Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
TEMPO.CO, Jakarta - Gubernur DKI Jakarta Anies Baswedan menyatakan Siaga, Tanggap, dan Galang menjadi pegangan teguh jajaran Pemprov DKI dalam mengantisipasi banjir. Anies mengklaim, genangan surut lebih cepat dan jumlah titik banjir berkurang walau terjadi curah hujan ekstrem.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Anies mengatakan banjir terjadi karena sistem drainase kota Jakarta memiliki ambang batas. Kapasitas tampungan drainase DKI Jakarta berkisar 100-150 mm per hari.
"Karena itu, apabila turun hujan dengan curah di bawah 100 mm perhari, kita harus memastikan Jakarta aman dan curahan hujan dapat tertangani dengan baik,” kata Anies dalam keterangan tertulis, Sabtu, 8 Agustus 2022.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Di sisi lain, kata Anies, apabila curah hujan ekstrem berada di atas angka 100 mm per hari, air akan tergenang dan terjadi banjir. Sebab, secara geografis, wilayah Jakarta dikelilingi 13 sungai, sehingga potensi banjir akan selalu ada.
“Namun, selama lima tahun terakhir, Pemprov DKI Jakarta berupaya meningkatkan penanganan banjir secara signifikan,” ujarnya.
Anies Baswedan Bandingkan Penanganan Banjir pada 2015
Pada 2020, tercatat curah hujan terekstrem 377 mm/hari. Namun, banjir dapat surut lebih dari 95 persen genangan dalam waktu 96 jam. Surutnya banjir ini tercatat lebih cepat dari kejadian banjir di tahun-tahun sebelumnya, seperti yang terjadi di 2015.
Pada 2015, ujar dia, dengan curah hujan yang lebih rendah, yaitu 277 mm perhari, 95 persen wilayah tergenang baru dapat surut dalam waktu 168 jam.
“Jika ditarik lebih mundur lagi, pada 2007, terjadi hujan ekstrem dengan curah hujan tercatat 340 mm perhari, jumlah RW yang tergenang sebanyak 955 RW dan 270.000 lebih warga mengungsi,” kata Anies.
Pada 2020, dengan curah hujan 377 mm per hari, jumlah RW yang tergenang dan warga yang mengungsi lebih sedikit, yaitu 390 RW tergenang dan 36.000 warga mengungsi. Hal ini menandakan dampak banjir Jakarta dapat semakin terkendali.
Menurutnya, Pemprov DKI Jakarta telah melakukan berbagai program yang tidak berorientasi pada betonisasi dalam pengendalian banjir. Salah satunya, program Gerebek Lumpur di lima wilayah Kota Administrasi.
Gerebek Lumpur merupakan kegiatan pengerukan lumpur yang dilakukan secara masif di danau, sungai, waduk di Jakarta. Kegiatan ini bertujuan mengurangi proses pendangkalan dengan mengerahkan alat berat berskala hingga tiga kali lipat dari kapasitas biasanya.
Dinas Sumber Daya Air (SDA) DKI Jakarta turut membuat kolam olakan air guna mengantisipasi dan menampung genangan air sementara di jalan raya saat hujan tiba, yang kemudian akan dialirkan ke sungai atau laut.
Selain itu, memperbaiki saluran air, mengintensifkan instalasi sumur resapan atau drainase vertikal, mengimplementasikan Blue and Green, yaitu taman yang menjadi kawasan tampungan air sementara saat intensitas hujan tinggi, penyediaan alat pengukur curah hujan, dan perbaikan pompa.
Anies Baswedan mengatakan Pemprov DKI Jakarta juga memiliki program 942 poject untuk pengendalian banjir. Dalam proyek ini, pemerintah membangun 9 polder, 4 waduk dan penataan 2 sungai.
Baca juga: Politikus PDIP Sebut Anies Baswedan Sepelekan Korban Banjir