Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Arsip

BRIN: Penurunan Permukaan Tanah Jakarta Terus Menerus

Meski penurunan permukaan tanah Jakarta terjadi terus menerus, namun tenggelamnya Jakarta sebagai kota secara keseluruhan tidak akan terjadi.

6 Oktober 2021 | 16.51 WIB

Petugas membersihkan sampah di Kali Adem, Muara Angke, Jakarta, Ahad, 3 Oktober 2021. Peneliti Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI) Zainal Arifin menyatakan kandungan paracetamol di perairan Teluk Jakarta ditemukan sebelum pandemi Covid-19. TEMPO/Muhammad Hidayat
Perbesar
Petugas membersihkan sampah di Kali Adem, Muara Angke, Jakarta, Ahad, 3 Oktober 2021. Peneliti Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI) Zainal Arifin menyatakan kandungan paracetamol di perairan Teluk Jakarta ditemukan sebelum pandemi Covid-19. TEMPO/Muhammad Hidayat

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

TEMPO.CO, Jakarta - Profesor Riset bidang Geoteknologi dan Hidrogeologi atau BRIN Robert Delinom mengatakan ada beberapa kota yang berlokasi di Pantura secara terus menerus mengalami amblesan atau penurunan permukaan tanah. Di antaranya adalah Jakarta, Indramayu, Semarang dan Surabaya.

Penurunan muka tanah yang intensif di kota-kota itu dan adanya pemanasan global yang menyebabkan permukaan air laut naik sehingga dikhawatirkan tenggelam beberapa tahun mendatang. Robert menuturkan pengamatan yang intensif di Jakarta dan Semarang menunjukkan bahwa kondisi geologi kedua daerah wilayah sangat berpengaruh pada proses terjadinya amblesan.

"Amblesan terjadi hanya pada lokasi yang dibangun oleh batuan lempung dan batuan muda belum terpadatkan, yang diketahui menyebar tidak secara homogen," ujar Robert, Rabu, 6 Oktober 2021.

Robert mengatakan penurunan permukaan tanah di Jakarta disebabkan oleh empat faktor utama, yakni kompaksi batuan yang tidak padat karena ada endapan aluvial dan batuan lempung, pengambilan air tanah berlebih, pembebanan bangunan, dan aktivitas tektonik.

Bersifat masih sangat muda, endapan aluvial itu akan terus mengalami kompaksi atau pemadatan sampai pada batas waktu tertentu sehingga permukaan tanah cenderung menurun.

Pada 1914, muka air laut dan muka air Sungai Ciliwung masih sama tapi telah berbeda hingga 2,2 meter pada 2011.

Data kenaikan muka air laut sampai 2019 menunjukkan kenaikan di Teluk Jakarta 0,43 sentimeter per tahun dan lepas pantai Semarang 0,53 sentimeter per tahun.

Dari fakta itu, dapat disimpulkan tenggelamnya kota-kota di Pantura, dalam artian secara keseluruhan kota terendam, tidak akan segera terjadi.

Menurut Robert, hanya bagian kota yang terletak dekat ke pantai dan dibangun oleh batuan lempung dan aluvial yang belum terpadatkan yang akan tenggelam.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

slot-iklan-300x600
close

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus