Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Poin penting
Kompolnas menyoroti skandal dua inspektur jenderal di tubuh Kepolisian RI.
Kasus Teddy Minahasa dianggap memperburuk citra Kepolisian RI.
Kompolnas meyakini Teddy terlibat penyalahgunaan narkotik.
SKANDAL kembali menerpa Kepolisian Republik Indonesia pada tahun ini. Divisi Profesi dan Pengamanan Polri bersama Kepolisian Daerah Metropolitan Jakarta Raya menangkap mantan Kepala Polda Sumatera Barat, Inspektur Jenderal Teddy Minahasa, dalam kasus perdagangan narkoba pada Jumat, 14 Oktober lalu. Teddy dituduh mengambil dan menjual barang bukti sabu-sabu seberat 5 kilogram.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Kasus Teddy Minahasa mengguncang Polri setelah lembaga itu diterpa kasus pembunuhan Brigadir Yosua Hutabarat oleh Kepala Divisi Profesi dan Pengamanan Inspektur Jenderal Ferdy Sambo serta kematian 134 suporter pada pertandingan Arema FC versus Persebaya Surabaya di Stadion Kanjuruhan, Malang, Jawa Timur.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Setelah kepolisian babak belur diterpa berbagai masalah, Sekretaris Komisi Kepolisian Nasional (Kompolnas) Benny Mamoto mengatakan lembaganya telah mengeluarkan rekomendasi kepada Kepala Polri Jenderal Listyo Sigit Prabowo agar secepatnya memperbaiki sistem di Polri. Citra polisi kian buruk karena sejumlah personelnya kerap menunjukkan gaya hidup mewah. Berikut ini petikan wawancara Benny lewat sambungan telepon kepada wartawan Tempo, Agung Sedayu, pada Jumat, 21 Oktober lalu.
Tahun ini setidaknya ada tiga kasus besar yang melanda Polri. Apa penyebabnya?
Memang banyak hal yang mesti diperbaiki di Kepolisian RI. Dari penyalahgunaan jabatan hingga gaya hidup mewah. Presiden Joko Widodo telah menyampaikan lima arahan perbaikan saat memanggil para pejabat kepolisian di Istana Negara pada 14 Oktober lalu.
Dalam pertemuan itu, Presiden meminta Polri memberantas perdagangan narkotik. Namun di hari yang sama polisi menangkap Inspektur Jenderal Teddy Minahasa karena kasus narkotik. Pendapat Anda?
Kasus Teddy memang sangat disayangkan. Dia jenderal bintang dua terlibat di perkara peredaran narkotik yang sangat merusak masa depan generasi muda. Apa pun alasan dia, mengambil dan mengedarkan barang bukti narkotik tidak bisa dibenarkan.
Tapi Teddy membantah terlibat dan mengklaim sedang melakukan operasi narkotik dengan teknik undercover control delivery.
Undercover control delivery ada prosedurnya. Pertanyaannya, apakah dia memenuhi prosedur tersebut? Sejauh ini kami tidak melihat prosedur itu dipenuhi. Jika prosedur tersebut terbukti tidak dilakukan, dia melanggar.
Apakah ini kasus narkotik pertama yang melibatkan polisi?
Kasus seperti kasus Teddy ini bukan hal baru. Selama ini ada banyak kasus penyalahgunaan barang bukti narkotik di kepolisian. Kami memiliki banyak catatan kasus barang bukti narkotik diambil untuk dipakai atau diedarkan oleh anggota kepolisian. Nah, yang belum terungkap lebih banyak.
Mengapa hal itu bisa terjadi?
Undang-Undang Narkotika sudah mengatur penyitaan barang bukti untuk keperluan penyidikan, penuntutan, dan pemeriksaan. Di sana disebutkan bahwa dalam waktu maksimal 17 hari barang bukti harus dimusnahkan. Jika barang bukti disimpan melebihi batas waktu tersebut, sudah bisa dianggap pelanggaran.
Mengapa penyelewengan masih berlangsung?
Masalahnya, kepolisian belum memiliki aturan turunan mengenai syarat dan tata cara penyerahan dan pemusnahan barang sitaan narkotik. Celah itu yang kemudian dimanfaatkan sehingga banyak narkotik sitaan yang menumpuk di kepolisian sampai berbulan-bulan, bahkan satu tahun. Ini yang menjadi salah satu pemicu munculnya penyalahgunaan.
Apa rekomendasi Kompolnas dari munculnya kasus Teddy Minahasa?
Kami sudah mengirimkan surat rekomendasi kepada Kepala Polri Jenderal Listyo Sigit Prabowo. Salah satu isinya meminta segera diterbitkan peraturan Kepala Polri tentang tata cara penanganan dan pemusnahan barang bukti narkotik sebagai aturan turunan dari Undang-Undang Narkotika. Kami berharap dalam satu bulan ke depan aturan tersebut sudah terbit.
Bagaimana rekomendasi Kompolnas mengenai beragam kasus yang menimpa Polri?
Kami juga merekomendasikan ada pengetatan pengawasan terhadap anggota Polri secara menyeluruh. Pekan lalu Kapolri sudah menyampaikan kepada jajarannya secara detail mengenai arahan Presiden untuk perbaikan Polri. Termasuk tentang menghentikan gaya hidup mewah anggota Polri. Penghentian gaya hidup ini artinya luas. Tak hanya menghentikan gaya pamer kekayaan, tapi juga menghentikan pelanggaran dan pemanfaatan jabatan untuk memperkaya diri.
- Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
- Akses penuh seluruh artikel Tempo+
- Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
- Fitur baca cepat di edisi Mingguan
- Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo