Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Arsip

Banjir Jakarta: Curah Hujan Ekstrem Vs Lahan Beton

Rujak Center menyatakan bahwa curah hujan ekstrem yang menyebabkan banjir Jakarta tak mampu diserap oleh lahan yang mayoritas sudah tertutup beton.

6 Januari 2020 | 18.34 WIB

Image of Tempo
material-symbols:fullscreenPerbesar
Pelajar dan warga melewati banjir genangan di jalan Suprapto, Cempaka Putih, Jakarta, 15 Februari 2018. Hujan mengguyur Jakarta sejak pagi hingga sore hari. ANTARA/Irwansyah Putra

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

TEMPO.CO, Jakarta - Direktur Eksekutif Rujak Center for Urban Studies, Elisa Sutanudjaja menjelaskan bahwa banjir Jakarta di awal tahun ini merupakan akibat dari minimnya lahan resapan di ibu kota. Dengan curah hujan saat itu mencapai 180 juta kubik, menurut dia, maka tak heran banjir melanda di berbagai tempat.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Mengutip pernyataan Guru Besar Hidrologi Fakultas Teknik UGM, Joko Sujono, Elisa menyatakan, bahwa curah hujan sebesar itu tak mampu diserap oleh tanah di ibu kota yang sebagian besar telah ditutupi beton dan aspal.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

"Sebagai perbandingan, kapasitas kolam Olimpiade itu 2,500 meter kubik. Jadi hujan di Jakarta setara dengan 72 ribu kolam Olimpiade," kata Elisa di kantor LBH Jakarta, Senin, 6 Januari 2020.

Di sisi lain, ujar Elisa, 85 persen permukaan lahan Ibu Kota tertutup beton. Sedangkan 5 persennya merupakan jalan dan sisanya adalah Ruang Terbuka Hijau, Ruang Terbuka Privat dan Ruang Terbuka Biru. Menurut dia, Pemprov DKI bahkan pernah menyatakan bahwa luas lahan yang tertutup beton mencapai 90 persen.

"Air sebesar 180 juta kubik itu kemudian jatuh di atas lahan yang 90 persennya beton, dan dilimpahkan semuanya ke kali, sungai, kanal, yang besarnya cuma 3 persen dari wilayah DKI Jakarta. Otomatis air itu bakal meluap kemana-mana," ujar Elisa.

Kondisi yang memperparah, kata Elisa, adalah kondisi lahan Jakarta yang berbentuk hampir rata seperti lantai karena tak ada dataran tinggi. Selain itu, penurunan muka tanah terjadi di Jakarta Utara.

"Air terperangkap sebelum sampai ke laut," kata dia.

Selain hujan lokal, Jakarta juga menerima air kiriman dari daerah lain. Menurut Elisa, Depok sudah siaga 1 dan Katulampa siaga 2 sejak 1 Januari 2020. Air tersebut otomatis mengalir ke Ciliwung dan sampai di sejumlah daerah di Jakarta.

"Seperti di Kampung Pulo dan Bukit Duri. Jam 18.00 hingga 18.30 air meluap," kata dia.

Wilayah Jakarta dan sekitarnya dilanda banjir sejak 1 Januari 2020. Hujan lebat yang turun sepanjang malam pergantian tahun membuat air di sejumlah kali meluap. BMKG mencatat curah hujan di sejumlah tempat memang menjadi yang tertinggi dalam 154 tahun terakhir.

Menurut data BMKG, curah hujan tertinggi berada di wilayah Jakarta Timur seperti Halim yang mencapai 377 mm/hari, Taman Mini Indonesia Indah mencapai 335 mm/hari serta Pulo Gadung mencapai 260 mm/hari. Rata-rata curah hujan di DKI Jakarta saat itu mencapai 150 mm/hari atau termasuk dalam kategori curah hujan ekstrim.

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus