fitur baca cepat di edisi Mingguan
- Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo