Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Arsip

Beban beranak sembilan

Budiman siahaan warga belawan iii, medan, menjadi polantas gadungan, beroperasi (menilang) di jalan medan-banda aceh dengan hasil lumayan. budiman yang anaknya sembilan konon pernah menjadi direktur.

16 Mei 1987 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

RAMPOK budiman namanya Robin Hood. Tapi, Budiman rampok tentu patut diusut. Apalagi kalau dia berani-beranian mencatut nama polisi. Itulah Budiman Siahaan, 38 tahun. Penduduk Kelurahan Belawan III -- Medan ini sempat dua bulan beraksi sebagai polisi lalu lintas alias polantas jadi-jadian. Pria berperawakan kekar dan berkulit kelam ini tengah malam turun ke jalan raya Medan - Banda Aceh. Tepatnya di km 28 Tandem Hulu. Lokasi ini dipilihnya, dengan perhitungan polisi tak akan tahu. Sedikitnya tiga kali seminggu dia ke situ. Di tempat yang gelap gulita itu, Budiman memarkir sepeda motornya -- BK 6712 AS - di bawah pohon mahoni yang rindang. Sepeda motor bermomor sipil itu disewanya dari seorang penarik ojek, Rp 4.000 semalam. Dan dengan senter serta gaya persis polisi lalu lintas dia menyetop truk yang lewat. Para sopir terkecoh. Ini, karena Budiman mengenakan jaket dengan tulisan "Polri" di dadanya. "Jaket itu pemberian abang saya yang dulu jadi polisi," tutur Budiman kepada Asyadin S. Torong dari TEMPO. Sementara itu, di pinggangnya mencogok pula benda mirip "si bongkok" - bukan pistol, tapi sebilah golok. Helm yang dikenakannya pun berwarna hitam, tanpa ciri resmi polantas. Namun, para sopir toh malas berpikir. "Dari hasil operasi dua sampai tiga jam, saya bisa panen Rp 20 ribu sampai Rp 75 ribu," begitu pengakuannya kepada polisi di Polres Langkat, Binjai. Dia diringkus akhir April lalu. "Mana ada razia lalu lintas menjelang subuh?" ujar Letkol Pol Mahyuddin. Kapolres Langkat itu mengingatkan, "Jika ada polisi melakukan razia seorang diri, tengah malam pula, pasti itu polisi gadungan." Berupah Rp 6.000 sehari, Budiman bekerja di Belawan sebagai buruh lepas sebuah EMKL. Ia mengaku pernah pula menjadi direktur sebuah perusahaan di Tebingtinggi Deli. Itu sebabnya, mungkin, Budiman tenang saja punya anak sampai sembilan. Yang sulung duduk di bangku SLTA dan si bungsu masih berusia dua bulan. Urusannya jadi runyam, ketika riwayatnya tamat sebagai direktur. Kemudian timbullah dalam benak Budiman pikiran melantur: jadi polantas gadungan. "Cara ini ringan, tapi hasilnya besar," katanya.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
>
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus